Mohon tunggu...
Eko Nur Cahyanto
Eko Nur Cahyanto Mohon Tunggu... UIN Raden Mas Said Surakarta

anak kaki gunung 🗻

Selanjutnya

Tutup

Hukum

UAS General Riview Materi Hukum dan Masyarakat

10 Juni 2025   19:55 Diperbarui: 10 Juni 2025   19:55 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Materi 1: Hukum dan Masyarakat -- Sosiologi Hukum

Hukum adalah seperangkat aturan yang mengatur perilaku manusia demi ketertiban dan keadilan, sementara masyarakat menjadi tempat hukum berlaku dan berkembang. Sosiologi hukum hadir sebagai pendekatan untuk memahami hukum dalam praktik (law in action), bukan hanya aturan tertulis. Ilmu ini mengkaji hubungan hukum dengan aspek sosial, budaya, ekonomi, dan psikologis. Melalui pendekatan ini, sosiologi hukum membantu menilai efektivitas hukum serta memahami ketaatan dan pelanggaran hukum berdasarkan nilai-nilai sosial yang hidup dalam masyarakat.

Materi 2: Hukum dan Kenyataan Masyarakat

Kajian hukum dan kenyataan masyarakat menyoroti kesenjangan antara hukum ideal dan penerapannya. Dalam praktik, hukum sering tidak berjalan sebagaimana mestinya karena rendahnya pemahaman dan kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum mencakup pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap hukum, sementara kepatuhan dapat didorong oleh sanksi, norma sosial, atau nilai pribadi. Beberapa kendala penerapan hukum meliputi kurangnya edukasi hukum, budaya lokal yang bertentangan dengan hukum positif, serta ketimpangan dalam sistem peradilan, yang semuanya memengaruhi efektivitas hukum di masyarakat.

Materi 3: Yuridis Empiris dan Yuridis Normatif

Penelitian hukum memiliki dua pendekatan utama: yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif menelaah hukum sebagai norma tertulis dengan fokus pada analisis ideal, logis, dan sistematis. Sebaliknya, pendekatan yuridis empiris mengkaji hukum sebagai gejala sosial, menyoroti penerapannya dalam kehidupan nyata dengan mempertimbangkan faktor budaya, psikologi, dan interaksi sosial. Dalam sosiologi hukum, integrasi kedua pendekatan ini penting untuk memperoleh pemahaman hukum yang lebih komprehensif, kontekstual, dan relevan dengan dinamika masyarakat.

Materi 4: Mazhab Pemikiran Hukum (Positivisme)

Mazhab positivisme hukum memandang hukum sebagai aturan tertulis yang ditetapkan negara, bersifat tegas dan terpisah dari moral atau keadilan. Hukum dianggap sah jika dibuat oleh lembaga berwenang, tanpa memperhatikan nilai keadilannya. Tokoh utama seperti John Austin menyatakan bahwa hukum adalah perintah penguasa yang disertai sanksi. Positivisme menekankan hukum sebagai produk rasional dan objektif, terlepas dari nilai sosial. Namun, pendekatan ini dikritik karena mengabaikan konteks sosial, keadilan substantif, dan realitas masyarakat, sehingga dinilai terlalu kaku dan formalistik dalam memahami hukum.

Materi 5: Mazhab Pemikiran Hukum (Sociological Jurisprudence)

Mazhab Sociological Jurisprudence memandang hukum sebagai bagian dari kehidupan sosial yang dinamis, bukan sekadar aturan tertulis. Hukum harus selaras dengan realitas masyarakat dan berubah seiring perkembangan sosial. Eugen Ehrlich memperkenalkan konsep living law, yaitu hukum yang hidup dan dijalankan dalam masyarakat, berbeda dari law in books. Roscoe Pound menekankan bahwa hukum harus menjadi alat rekayasa sosial (social engineering) untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan. Mazhab ini menekankan pentingnya memahami konteks sosial, budaya, dan kebutuhan masyarakat dalam pembentukan dan penerapan hukum.

Materi 6: Living Law dan Utilitarianisme

Konsep Living Law oleh Eugen Ehrlich menekankan bahwa hukum sejati adalah hukum yang hidup dalam masyarakat, sesuai dengan kebiasaan, nilai, dan praktik sehari-hari, bukan sekadar aturan tertulis. Sementara itu, Utilitarianisme yang dipelopori Jeremy Bentham dan John Stuart Mill menilai hukum berdasarkan asas kemanfaatan terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Hukum dianggap baik jika menghasilkan kebahagiaan dan manfaat sosial luas. Kedua konsep ini menekankan pentingnya hukum yang responsif terhadap kondisi nyata masyarakat, dilihat tidak hanya secara legalistik, tetapi juga secara fungsional dan sosial.

Materi 7: Pemikiran Emile Durkheim dan Ibnu Khaldun

Emile Durkheim memandang hukum sebagai cerminan solidaritas sosial. Ia membedakan solidaritas mekanik dalam masyarakat tradisional (dengan hukum represif) dan solidaritas organik dalam masyarakat modern (dengan hukum restitutif), menunjukkan bahwa hukum berkembang seiring kompleksitas sosial. Ibnu Khaldun mengemukakan konsep ashabiyah (solidaritas sosial) sebagai dasar terbentuknya kekuasaan dan hukum, serta menekankan peran budaya dan agama dalam sistem hukum. Keduanya menegaskan bahwa hukum tidak terpisah dari kondisi sosial dan budaya, melainkan berkembang mengikuti dinamika masyarakat dan kekuasaan yang ada.

Materi 8: Pemikiran Hukum Max Weber dan H.L.A. Hart

Max Weber memandang hukum sebagai bagian dari proses rasionalisasi masyarakat modern. Ia mengklasifikasikan hukum menjadi empat tipe: tradisional, kharismatik, formil-rasional, dan substantif-rasional. Hukum modern menurutnya bersifat formil-rasional---logis, sistematis, dan universal. Sementara itu, H.L.A. Hart menekankan pentingnya rule of recognition sebagai dasar keabsahan hukum. Ia membedakan antara aturan primer (mengatur perilaku) dan sekunder (mengatur pembentukan dan penerapan aturan). Hart menolak pandangan hukum sebagai sekadar perintah, dan menegaskan perlunya struktur hukum yang kompleks serta legitimasi sosial. Keduanya memperkaya pemahaman tentang hukum dalam masyarakat modern.

Materi 9: Effectiveness of Law

Efektivitas hukum mengukur sejauh mana hukum dapat dijalankan dan ditaati dalam masyarakat untuk mencapai tujuan seperti ketertiban, keadilan, dan perlindungan hak. Faktor yang memengaruhi efektivitas hukum meliputi substansi hukum (kejelasan dan keadilan aturan), struktur hukum (kompetensi lembaga dan aparat), serta kultur hukum (kesadaran dan sikap masyarakat terhadap hukum). Tingkat kepatuhan masyarakat dan komitmen penegak hukum juga sangat berpengaruh. Jika hukum tidak sejalan dengan nilai sosial atau penegakannya lemah, maka penerapannya akan sulit berjalan efektif. 

Materi 10: Law and Social Control (Hukum dan Pengendalian Sosial)

Peran hukum sebagai alat pengendalian sosial (social control) bertujuan untuk menjaga keteraturan, mencegah penyimpangan, dan menegakkan norma yang berlaku. Hukum bekerja melalui aturan tertulis yang disertai sanksi, sehingga masyarakat terdorong untuk taat demi menghindari hukuman. Maka sebagai bentuk pengendalian sosial secara formal dilakukan oleh lembaga resmi dan perlu beriringan dengan kontrol sosial secara non-formal seperti norma adat, agama, dan nilai moral masyarakat..

Materi 11: Legal Pluralism (Pluralisme Hukum)

Konsep pluralisme hukum mengacu pada keberadaan berbagai sistem hukum yang hidup berdampingan dalam satu masyarakat atau negara. Di Indonesia, misalnya, terdapat hukum negara, hukum adat, dan hukum agama seperti hukum Islam, yang semuanya berperan mengatur kehidupan masyarakat. Pluralisme muncul karena keragaman budaya, agama, dan sejarah kolonial, serta kebutuhan hukum yang berbeda antar komunitas. Tantangannya adalah menciptakan harmoni antar sistem hukum, menghindari konflik norma, dan memastikan keadilan serta kepastian hukum. Negara perlu mengakomodasi pluralitas ini lewat kebijakan inklusif yang responsif terhadap realitas sosial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun