Mohon tunggu...
Erlangga Kurniawan
Erlangga Kurniawan Mohon Tunggu... Konsultan - Pengacara dan Likuator

Praktisi Hukum dalam Industri Listrik dan Pertambangan, Litigasi dan Penyelesaian Sengketa Komersial

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Konsep Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Indonesia

29 Januari 2020   19:18 Diperbarui: 29 Januari 2020   19:22 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam kriminologi kejahatan Korporasi sebagai Corporate Crime merupakan bagian dari kejahatan kerah putih White Collar Crime (WCC), dan WCC sendiri telah diperkenalkan oleh pakar kriminologi terkenal yaitu Edwin.H Sutherland. Istilah WCC tersebut disampaikan oleh Amerika Serikat pada tahun 1949 dengan batasan sebagai berikut : suatu pelanggaran pidana oleh seseorang dari kelas sosial ekonomi atas, dalam pelaksanaan kegiatan jabatannya. Kemudian Perdebatan yang muncul menyangkut tentang apa yang dimaksud dengan Corporate Crime, karena dalam rumusan tersebut yang dimaksud dengan oleh seseorang dalam pelaksanaan kegiatan jabatannya, merupakan pengurus perusahaan atau korporasi. Meskipun konsep WCC tetap menekankan tanggung jawab pidana pada pelaku (manusia), namun tujuan akhir dari konsep tersebut adalah menarik pertanggung jawaban pidana kepada perusahaan atau Korporasi tempat pelaku (manusia) tersebut bekerja.

Rumusan tersebut juga ditambahkan dengan unsur kepercayaan, karena perusahaan sebagai entitas binis dianggap telah diberikan suatu kepercayaan dari masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi secara jujur dan beritikad baik, hal tersebut dinamakan etika bisnis. Perusahaan yang melakukan kegiatan yang merugikan masyarakat seperti melakukan penipuan dan kolusi sesungguhnya telah menyalah gunakan kepercayaan dan kegiatan tersebut termasuk pada pengertian WCC.

Namun dengan telah diterimanya suatu korporasi sebagai subjek hukum pidana di Indonesia, tidak kemudian menjamin bahwa pelaksanaan pemidanaan korporasi dan atau pertanggungjawaban korporasi dapat dijalankan dengan mulus di Indonesia. pertanyaan yang timbul sehubungan dalam pelaksanaan pemidanaan korporasi adalah bagaimana mengkonstruksikan perbuatan pengurus atau orang lain yang harus dikonstruksikan sebagai perbuatan Korporasi dan pertanyaan selanjutnya adalah adalah tentang kesalahan Korporasi. Guna mendapat jawaban atas pertanyaan tersebut perlu untuk memahami pemikiran pemikiran negara eropa yang digagas dalam rancangan KUHAP Nasional.

Merujuk pada bahan kepustakaan di Inggris, sejak tahun 1944 telah mantap pendapat bahwa suatu Korporasi dapat bertanggung jawab secara pidana, baik sebagai pembuat atau peserta untuk tiap delik, meskipun disyaratkan adanya mensrea dengan menggunakan asas identifikasi.Menurut asas tersebut perbuatan pengurus dan atau pegawai suatu korporasi diidentifikasi (dipersamakan) dengan perbuatan Korporasi itu sendiri. Ajaran ini mendasarkan pada pemikiran bahwa apa yang dilakukan oleh pengurus harus dapat dipertanggung jawabkan kepada badan hukum, karena pengurus dalam bertindak tidak melakukan atas hak dan kewenangannya sendiri, tetapi atas hak atau kewenangan badan hukum atau korporasi yang bersangkutan. Dengan demikian, maka Korporasi tidak dapat melepaskan kesalahan yang dilakukan oleh pengurus, kesalahan atau kelalaian pengurus harus dianggap sebagai kesengajaan dan kelalaian Korporasi. Pemikiran dari konsep hukum tanggung gugat dalam hukum perdata dapat pula diambil alih kedalam hukum pidana.

Dalam literature ilmu hukum pidana modern dalam lingkungan sosial ekonomi, seorang pembuat tidaklah perlu selalu melakukan perbuatan tindak pidana itu secara fisik, dapat saja dilakukan oleh pegawainya dan karena perbuatan Korporasi selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia, maka pelimpahan pertanggungjawaban dari perbuatan manusia tersebut menjadi perbuatan korporasi, dapat dilakukan apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh manusia yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur Korporasi. Sehingga dengan demikian seharusnya kesalahan manusia tersebut dianggap sebagai kesalahan Korporasi.

Pada uraian diatas telah disampaikan bahwa selain Asas Identifikasi kita dapat melihat kedudukan fungsional pelaku dalam korporasi guna melihat kesalahan atau kelalaian Korporasi. Terhadap pelaku yang juga merupakan pengurus dan atau orang yang tunduk pada Anggaran Dasar Korporasi (PT), teori fungsional pelaku dapat digunakan namun pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mengindentifikasi perbuatan yang dilakukan oleh manusia atau Korporasi lainnya yang tidak berhubungan dengan korporasi yang dituduh melakukan tindak pidana, sebagai jawaban atas pemikiran tersebut, dapat menggunakan Kontruksi hukum lembaga perwakilan sebagaimana yang dikenal dalam hukum perdata dan konsep pemberian kuasa dapat digunakan. Sehingga dapat dilihat secara nyata pemberi perintah atau arahan dari orang dalam Korporasi. Sehingga perbuatan orang yang mendapat kuasa tersebut dapat dipertanggung jawabkan kepada Korporasi yang dituduhkan melakukan tindak pidana.

Kemudian membicarakan mengenai alasan penghapusan pidana (kesalahan) oleh Korporasi dan kesalahan yang dilakukan oleh manusia baik pengurus maupun orang lain yang menjalankan kuasa, dapat dipahami dengan pemikiran sebagai berikut.

Mengacu pada asas tiada pidana tanpa kesalahan, menurut Prof. Mardjono Reksodiputro (2007) kesalahan tersebut jangan dibayangkan seperti kesalahan batin (mens rea) pada manusia. Untuk Korporasi pengertian kesalahan harus dilihat dari dapat dicelanya perbuatan tertentu, karena Korporasi mempunyai kemungkinan dalam situasi tertentu untuk bertindak lain (tindakan alternatif) sedangkan tindakan alternatif tersebut secara wajar dapat diharapkan dilakukan oleh Korporasi, akan tetapi perbuatan tersebut tidak dilakukan, sehingga Korporasi dalam situasi tersebut dapat dicela atau disalahkan.

  • KESIMPULAN

Sebagaimana uraian yang disampaikan pada bagian pokok bahasan, diketahui bahwa hukum pidana Indonesia sebenarnya telah menganut ajaran pidana progresif sejak tahun 1951, hal tersebut dimungkinkan dengan syarat bahwa aturan pemidanaan terhadap Korporasi diatur berdasarkan undang undang diluar dari pada KUHP. Dengan diterimanya Korporasi sebagai subjek hukum dalam hukum pidana di Indonesia membuktikan bahwa pertanggungjawaban pidana terhadap Korporasi mungkin untuk dilakukan dalam hal Korporasi melakukan kesalahan maupun kelalaian.

Pemikiran terhadap pertanggungjawaban pidana korporasi pada hukum pidana Indonesia, telah memiliki justifikasi hukum serta didukung dengan asas identifikasi maupun teori fungsional pelaku dan atau lembaga perwakilan yang sebenarnya secara rasional dapat diterima sebagai sebuah gagasan untuk melindungi kepentingan lebih besar dari kejahatan Korporasi. Hanya saja hal pertama kali yang harus disterilisasikan adalah konsep hukum dalam pidana yang menerima manusia sebagai subjek hukum, bukanlah melihat eksistensi manusia yang terdiri dari darah dan daging, akan tetapi diterimanya manusia sebagai subjek hukum pidana dikarenakan keberadaan secara yuridis sebagaimana pendapat Dr. Yusuf Sofie (2011). dengan demikian akan membuka ruang untuk diterimanya korporasi sebagai subjek hukum meskipun dengan pembahasan pembahasan secara mendalam.

Secara sederhana harusnya pengakuan akan eksistensi dan perbuatan badan hukum dalam perdata dapat diterima dalam pemikiran hukum pidana, ketika suatu subjek diakui dapat melakukan perbuatan maka sudah tentu perbuatan tersebut memiliki implikasi baik atau buruk, dan oleh karena tindakan subjek hukum yang merugikan kepentingan orang lain maupun melanggar hukum publik (pidana) sudah tentu korporasi secara kepatutan dan keadilan harus mempertanggungjawabkannya dalam kontek perdata maupun secara pidana. pertanggung jawaban tanggung gugat (respondat superior) dalam hukum perdata, asas identifikasi, maupun teori fungsional pelaku seharusnya menjadi dasar pemahaman bagi para penegak hukum agar dapat mengkonstruksikan serta merelevansikan perbuatan pengurus dan perbuatan korporasi, sehingga upaya penyidikan maupun penuntutan dalam hal menutut pertangggungjawaban pidana terhadap Korporasi dapat terealisir.

  • REFERENSI/DAFTAR PUSTAKA
  1. Adhiyaksana, Yusfidli. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Penyelesaian Kasus Bantuan Likuidasi Bank Indonesia, Tesis Magister Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2008.
  2. Arif, Barda Nawawi. Perbandingan Hukum Pidana, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.
  3. Pramono, Nindyo. Tanggung Jawab dan Kewajiban Pengurus PT (BANK) Menurut UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Volume 5, Desember, 2007.
  4. Reksodiputro, Mardjono. Tindak Pidana Korporasi dan Pertanggung Jawabanya, Pidato Dies Natalis Perngguruan Tinggi Ilmu Kepolisian yang ke 47, Jakarta, 17 Juni 1993.
  5. Sjahdeni, Sutan Remy. Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi, Jakarta: Grafiti Pers, 2006.
  6. Shofie, Yusuf. Tanggung Jawab Pidana Korporasi Dalam Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2011.
  7. Peraturan Perundang Undangan
  8. Indonesia, Undang Undang Tentang Pengusutan, Penuntutan Dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi, UU Darurat No. 7, LN. No.27, Tahun 1955, TLN. No. 801.
  9. Sumber dari Internet
  10. Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa.kemdiknas.go.id, (24 Januari 2013), terdapat disitus
  11. Id.wikipedia.org, Pertanggung Jawaban Korporasi, (24 Januari 2013), terdapat disitus < http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanggungjawaban_korporasi>
  12. Nidyo, Pramono. Tanggung Jawab dan Kewajiban Pengurus PT (BANK) Menurut UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Volume 5 (Desember 2007): Hlm.15
  13. Yusfidli, Adhiyaksana. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Penyelesaian Kasus Bantuan Likuidasi Bank Indonesia, Tesis Magister Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2008. Hlm. xiv
  14. Sutan Remy Sjahdeni, Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi, Grafiti Pers, Jakarta, 2006, Hlm. 4
  15. Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa.kemdiknas.go.id, (24 Januari 2013), terdapat disitus .
  16. Rudi Prasetya, Perkembangan Korporasi Dalam Proses Modernisasi dan Penyimpangan Penyimpangannya, makalah pada Seminar Nasional Kejahatan Korporasi, diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro di Semarang, 23 24 November 1989.
  17. Surat Remy Sjahdeni, Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi, Grafiti Pers, Jakarta, 2006, Cet. II, Hlm.43
  18. Yusuf Shofie, Tanggung Jawab Pidana Korporasi Dalam Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, Hlm. 41
  19. Mardjono Reksodiputro, Tindak Pidana Korporasi dan Pertanggung Jawabanya, (Pidato Dies Natalis Perngguruan Tinggi Ilmu Kepolisian yang ke 47, Jakarta 17 Juni 1993), Hlm. 3
  20. Indonesia, Undang Undang Tentang Pengusutan, Penuntutan Dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi, UU Darurat No. 7, LN. No.27, Tahun 1955, TLN. No. 801, Pasal 15.
  21. Sjahdeni, Op., Cit., Hlm. 45
  22. Pertanggung Jawaban Korporasi, id.wikipedia.org, (24 Januari 2013), terdapat disitus < http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanggungjawaban_korporasi>
  23. Reksodiputro, Op. Cit., Hlm. 7
  24. Barda Nawawi Arif, Perbandingan Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, Hlm. 36
  25. Reksodiputro, Op. Cit., Hlm. 10
  26. Ibid, Hlm. 11

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun