Mohon tunggu...
Eko Nur Cahyanto
Eko Nur Cahyanto Mohon Tunggu... UIN Raden Mas Said Surakarta

anak kaki gunung 🗻

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pemikiran Max Weber dan H.L.A. Hart dalam Konteks Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia

9 Juni 2025   05:45 Diperbarui: 9 Juni 2025   07:34 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemikiran Max Weber dan H.L.A. Hart tetap sangat relevan dalam konteks hukum masa kini, termasuk di Indonesia. Weber, dengan konsep rasionalisasi dan birokrasi hukum, membantu kita memahami bagaimana sistem hukum modern dibangun di atas struktur yang terorganisir dan prosedural, sehingga menciptakan kepastian dan keteraturan dalam masyarakat. Hal ini tercermin dalam sistem hukum Indonesia yang semakin mengedepankan tata kelola yang transparan dan akuntabel, khususnya dalam regulasi sektor-sektor penting seperti ekonomi syariah. Sementara itu, H.L.A. Hart dengan teori aturan primer dan sekunder memberikan kerangka analisis tentang bagaimana hukum tidak hanya mengatur perilaku masyarakat, tetapi juga menyediakan mekanisme untuk mengubah, menafsirkan, dan menegakkan aturan hukum itu sendiri. 

Pemisahan antara hukum dan moral menurut Hart juga masih menjadi perdebatan penting, terutama ketika nilai-nilai agama seperti dalam ekonomi syariah diintegrasikan ke dalam hukum positif. Kedua pemikiran ini saling melengkapi dalam menjelaskan dinamika hukum yang harus tetap rasional, terstruktur, dan terbuka terhadap nilai-nilai sosial yang berkembang, sehingga hukum dapat berfungsi efektif dan adaptif di tengah perubahan masyarakat yang semakin kompleks.

Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia dapat dianalisis secara komprehensif melalui lensa pemikiran Max Weber dan H.L.A. Hart. Dari perspektif Weber, kemajuan ekonomi syariah di Indonesia mencerminkan proses rasionalisasi hukum, di mana regulasi dan lembaga-lembaga seperti OJK Syariah, DSN-MUI, serta sistem perbankan syariah dibangun secara birokratis dan terstruktur untuk menciptakan keteraturan serta legitimasi dalam praktik ekonomi berbasis syariah. Proses ini sesuai dengan tipologi hukum formal-rasional Weber, di mana aturan-aturan ekonomi syariah tidak hanya didasarkan pada nilai-nilai agama, tetapi juga diformalkan ke dalam sistem hukum nasional yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Sementara itu, melalui kerangka H.L.A. Hart, perkembangan hukum ekonomi syariah dapat dilihat dari bagaimana aturan-aturan primer (seperti larangan riba dan kewajiban zakat) diatur secara hukum positif, dan aturan-aturan sekunder (seperti prosedur sertifikasi halal, pengesahan fatwa, serta mekanisme penyelesaian sengketa syariah) memberikan kepastian dan mekanisme penegakan hukum yang efektif. Hart juga menyoroti tantangan integrasi antara hukum dan moralitas, yang dalam konteks ekonomi syariah Indonesia tampak pada upaya merumuskan regulasi yang tetap berlandaskan prinsip-prinsip syariah namun juga memenuhi standar hukum nasional. Dengan demikian, pemikiran Weber dan Hart membantu menjelaskan bahwa keberhasilan pengembangan hukum ekonomi syariah di Indonesia sangat bergantung pada kemampuan sistem hukum untuk bersifat rasional, birokratis, serta adaptif terhadap nilai-nilai sosial dan agama yang hidup di masyarakat.

HES 4D_232111142

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun