Pajak Penghasilan Pasal 23
Pajak adalah kontribusi wajib yang dikenakan oleh negara kepada wajib pajak individu atau entitas berdasarkan undang-undang pajak dan manfaatnya tidak langsung dirasakan. Pajak digunakan sebagai pengeluaran negara untuk pembangunan, kesejahteraan masyarakat serta alat distribusi keadilan sosial dan stabilitas ekonomi. Komitmen dalam membayar pajak bukan hanya menghitung dan memahami aturan, melainkan juga mencerminkan kesadaran moral, etika, dan nilai-nilai organisasi. Perusahaan menjalankan kewajiban perpajakan dikarenakan adanya tekanan ekternal, seperti mempengaruhi citra perusahaan di mata publik atau sanksi. Kepatuhan pajak harus tumbuh dari kesadaran sendiri bahwa pajak adalah sarana penting untuk mendukung pembangunan nasional dan kesejahteraan sosial.
PPh Pasal 23 diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan serta dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141/PMK.03/2015 tentang Jenis Jasa Lain sebagai Objek Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23. Pajak ini dipungut atas penghasilan yang diperoleh dari modal, jasa atau hadiah oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap yang melaporkan penghasilan bukan dari gaji atau upah yang diterima oleh karyawan sebagaimana yang diatur dalam PPh Pasal 21. PPh Pasal 23 penting karena berkaitan dengan transaksi bisnis sehari-hari dalam jenis penghasilan umum. Tarif PPh Pasal 23 bermacam-macam tergantung dengan jenis penghasilan yang diterima dan status wajib pajak yang terikat dalam transaksi.
Jenis penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 23 meliputi dividen, bunga, royalti, hadiah, sewa selain tanah dan bangunan, jasa teknik, manajemen, dan konsultasi. Untuk dividen, bunga, royalti, hadiah (DEBORAH) tarif dasar pengenaan pajaknya adalah 15 persen dari jumlah bruto. Sedangkan sewa selain tanah dan bangunan (termasuk PPh Final Pasal 4(2) tanah dan bangunan), jasa teknik, manajemen, dan konsultasi tarif dasar pengenaan pajaknya adalah 2 persen dari jumlah bruto. Selain itu, perlu diketahui juga pengecualian-pengecualian atas PPh Pasal 23 yaitu dividen antar badan usaha dalam negeri dengan kepemilikan saham minimal 25 persen, pembayaran kepada wajib pajak yang telah di tetapkan final, pembayaran ke pemerintah, BUMN tertentu atau bank. PPh Pasal 23 berbeda dengan PPh Pasal 21 yang berfokus pada pada gaji atau upah yang diterima oleh karyawan. Apabila penerima penghasilan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka tarif PPh Pasal 23 yang dikenakan akan lebih tinggi 100 persen dibandingkan tarif normal, sebagai bentuk sanksi administratif agar wajib pajak termotivasi untuk mempunyai NPWP. Oleh karena itu, pentingnya harus memahami menghitung dan memotong pajak sesuai dengan jenis penghasilan yang dihasilkan.
Manajemen Pajak PPh Pasal 23
Manajemen pajak adalah proses perencanaan (tax planning), pelaksanaan (tax implementation), serta pengawasan (tax control) terhadap kewajiban perpajakan perusahaan agar tetap efisien, legal, dan sejalan dengan perusahaan. Tujuan utama manajemen pajak bukan semata-mata untuk menghindari pajak dengan melanggar undang-undang perpajakan (tax evasion), melainkan untuk mengoptimalkan beban pajak secara efisien dan sah sesuai dengan peraturan yang berlaku (tax efficiency). Perusahaan dapat memenuhi komitmen fiskal mereka melalui manajemen pajak yang baik tanpa mengorbankan kesehatan keuangan atau keberlanjutan operasional organisasi.
Dalam pelaksanaanya, efisiensi beban pajak dapat dilakukan dengan mengidentifikasi dan memanfaatkan peluang untuk mengurangi pajak secara legal tanpa melanggar aturan perpajakan yang berlaku dengan deduksi atau kredit pajak. Efisiensi beban pajak ini dapat membantu perusahaan mendistribusikan dana untuk kegiatan lainnya seperti pengembangan usaha atau investasi. Selain itu, lakukan prosedur mengidentifikasi NPWP mitra kerja untuk memastikan masih aktif dan sesuai, karena membantu perusahaan dalam melaksanakan kewajiban pajak yaitu membuat bukti potong dan melaporkannya kepada negara, yang kemudian bukti potong akan diserahkan kepada pihak yang dipotong. Lakukan transaksi dengan mitra berstatus PKP karena membantu pemotong untuk pembuatan bukti potong dan terintegrasi dengan pelaporan pajak elektronik (e-Bupot Unifikasi) terhindar dari kesalahan dan merefleksikan kesadaran fiskal dan tanggung jawab moral Perusahaan. Hal ini menunjukkan perusahaan mendukung sistem perpajakan, selain mengejar efisiensi pajak. Setelah PPh Pasal 23 dipotong oleh pemotong pajak, harus disetor ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan lapor paling lambat tanggal 20, mengatur rencana waktu pembayaran yang disesuaikan dengan cash flow perusahaan agar terhindar dari keterlambatan setor atau bayar yang akan terkena sanksi administrasi.