Mohon tunggu...
Eko Wurianto
Eko Wurianto Mohon Tunggu... Guru - Si Tukang Ngeteh

Seneng Ngeteh dan Ngobrol Ngalor Ngidul

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Buang-Buang Makanan

30 September 2023   16:02 Diperbarui: 30 September 2023   16:08 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampah Makanan oleh Eko Wurianto

Dasar rezeki nomplok. Malam ini pos ronda dapat kiriman nasi kotak dari Bu Pingki. Jadwal ronda kami malam ini bertepatan dengan seribu hari meninggalnya suami Bu Pingki. Selepas magrib tadi kami sudah ikut kondangan di rumahnya. Tapi makanan mungkin masih tersisa. Dikirimlah sisa makanan itu ke pos ronda.

"Ada makanan mak nyus begini kok perut lagi kenyang-kenyangnya ya." kata Ngatimin dingklik sambil mengelus-elus perutnya. Satemo Dokar membuka kotak nasi di hadapannya. Ada sebongkah besar dhadha menthok coklat kehitaman. Sedikit lalapan dan sambel tomat yang mblekoh. Pasti nyamleng kalau dimakan. Tapi seperti Ngatimin Dingklik, ia juga sudah kenyang setelah makan di rumah Bu Pingki.

"Ya kalau sudah kenyang nggak usah dimakan sekarang to Min. Biar mulut kita masih karep, masih ingin makan saja, tapi kalau perut sudah nggak muat malah nggak enak."

"Betul yang bikin makanan jadi enak itu lak bukan hanya lauknya. Tapi juga kalau kita sedang lapar-laparnya."

"Atau ditunggu sejam lagi Min. biasanya wetenge wis amblong, perut sudah mulai agak kosong, jadi bisa diisi lagi."

"Orang-orang yang sudah berumur seperti kita ini sebaiknya menghindari makan-makan di malam hari. Nggak baik buat kesehatan. Bisa bikin kencing manis."

"Yang baik ya disimpan dulu saja untuk besok pagi. Timbang ngeyel dimakan tapi nggak habis."

Tanpa berkata-kata kami sepakat memakannya besok pagi saja. Selanjutnya kami meneruskan obrolan ngalor ngidul. Jalanan semakin sepi. Pintu-pintu rumah sudah banyak yang tutup. Jam 10 malam, Sastro Carik memukul tiang listrik sebanyak sepuluh kali. Selang sepuluh menitan, terdengar suara kentongan yang dipukul berirama. Itu kentongan penjual nasi goreng keliling. Orang-orang sini memanggilnya Pak Serka. Itu nama asli atau tidak, tidak ada yang tahu.

Nama itu dipopulerkan oleh anak-anak nongkrong yang menjadi langganan nasi goreng keliling itu. Menurut saya, itu bukan nama asli. Di gerobak nasi goreng itu terdapat tulisan berbahasa Inggris yang sedikit salah, ditulis dengan cat yang mencolok berbunyi "Fried Rais, Circa 1984"

Tulisan Fried Rais-nya kecil. Yang besar malah tulisan Circa 1984. Mungkin karena itulah anak-anak nongkrong itu memanggilnya Pak Serka. Diambil dari kata circa  itu tadi. Tapi kalau menurut anakku, nama sebetulnya dari penjual nasi goreng itu adalah Rais. Makanya di gerobaknya ditulis Fried Rais. Tulisan yang seharusnya tertulis RICE, karena ingin menonjolkan nama penjualnya, sengaja ditulis RAIS. Entah siapa yang benar, tapi nasi goreng Pak Serka memang top markotop. Enak sekali.

Hanya seminggu sekali Pak Serka lewat di kampung saya. Alasannya ya itu tadi. Karena nasi gorengnya enak, pelanggan Pak Serka ini banyak sekali. Pak Serka berusaha agar semua pelanggannya bisa menikmati nasi gorengnya itu. Alhasil, kampung kami hanya kebagian jatah seminggu sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun