Mohon tunggu...
eli kristanti
eli kristanti Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Inggris

suka fotografi dan nulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kemanusiaan dan Akar Aksi Kekerasan

8 Desember 2022   08:44 Diperbarui: 8 Desember 2022   08:52 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 Dalam dua minggu ini kita harus berhadapan dengan beberapa bencana alam . Pertama adalah gempa Cianjur, dan kedua adalah erupsi  gunung Semeru yang dahsyat. Ada juga gempa lain meski tidak menimbulkan korban jiwa namun layak kita perhatikan adalah gempa di laut selatan Jawa Timur bagian timur dan gempa di laut selatan NTT.

Dua peristiwa bencana pertama yaitu gempa Cianjur dan Gunung Semeru menelan korban. Malah korban gempa Cianjur mencapai 231 orang, satu jumlah yang lumayan besar untuk gempa bumi di dunia. Begitu juga letusan gunung semeru membuat orang banyak yang mengungsi tanpa kecuali. Anak-anak harus meninggalkan bangku sekolahnya. Juga para petani dan penduduk yang menempati lereng tak jauh dari Semeru. Semuanya harus pergi dari tempatnya untuk mengungsi sementara. Tentu ini bukan kondisi yang menyenangkan bagi mereka semua.

Namun di sela-sela bencana itu ada beberapa sikap dan tindakan sekelompok masyarakat yang bersifat negative. Yang paling mencolok mata adalah perilaku pencopotan label Gereja Reformed di tenda bantuan gempa karena dianggap menerima bantuan kemanusiaan dari kaum kafir. Kita bisa melihatnya di media mainstream dan media sosial, aksi itu dilakukan di semua tenda bantuan. Akibat pencopotan itu, tenda yang seharusnya membuat para pengungsi nyaman dan aman sementara, tidak terjadi. Karena tenda itu menjadi bocor dan tidak bisa ditempati. Sejujurnya ini adalah sikap yang arogan dan negative dari aksi kemanusiaan.

Kita seharusnya tidak menyepelekan hal itu. Tindakan itu dikatagorikan sebagai sikap dan tindakan intoleransi. Sikap Intoleran /intoleransi bersumber dari pengetahuan sempit soal diri dan keyakinan dan jauh dari konteks dan lingkungan termasuk kemanusiaan. Sikap intoleran menganggap apa yang ada pada mereka adalah satu-satunya kebenaran sehingga menyepelekan / tidak menganggap penting eksistensi lain.

Eksistensi keyakinan/ agama Islam adalah satu kebenaran iya bagi pemeluknya, tapi eksistensi agama Kristiani adalah satu kebenaran bagi pemeluknya. Juga bagaimana umat Hindu, Budha Kong Hu Cu dan kepercayaan lokal lainnya menganggap keyakinan mereka suatu kebenaran. Kita harus menghargai mereka dengan eksistensi mereka. Toh Islam atau Kristen datang setelah salaam berabad-abad masyarakat Nusantara menganut faham kepercayaan lokal yang sebagian masih ada sampai saat ini.

Intoleran menjadi hal penting bagi negara saat ini karena dianggap sumber soal dari aksi-aksi terorisme. Ini dengan jelas kita lihat saat bom tiga gereja di Surabaya terjadi pada tahun 2018 dan dilakukan oleh satu keluarga. Bisa dipastikan keluarga ini intoleran terhadap kepercayaan lainnya. Intoleransi keluarga ini sangat kental dan dalam karena bisa memperngaruhi seluruh anggota keluarganya untuk berbagi tugas meledakkan diri di tiga segera dalam waktu yang nyaris bersamaan.

Begitu juga beberapa aksi radikal dan terorisme seringkali bersumber dari sikap intoleran terhadap kepercayaan lain. Sehingga tidak pada tempatnya kita menganggap remeh aksi pencopotan label gereja di tenda dan mengatakan itu bukan aksi intoleran. Ingat, sikap intoleran adalah akar dari aksi terorisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun