Mohon tunggu...
Elang Bakhrudin
Elang Bakhrudin Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer and Observer of Community Problems

Likes to share knowledge and experience for community enlightenment

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Syafaat dan Shalawat

19 Oktober 2022   11:00 Diperbarui: 19 Oktober 2022   11:02 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sering muncul pertanyaan dalam sebuah diskusi atau pertanyaan jamaah dalam majlis taklim  perihal syafaat, pertanyaannya, apakah bisa nabi diminta syafaat oleh umatnya?.  Jawaban yang diberikan terkadang masih menyisakan keraguan atau ketidakjelasan dan masih memerlukan keterangan lain.

Nabi Muhammad saw memang diizinkan memberikan syafaat di akhirat nanti, sehingga tidak perlu lagi umatnya meminta kepada beliau agar diberi syafaat, karena  segala permohonan dan permintaan adalah hanya  kepada Allah sebagai pemilik syafaat (39:44). Ini juga sebagai konsekuensi logis dari pernyataan kita dalam shalat, "sesungguhnya shalatku, ibadahku dan hidup matiku hanya untuk Allah" (6:162). Adapun yang diperintahkan oleh Allah kepada umat rasulullah saw adalah BERSHALAWAT kepada beliau (33:56) bukan  disuruh MEMINTA SYAFAAT, karena beliau hanya diizinkan MEMBERI (2:255)  bukan untuk  DIMINTAI, jika meminta maka hendaknya meminta langsung kepada Allah agar dihari kiamat nanti mendapat Syafaat. Itupun sebenarnya mana yang mendapat syafaat mana yang tidak sudah jelas amalannya (21:28), paling tidak al-Mudatsir ayat 38-48 sudah menggambarkan yaitu mereka yang shalat, yang sedekah, yang menjaga lisan dan menjaga keyaqinan, dan  jika tidak ada modal demikian maka dikatakan "famaa tanfa'uhum syaf'atus syafiin", tidak bermafaat syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat (74:48).

Bagaimana dengan Tawashul?, secara bahasa Tawashul itu "minta disambungkan" atau terkoneksi. Semua yang disyariatkan rasulullah saw itu otomatis bisa sebagai "konektor" dan "fasilitator" untuk mendapatkan kebaikan di akhirat,  "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah WASILAH (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung"(5:35).

Kini jalan mencari itu sudah terbentang dengan Taqarrub ilallah dan Muqarrabah (merasa selalu diawasiNya), sehingga Ibadah Makhdhah yang sudah umum kita jalankan itu tinggal ditingkatkan kualitasnya sehingga menjadi 'ahsanu amala". Katakanlah (Muhammad), "Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (3:31).

Para MC hari-hari besar Islam juga suka mendapat kritik dan dianggap salah karena dituduh dengn Bershalawat itu meminta syafaat pada beliau bukan kepada Allah, sebenarnya tidak seluruhnya tuduhan itu tepat, mungkin bahasanya perlu dibimbing agar terhindar dari yang dituduhkan, mungkin dengan kalimat, "marilah kita membaca shalawat kepada baginda nabi besar Muhammad saw, semoga di akhirat nanti kita mandapat syafaat dari Allah swt". Bolehkah dengan kalimat "...semoga di akhirat nanti kita mendapatkan syafaat dari rasulullah saw"?. Itulah yang suka dipermasalahkan oleh yang mempermasalahkan. Para ulama kita selama ini tak ada persoalan, meski terus kita berta'lim dan siap untuk diluruskan dan  meluruskan apa yang memang belum sesuai, kesempurnaan hanya milik Allah. Wallahu a'lam. (elang bakhrudin)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun