Pendidikan merupakan satu dari sekian bidang yang terkena dampak Covid-19. Dampak dari virus ini menyerang bahkan seluruh sistemnya.
Guru dan siswa diwajibkan melaksanakan pembelajaran dari rumah secara online. Tetapi ada beberapa tempat dan situasi yang tidak memungkinkan untuk dilaksanakannya pembelajaran secara online. Karena itu digunakan cara lain untuk menilai hasil belajar siswa.
Saat ini merupakan waktu dimana penilaian akhir semester sedang berlangsung. Tugas-tugas maupun ujian secara daring dilakukan hampir di seluruh tingkatan pendidikan, baik SD, SMP, SMA, maupun mahasiswa.
Namun satu hal yang menarik adalah tentang bagaimana sistem penilaian yang dilakukan guru kepada siswa. Tentu suatu hal yang cukup sulit mengingat kondisi pandemi saat ini.
Sistem kurikulum pendidikan nasional mewajibkan penilaian dilakukan pada tiga aspek, yaitu aspek sikap, keterampilan, dan aspek pengetahuan. Ketiga aspek ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Pembelajaran secara daring ada dampak positif dan negatifnya. Namun di tengah situasi saat ini, sepertinya kebanyakan kita kurang melihat dan malah mengabaikan dampak negatifnya---tidak ada solusi lain selain pembelajaran berbasis online.
Salah satu dampak negatif dari pembelajaran online ini adalah adanya sistem tunggangan atau yang sering disebut dengan istilah "joki". Penyebabnya adalah sistem kontrol yang sulit dilakukan oleh guru dan tuntutan nilai yang harus dipenuhi siswa.
Sistem joki atau tunggangan ini sedang marak di kalangan pelajar. Banyak contoh kasus maupun alasan dibalik lumrahnya cara ini.
Pembelajaran online dikeluhkan oleh banyak siswa. Penyebabnya adalah banyak sekali tugas yang diberikan oleh guru; apalagi siswa SMP maupun SMA yang sudah menggunakan sistem mata pelajaran. Tugas-tugas itu pun harus diselesaikan dengan batas waktu tertentu. Acap kali deadline-nya hampir bersamaan sehingga para siswa sering kelabakan.
Di sisi lain, sistem pembelajaran online cukup sulit. Hal ini membuat cukup banyak pelajar yang tidak paham dengan materi yang disampaikan. Ibaratnya ekpektasi guru segunung, sedangkan yang mampu dilakukan siswa sebukit.
Hal makin menyusahkan siswa adalah tugas atau ujian yang diberikan juga tidak tanggung-tanggung. Contohnya, bagi sebagian besar siswa, pelajaran fisika atau matematika merupakan momok yang menakutkan.Â