Pengambilan keputusan atau decision making adalah hal yang sering kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Contoh sederhana seperti “mau makan apa hari ini?” atau “besok mau nonton film yang mana?” atau “pilih siapa ya nanti di 2024?” adalah bagian dari decision making. Dalam proses mengambil keputusan, tentunya kita menerima banyak informasi dari lingkungan luar yang sewaktu-waktu dapat memengaruhi keputusan kita. Namun sebelum menerima informasi, kita juga seringkali bertaut dengan pikiran dan pandangan kita sendiri mengenai sebuah isu atau hal yang ingin diputuskan.
Sebagai contoh, film yang ingin saya tonton di bioskop adalah film yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial. Di bulan Juli lalu, ada dua film Hollywood yang dirilis dan menarik banyak perhatian banyak orang, yaitu Oppenheimer dan Barbie. Awalnya, saya ingin menonton Oppenheimer karena film tersebut adalah film besutan sutradara Christopher Nolan yang terkenal atas film-film spektakuler garapannya, seperti Interstellar (2014), Inception (2010), Tenet (2020), dan lainnya. Belum lagi aktor dan aktris yang membintangi film tersebut adalah aktor dan aktris papan atas dalam industri Hollywood, yaitu Cillian Murphy, Robert Downey Jr., Emily Blunt, Florence Pugh, dan masih banyak lagi. Namun, setelah saya menggali informasi dari media sosial, banyak review yang menyatakan bahwa Oppenheimer membosankan dan hanya berisi dialog.
Selain Oppenheimer, muncul juga review untuk Barbie. Barbie adalah film garapan sutradara Greta Gerwig. Film ini juga menjadi pilihan tontonan yang menarik karena membangkitkan kenangan masa kecil banyak orang, terutama perempuan. Tak hanya itu, Barbie juga mengangkat isu-isu sosial seperti feminisme dan women empowerment. Oleh karena informasi-informasi ini, saya mempertimbangkan kembali pilihan tontonan saya dan pada akhirnya saya memutuskan untuk menonton Barbie. Secara tidak langsung, review-review film dari media sosial mempersuasi saya untuk menonton Barbie.
Contoh di atas menggambarkan bagaimana lingkungan luar dan faktor-faktor eksternal dapat memengaruhi decision making. Tetapi, perlu diketahui juga bahwa tidak semua orang dapat mengubah pandangannya untuk decision making. Ada beberapa orang yang dogmatis tentang sebuah isu dan akan tetap berada pada pendirian dan pandangan mereka. Misalnya, ketika lebih banyak orang memilih Barbie, akan ada orang-orang yang tetap memilih Oppenheimer. Biasanya, orang-orang tersebut adalah penggemar berat Nolan dan karya-karyanya. Kebanyakan dari orang-orang tersebut mengatakan bahwa film-film Christopher Nolan memang tidak diperuntukkan bagi audiens yang awam, tetapi bagi para cinephile, yaitu orang-orang yang memang tertarik dan antusias dengan sinema dan industri perfilman.
Ketika kita hendak mengambil keputusan, tak jarang terjadi konflik ego dalam diri sendiri. Dalam bukunya yang berjudul The Dynamics of Persuasion Communication and Attitudes in the 21st Century (6th ed.), Perloff menyatakan bahwa orang-orang terlibat ego ketika mereka merasa bahwa permasalahannya menyentuh konsep diri mereka atau nilai-nilai inti dalam diri mereka. Ketika saya memutuskan untuk menonton Barbie, ego dalam diri saya terlibat karena permasalahan dan isu sosial yang diangkat film tersebut menyentuh saya, atau dalam bahasa yang lebih mudah yaitu ‘relate’. Keterlibatan ego adalah bagian dari Social Judgement Theory atau teori Pertimbangan Sosial yang menekankan penilaian subjektif orang tentang masalah sosial (Perloff, 2017).
Lantas, apakah pengambilan keputusan atau decision making yang baik memerlukan keterlibatan ego? Tidak bisa dipungkiri bahwa faktor-faktor eksternal dapat memengaruhi keputusan kita. Namun, keterlibatan ego juga menjadi hal yang penting karena kita dapat membandingkan pandangan atau nilai-nilai yang kita yakini dengan informasi atau pesan yang kita terima. Jika saya tidak melibatkan ego, saya tidak mungkin memilih menonton Barbie. Sebaliknya, seandainya saya berpendirian teguh pada pilihan pertama tanpa melibatkan ego, saya tidak akan menonton Barbie dan hanya akan menonton Oppenheimer. Oleh karena itu, keterlibatan ego sangat penting untuk decision making.
Daftar Pustaka:
Perloff, Richard M. 2010. The dynamics of persuasion: Communication and attitudes in the 21st century. 6th Edition. New York: Routledge.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H