Mohon tunggu...
Eko Raharto
Eko Raharto Mohon Tunggu... Dosen | Entrepreneur | Penulis

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dan amal kebaikan (jariyah) bagi penulis..Aamiin

Selanjutnya

Tutup

Surabaya

Posisi "Branding City" Kabupaten Bondowoso

19 Mei 2025   22:34 Diperbarui: 19 Mei 2025   22:34 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur Jawa Timur, Ibu Khofifah Indar Parawansa sedang memetik kopi di Perkebunan kopi  Bondowoso (Sumber: Antaranews. com).

Kelahiran branding Bondowoso Republik Kopi (BRK) pada tanggal 22 Mei 2016 menjadi awal sejarah gaungnya Kabupaten Bondowoso sebagai kota kopi. Meskipun sejak zaman kolonial belanda sudah terkenal sebagai salah satu  daerah penghasil kopi terbaik di Indonesia, branding city tersebut menjelma menjadi brand marketing yang mampu menyedot animo masyarakat luas untuk lebih mengenal dan mengenalkan kopi Bondowoso ke tingkat nasional hingga ekspor ke luar negeri,hal demikian tidak bisa diabaikan begitu saja. Itu semua adalah prestasi besar dan fenomenal yang bisa diukir Bondowoso di kancah internasional, dimana mampu meningkatkan pendapatan sektor pertanian-perkebunan kopi rakyat, usaha cafe menjamur bak cendana di musim hujan, serta geliat wisata yang meningkat pesat. Even pameran "KOPI NUSANTARA" yang rutin dilaksanakan Pemda Bondowoso setiap tahunnya menjadi magnet wisatawan pencinta kopi nusantara, mereka  rela singgah di Bondowoso hanya untuk menikmati seduhan kopi terbaik dari para petani lokal kualitas ekspor.

Namun pencapaian gemilang branding city Bondowoso sebagai Republik Kopi seakan sirna di telan bumi, penyebab utamanya tak lain karena pergantian pimpinan kepala daerah (Bupati). Ganti pejabat, ganti kebijakan sudah mendarah daging bagi para pemangku kekuasaan di Indonesia, tidak terkecuali di Bondowoso. Sesuatu yang sangat disayangkan. Apa salahnya jika meneruskan program yang baik dan menambah program baru yang lebih baik? tapi kita semua tahu jawabannya, itu semua soal politik. 

Sebagai warga pendatang dari Brebes yang menikahi gadis (jebbhing) Bondowoso pada tahun 2019, tentu saya tidak sepenuhnya paham dengan branding city Bondowoso Republik Kopi (BRK), akan tetapi sebelum saya berdomisili di Bondowoso, sudah sering mendengar dan membaca informasi di media sosial tentang kesuksesan Bondowoso membranding diri sebagai salah satu penghasil kopi terbaik di Indonesia, tentu sangat menginspirasi dan membanggakan, atau bahkan promosi "mouth to mouth" juga kerap dilakukan teman-teman asal Bondowoso, hal ini menambah keyakinan bahwa Bondowoso telah sukses mengintegrasikan wisata, kesejahteraan petani kopi rakyat(sektor hulu), dan para pelaku usaha cafe (sektor hilir) dalam secangkir Kopi Bondowoso. 

Namun sejak tahun Januari 2019 hingga sekarang (Mei 2025) berdomisili di Bondowoso, kebesaran dan keberhasilan branding city Bondowoso Republik Kopi (BRK) seakan mulai redup, jika ingin dihidupkan kembali, pastinya butuh keseriusan pemerintah daerah dalam memberikan pendampingan kepada petani kopi, pelaku usaha caffe atau UMKM, dan mempromosikan secara masif melalui festival kopi tahunan dan media sosial. 

Saatnya bagi Bondowoso untuk memposisikan diri dengan branding city yang kuat dan luas. Karena kenyataannya, sekarang Bondowoso tidak mempunyai branding city yang kuat, Bondowoso Republik Kopi (BRK) sudah memudar, julukan kota tape pun masih diragukan, baik dari segi kuantitas petani singkong yang diberdayakan, apakah yakin data petani singkong lebih banyak dari petani kopi? apakah yakin bahwa pelaku usaha tape lebih banyak dari pelaku usaha cafe kopi?. Dari segi kualitas? apakah yakin nilai ekonomis tape lebih baik dari kopi?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah sepatutnya menjadi pertimbangan pemerintah daerah Bondowoso dalam membranding kotanya. Apalagi branding kota tape bukan hanya dimiliki oleh Bondowoso, tetapi julukan kota tape juga melekat pada Kota Bandung, Jawa Barat.

Belum lagi dengan munculnya promosi wisata  Ijen Geopark yang sedang gencar-gencarnya, hampir di semua instansi pemerintah terpasang papan informasi dan banner  keikutsertan berpartisipasi mensukseskan program Ijen Geopark. Sudahkah masyarakat Bondowoso mengetahui program Ijen Geopark? manfaat apa yang akan diperoleh masyarakat? sejuh mana keterlibatan dan pemberdayaan masyarakat sekitar objek wisata Ijen Geopark?. Hanya khawatir saja, jika program Ijen Geopark tidak menyentuh kebutuhan masyarakat dan kurang berdampak luas bagi masyarakat. Belum lagi harus bersaing ketat dengan Banyuwangi yang sama-sama memiliki hak atas Ijen Geopark (khususnya gunung Ijen).

Renungkan dan pikirkan kembali mengenai branding city, supaya memberikan manfaat bagi masyarakat, pelaku usaha, dan sektor wisata. Jika yakin dengan Bondowoso Republik Kopi (BRK) baik, ayo hidupkan kembal, atau memilih branding city Bondowoso menjadi Kota Tape, ya berdayakan para petani singkong, tambah luas lahan dan tingkatkan produktivitas singkong, tingkatkan nilai jual dan kualitas produk olahan tapenya agar layak jadi produk unggulan dan kualitas ekspor, semua itu harus dilakukan supaya legit dan manisnya bisa dirasakan masyarakat Bondowoso. Please, dibutuhkan keberanian pemerintah daerah dan dukungan seluruh masyarakat, untuk mampu mencium aroma harum kopi khas Bondowoso dan merasakan legitnya tape Bondowoso.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Surabaya Selengkapnya
Lihat Surabaya Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun