Mohon tunggu...
Eko Riyanto
Eko Riyanto Mohon Tunggu... -

Anak Negeri, yang mencoba berguna untuk dunia, spesialnya Indonesia dan orang-orang di sekitarku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Mbah Pawiro, Guru Besar Baruku

4 Februari 2012   10:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:04 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1328351533336345551

[caption id="attachment_168334" align="aligncenter" width="435" caption="Image ( doc.pribadi )"][/caption]

Rasa lapar dan keroncongan dalam perutku semakin kurasakan, di saat sampai depan rumahku. Nasi yang pas habis di meja makan pun semakin menambah rasa kecewaku saat akan aku ambil untuk jatah makan siang. Sebenarnya, ini memang salahku juga. Andai saja saat pulang tadi mampir di warung soto, tentunya tidak akan selapar saat ini. Remote TV pun langsung aku pegang. Chanel Metro TV dengan spontan langsung aktif setelah tombol On pada remote aku tekan. Rasa bosan, jengkel pun langsung menghinggapi di pikiranku. Mengetahui, dari kemarin-kemarin tayangan tentang berbagai penyalahgunaan uang negara selalu saja dilakukan oleh pejabat-pejabat tinggi negara. Lebih tepatnya tentang pengadaan Banggar DPR yang memakan miliran rupiah. Di mana hukumannya pun, selalu berbelit-belit dan selalu molor waktu. Berbeda dengan kasus sandal jepit yang secara tiba-tiba langsung terdengar kabar tentang hukumannya yang dengan cepatnya membuat iri seluruh rakyat negeri ini. Suasana panas dalam ruangan, akhirnya memaksaku untuk jalan-jalan keluar. Pinggir sawah, akhirnya tempat yang aku tuju. Meski sambil menahan rasa lapar juga. Sambil menggeleng-nggelengkan ke kanan kiri kepalaku, yang disebabkan rasa pegal di leher. Bola mataku menangkap suatu pemandangan yang membuatku penasaran. Tepatnya, dia seorang nenek tua yang umurnya pun aku taksir tujuh puluhan tahun. Dengan penuh antusia aku dekati saja nenek itu. Mbah Pawiro ternyata, namanya. Sambil ikutan duduk di sampingnya, tidak lupa Nokia E71-ku aku keluarkan. Satu jepretan dengan tepat dapat aku ambil untuk sebuah dokumentasi moment langka dalam hidup ini. Perbincanganku dengannya pun berlanjut normal. Sambil mengeluarkan bagor dan plastic berwarna putih, Mbah Pawiro mencoba mengumpulkan sisa-sisa padi dari para petani yang sudah selesai setelah kurang lebih beberapa hari. Namun dengan tekun, dia mencoba memilah-milah untuk mencari padi yang masih berisi di antara yang kopong. Dengan penuh kesabaran dan sedikit tersenyum, aku perhatikan gerak-geriknya mencoba memasukkan padi berisi yang berhasil, ia perolehnya. Tidak terasa rasa laparku yang tadi terasa melilit perutku menjadi hilang secara seketika, saat berbincang dan melihat jerih payah Mbah Pawiro yang dengan semangat mencoba mencari padi untuk menyambung hidupnya. Dalam hati, tadinya aku sangat penasaran. Mengapa Mbah Pawiro ini bias sampai melakukan seperti ini. Usut punya usut aku pun mencoba bertanya dengan perlahan, seolah merasakan yang dia rasakan. Kepergian ketiga anak-anaknya, yang merantau di luar pulau, mau tidak mau mengharuskan Mbah Pawiro melakukan ini. Ditambah ketidak memilikinya lahan sawah untuk bertani. Sungguh terasa bersyukur sekali aku dengan kejadian ini. Dengan spontan guru besar nyata dadakan aku peroleh untuk memahami arti dari sebuah rasa kekurangan atau pun musibah. Ternyata, apa yang aku rasakan belum merupakan titik rendah yang dirasakan oleh orang lain. Misalnya, Mbah Pawiro yang berada di depanku ini. Tidak lupa rasa terima kasih, langsung aku ucapkan dalam hati kepada Sang Pencipta, atas apa yang aku rasakan. Yakni, kelaparan. Ya, kelaparan yang mungkin dalam hitungan jam pun akan terjawab jika orang tuaku menanak nasi lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun