JAKARTA -- Sejumlah pakar hukum dan politik di dalam negeri mengkritik tajam pernyataan Jaksa Agung yang menyebut Ketua Umum (Ketum) Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (Hary Tanoe) sebagai tersangka kasus SMS. Diangkatnya kasus ini oleh Jaksa Agung disinyalir mengandung unsur politik.
Dilain sisi, Jaksa Yulianto merasa terancam atas pesan singkat yang diterimanya dari Hary Tanoe. Sedangkan sejumlah pakar menilai tidak ada kata-kata atau kalimat mengandung unsur mengancam sebagaimana yang dikatakan oleh Jaksa Yulianto. Berikut Analisa sejumlah pakar terkait pesan singkat Hary Tanoe:
1. Pakar hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad
"Bisa saja itu sebagai peringatan untuk bekerja lebih baik. Kalau dianggap mengancam itu tidak dalam kapasitas beliau, masak untuk menyelesaikan masalah begitu. Saya kira dengan reputasi yang begitu terpercaya maka tidak akan menggunakan cara-cara seperti itu untuk menyelesaikan masalah"
2. Pakar hukum pidana dari UNPAD Bandung, Romli Atmasasmita
"Warning atau peringatan itu berbeda dengan ancaman. Masa orang memberi peringatan tidak boleh. Warning atau peringatan itu bukan suatu tindak pidana. Jadi (tuduhan Jaksa Yulianto) belum memenuhi syarat,"
3. Ketua Presedium Kejaksaan Watch Syamsuddin Rajab
"Jadi sebagai pimpinan tertinggi di Kejaksaan, sebagai lembaga negara yang bertugas dalam penuntuan berbagai kasus, khususnya kasus pidana seharusnya Jaksa Agung HM Prasetyo menjaga mulutnya dan jangan ngomong ngawur dan di luar konteks hukum,"
4. Pakar linguistik Universitas Indonesia (UI) Frans Asisi Datang
"Unsur-unsur tersebut tidak ada dalam isi SMS Hary Tanoe. Tidak ada kata-kata itu. Harus bedakan mengancam dengan memberitahukan atau mengingatkan. Kalau kata 'abuse of power' itu dirasa ancaman, salah. Justru Hary Tanoe itu ingin memberantas orang-orang yang seperti itu,"
5. Dewan Pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Habiburrokhman