Setelah adiknya duduk satu meja, Rahmat kemudian menjelaskan keberadaannya di kedai itu bareng Tino. Mendengar itu, paras Lestari yang putih mulus berubah pucat. Lalu, menoleh ke arah Tino.
"Plisss Tin, kasihani ayahku. Jangan kau buat malu dengan pemberitaanmu. Sekali lagi plissss....!" Mohon Lestari pada pacarnya itu.
Tino tak langsung mampu menjawab. Dilematis hebat menyerang tepat ke ulu hati. Satu sisi Lestari itu pacarnya, tapi di sisi lain harus konsisten menjalankan tugas selaku sosial kontrol. Setelah melalui perang batin yang cukup hebat, wartawan politik dan hukum ini mengambil sikap tegas.
"Maaf Tar (panggilan Lestari) aku tak bisa" jawabnya lirih.
"Jadi kamu keukeuh akan memberitakan ayahku?" Tanya Lestari, sedikit cemas.
"Iya" Jawabnya singkat.
Tiba-tiba dengan nada marah, Rahmat menimpali perbincangan sejoli ini.Â
"Udahlah Tar kita tinggalkan tempat ini. Percuma bicara dengan orang keras kepala"
"Bentar kak, aku masih mau ngomong dengannya...!"
"Ya udah jangan lama-lama...!" Aku tunggu kau di luar" Tandas Rahmat, bergegas meninggalkan tempat itu.
"Aku mohon sekali lagi. Batalkan niatmu itu demi aku..!" Pinta Lestari. Dijawab Tino hanya dengan gelengan kepala.