Mohon tunggu...
Eki Putri
Eki Putri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Salah Komunikasi, Salah Reaksi

27 Februari 2017   07:35 Diperbarui: 27 Februari 2017   08:41 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di era sekarang, banyak sekali remaja yang suka membangkang kepada orang tua. Senang berbicara dengan nada tinggi, nada marah, dan seolah tak mendengarkan. Ada sebab ada akibat. Sama halnya dengan cara penyampaian kata-kata yang diucapkan anak kepada orang tua. Biasanya, kesalahan komunikasi penyebabnya.

Cara penyampaian kata-kata yang salah sering dilakukan oleh para orang tua. Terkadang sebagai orang tua, mereka sering mengatakan nada yang tinggi ketika menyuruh anak yang terus-terusan bermain atau berkutat dengan dunianya sendiri. Misalnya ada seorang anak yang sedang bermain handphone, si ibu lantas berkata, “kamu bisanya cuma main hape! Cepat beberes rumah!” si anak pun merasa kesal, kemudian meletakkan hapenya dan mengerjakan pekerjaan rumah dengan sembarangan. Reaksi yang diterima si anak akan berbeda apabila ibu berkata, “main hapenya udahan dulu, sekarang beberes rumah ya.” Anak pun akan senang hati menerima tugas yang diberikan ibunya itu. Pekerjaan rumah pun akan dikerjakan dengan benar.

Kata-kata yang sangat sederhana, apabila terdapat kesalahan konotasi akan mengakibatkan penerimaan yang berbeda pula dari si pendengar. Nada yang tinggi mengakibatkan reaksi yang menimbukan kekagetan dan rasa jengkel. Sedangkan nada rendah cenderung membuat si pendengar akan menerima apa yang dikatakan pengucap.

Saat anak mengatakan sesuatu hal kepada ibunya, lalu si ibu menjawabnya dengan nada tinggi seperti, “Apa sih? Iya apa?” hal tersebut akan membuat anak merasa semakin jengkel. Rasa di hatinya yang awalnya lembut berubah menjadi keras. Lama kelamaan akan semakin keras apabila anak menerima pengucapan dengan nada tinggi terus-terusan. Respon yang buruk akan menghasilkan hati yang buruk. Anak pun semakin merasa bahwa hidupnya telah dipenuhi oleh kekerasan. Dengan secara tidak langsung, apabila si anak berbicara, maka nadanya pun akan menjadi tinggi pula.

Kesalahan pengucapan menghasilkan kekerasan bagi para remaja. Rasa kesal yang dialami oleh anak akan mengakibatkan dendam. Dendam yang terpendam itu lah mengakibatkan anak menjadi keras pula pada teman-temannya. Seperti aksi bully yang akan dilakukan anak sebagai wujud pemuasan dari rasa kesalnya itu. Aksi bully tersebut tentunya akan merembet dan semakin merembet ke hal lain yang lebih serius.

Seharusnya para orang tua berusaha mengerti apabila salah pengucapan dapat mengakibatkan hal  yang buruk pula. Hal yang menurut mereka sepele, akan mengakibatkan hal yang besar. Kesalahan dalam mendidik anak mengakibatkan kesalahan pergaulan yang diterima anak. Karena orang tua adalah manusia yang dianggap paling dewasa, para remaja tak bisa disalahkan sepenuhnya. Mereka masih butuh perhatian dan pendidikan dari para orang tua. Apabila yang diberikan oleh orang tua adalah hal yang keras, tentu perasaan yang mereka miliki akan keras juga. Apabila dari awal mereka sudah menerima kekerasan verbal, tentu kelembutan akan sulit masuk ke dalam hati mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun