Mohon tunggu...
Eka Sulistiyowati
Eka Sulistiyowati Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan

aku tahu rezekiku takkan diambil orang lain, karenanya hatiku tenang. aku tahu amal-amalku takkan dikerjakan orang lain, karenanya kusibukkan diri dengan beramal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[RTC] Salam dari Surga

16 Januari 2019   22:51 Diperbarui: 16 Januari 2019   23:00 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam ini bintang masih menemani bulan. Kerlip manjanya membuat Rano teringat pada sosok yang selalu ceria. Langit memang tampak terang malam ini,  tanpa mendung yang menyelimuti.  Namun hati Rano tak seterang dan sedamai malam ini,  hatinya kian terkoyak saat mengingat sosok ceria yang kini hanya tinggal cerita. 

Berkali-kali Rano mengusap airmata yang hampir terjatuh di pipinya.  Baginya,  laki-laki itu harus kuat dan tidak boleh cengeng.  Apapun yang menimpanya saat ini,  hanyalah sebagian ujian yang diberikan Tuhan padanya. 

Siwi,  adik Rano yang masih berusia dua tahun.  Siwi adalah mutiara berharga yang Rano punya.  Setelah ayah dan ibunya hilang begitu saja ketika melaut  setahun silam.  Bahkan Rano yang waktu itu masih berusia empat belas tahun memutuskan untuk berhenti sekolah dan melaut agar adik semata wayangnya kelak bisa sekolah.

Lagi-lagi Rano mengusap airmatanya.  Kepedihan yang dia rasakan sama dengan kepedihan beberapa keluarga lain yang juga kehilangan orang tercinta ketika peristiwa naas itu terjadi. 

Tiga pekan yang lalu, kampung sumur dilanda tsunami yang berasal dari selat sunda.  Memang itu adalah hal yang tak pernah dipikirkan oleh Rano,  mengingat biasanya tsunami terjadi di lautan yang luas,  bukan selat kecil seperti selat sunda. 

Saat itu pukul setengah sepuluh malam tsunami terjadi.  Merenggut apapun yang berada dekat dengan bibir pantai.  Tak terkecuali rumah milik ayah Rano.  Didalam rumah kecil tersebut,  gadis cilik yang tengah tertidur pulas menjadi salah satu korban keganasan tsunami. 

Sungguh,  Rano tak bisa membayangkan.  Tubuh nan kecil adiknya itu dihempas begitu saja oleh tsunami,  lalu terbentur apapun yang ada di sekitarnya.  Gadis cilik yang bahkan belum bisa berenang ataupun melindungi diri mungkin merasa ketakutan setengah mati. 

"Andai saja aku tidak melaut saat itu.  Andai saja aku menemani Siwi" gumam Rano. 

Rano saat kejadian memang sedang berada di tengah selat sunda.  Mencari ikan di tengah kesunyian seperti apa yang bertahun-tahun ayahnya lakukan.  Meskipun karena profesi tersebut ayah ibunya menjadi tiada berbekas.  Konon,  kabarnya mereka tenggelam saat perhau mereka bocor. Itu hanya kabar simpang siur yang didengungkan oleh para nelayan lain. 

Di tengah selat sunda,  Rano sempat terheran menatap anak gunubg Krakatau yang kian aktif mengeluarkan gumpalan-gumpalan asap. Hatinya tak berhenti berdoa agar Tuhan masih memberikannya hidup. 

Perahunya terombang-ambing saat air laut yang tinggi bergerak cepat menuju tepian. Rano mencoba bertahan ketika air tersebut menghempaskan tubuhnya keluar dari perahu kecilnya. Air dingin yang menyentuh tubuhnya tak lagi dia raskan.  Dia harus bisa bertahan hidup, maka digerakkan kaki tangannya untuk berenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun