Mohon tunggu...
ekayulia ningrum
ekayulia ningrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Sultan Agung

Eka Yulia Ningrum(30802000013), Sastra Iggris-2020(Unissula)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hak Asasi Manusia dalam UUD dan Al-Quran

23 Juni 2021   12:51 Diperbarui: 23 Juni 2021   13:08 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dr. Ira Amelia Maerani; Eka Yulia Ningrum

Dosen FH UNISSULA; Mahasiswa Sastra Inggris, FBIK UNISSULA 

Secara umum hak-hak asasi manusia dinamai dengan hak- hak yang melekat pada manusia sejak lahir. Tanpa dengannya mustahil seseorang dapat hidup sebagai manusia secara utuh. Hak-hak ini berlaku pada setiap umat manusia tanpa memperhatikan faktor- faktor pemisah seperti ras, agama, warna kulit, kasta, kepercayaan, jenis kelamin, atau kebangsaan.

Sejarah HAM memasuki babak baru setelah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengeluarkan Universal Declaration of Human Right (UHDR) yang populer dikenal dengan deklarasi HAM Internasional tahun 1948. Sejak itu, konsep HAM berkembang tidak hanya berkaitan dengan hak politik dan sipil, tetapi juga pada hak-hak ekonomi dan sosial. Mengapa hak-hak asasi manusia menjadi isu global yang saat ini diperbincangkan secara terus menerus, maka jawabannya adalah karena hak asasi manusia merupakan kebutuhan dasar yang diberikan oleh pencipta dan melekat pada diri manusia sejak lahir berupa hak hidup, hak beragama, hak berpendapat, hak berekspresi, hak berpenghidupan yang layak dan sebagainya. Oleh karenanya ia harus dilindungi dan diberikan kebebasan dan kemerdekaan sesuai dengan fitrahnya. Gagasan tentang HAM tersebut diatas, bila dikaitkan dengan agama secara normatif tidak bertentangan, karena agama menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia.

Q.S. al-A'rf (7): 24 Terjemahnya: ...Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang lama".

Q.S. al-Isr' (17): 70 Terjemahnya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.

Kemudian dari sumber tersebut diidentifikasi dua ruang gagasan tentang HAM, yaitu hak-hak asasi yang bersifat individual dan hak-hak asasi yang bersifat sosial. Dari dua ruang inilah gagasan HAM dalam Alquran tersebut dijabarkan lebih jauh sejauh nalar mampu mengesplorasi pesan-pesan HAM dalam Alquran. Jadi posisi sejajar antara wahyu dan akal dalam konstruksi ini bukan dalam ranah teologis tetapi dalam ranah metodologis.

  • HAM yang Bersifat Individual
  • Tidak diragukan lagi bahwa setiap diri manusia berhak untuk survive. Tidak seorangpun atau institusi apapun yang berhak merenggut kehidupan seseorang tanpa alasan.
  • Sedemikian berharganya hak hidup bagi manusia sehingga Allah menyetarakan satu nyawa dengan seluruh nyawa jika dihilangkan secara semena-mena, demikian sebaliknya, jika menyelamtkan satu nyawa maka setara dengan menyelamatkan sejagad nyawa [Q.S. alMidah (5): 32].
  • Hak Memperoleh Kemerdekaan
  • Hak kemerdekaan didasarkan pada prinsip al-karmah al-insniyah (kemuliaan insani) [Q.S. al-Isr' (17): 70]. Kemuliaan insani adalah hal yang sangat primordial dan sakral dalam diri manusia, karena itu, ia tidak boleh dinodai, dilecehkan apalagi dihina-hinakan. Dalam dunia fikih, terdapat postulat tentang hukum muHtaram atau hukum kemuliaan, bahwa setiap makhluk diakui eksistensinya. Jika seorang atau sesuatu makhluk yang terancam kelangsungan hidupnya lalu tidak ada orang lain menolongnya, maka ia melanggar hukum muktaram. Bahkan, dalam kondisi demikian wajib menunda shalat dari pada mengabaikan orang atau sesuatu tadi.

  • Konsekuensi dari kehormatan insani, sebagaimana dalam ayat 70 dari surah al-Isr' (7), manusia diberikan oleh Allah hak mencari penghidupan di darat maupun di lautan. Tentu saja, dalam mencari penghidupan harus mempertimbangkan prinsip "perikemakhlukan", bahwa tidak seorangpun berhak merusak makhluk lain untuk kepentingannya. Berkenaan dengan itu, maka praktik perbudakan harus dilenyapkan dari permukaan bumi. Meskipun Alquran tidak tegas menghapuskan perbudakan, tetapi banyak nash yang lain yang menunjukkan bahwa praktek perbudakan merupakan sesuatu yang dibenci oleh Allah dan naluri manusia.

  • Oleh karenanya, manusia memikul beban dan tanggung jawab yang cukup besar dihadapan Tuhan tanpa mungkin didelegasikan pada individu yang lain. Pertanggungjawaban yang diajukan pada seseorang harus dimulai dengan kebebasan memilih. Jika seseorang langsung dituntut suatu pertanggungjawabannya, maka tuntutan ini dianggap suatu kezaliman dan ketidakadilan. Untuk itu, kebebasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tanggung jawab.

  •  Selain itu, kebebasan juga diposisikan sebagai penghormatan atas harkat dan martabat manusia sebagai individu, hamba dan khalifah-Nya. Pelanggaran dan penindasan atas harkat dan martabat manusia dikategorikan sebagai kejahatan universal. (Sudjana, 2001:90). Pemberian kebebasan terhadap individu-individu bukan berarti mereka dapat menggunakan kebebasan tersebut dengan mutlak, tetapi dengan kebebasan itu terkandung hak dan kepentingan orang lain yang harus dihormati.

  • Dari sinilah muncul komitmen sosial antara individu dan kelompok dalam masyarakat. Konsepsi tersebut dapat dipahami karena hak asasi manusia pada dasarnya adalah moral dan bukan politik. HAM menjadi hal yang penting sejak deklarasi hak asasi manusia oleh negara-negara anggota PBB. Konsep hak asasi manusia diperluas tidak hanya mengenai hak-hak sipil tradisional, tetapi juga hak-hak ekonomi dan sosial. Hak-hak sipil dan politik meliputi misalnya hak untuk hidup (pasal 6), hak tentang kebebasan dan keamanan seseorang (pasal 9), hak persamaan di depan pengadilan dan diatas mimbar (pasal 14)kebebasan berpikir, kebebasan hati nurani dan kebebasan agama (pasal 18) hak untuk mempertahankan pendapat dan intervensi (pasal 19), hak melakukan pertemuan dengan tenang (pasal 21), hak kebebasan untuk berserikat (pasal 22), dan lain-lain. Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya meliputi misalnya, hak untuk bekerja (pasal 6) hak untuk membentuk serikat pekerja (pasal 8), hak jaminan sosial (pasal 9), hak terhadap standar hidup bagi pribadi dan keluarganya (pasal 11), hak untuk memperoleh pendidikan (pasal 13), hak untuk berpartisipasi dalam kebudayaan (pasal 15) dan lain- lain.(Abdillah, 1999:95). Pada pasal 2 dalam deklarasi ini juga disebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak-hak dan kebebasan- kebebasan serta tanpa adanya perbedaan apapun seperti perbedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, tahanan politik, atau paham yang lain, nasional, atau asal-usul sosial, hak milik, kelahiran atau status yang lain. (Abdillah, 1999:19).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun