Di setiap organisasi, ada masa-masa di mana perbedaan pendapat muncul. Itu hal biasa. Perbedaan adalah tanda adanya dinamika, tanda bahwa orang berpikir dan peduli. Jika dikelola dengan bijak, perbedaan justru menjadi sumber kekuatan dan inovasi.
Namun, ada saatnya perbedaan tidak lagi berujung pada dialog, melainkan berubah menjadi makar---tindakan sistematis untuk melemahkan organisasi dari dalam, bahkan mendirikan organisasi tandingan.
Makar organisasi tidak terjadi dalam semalam. Ia lahir dari akumulasi ketidakpuasan yang tidak dibicarakan, ego yang dibiarkan membengkak, dan ambisi yang menutup mata terhadap nilai-nilai kebersamaan. Awalnya mungkin hanya bisik-bisik di sudut ruangan, obrolan kecil yang mengkritik pengurus. Lalu, perlahan menjadi rapat-rapat tertutup, perekrutan diam-diam, hingga akhirnya lahirlah sebuah organisasi baru---dibangun di atas puing-puing kepercayaan yang mereka hancurkan sendiri.
Masalahnya bukan pada membuat organisasi baru, sebab itu hak setiap orang. Yang menjadi noda sejarah adalah cara yang ditempuh: membawa kabar miring tentang organisasi lama, memecah belah anggota, merusak reputasi orang-orang yang dulu menjadi kawan seperjuangan. Seolah melupakan bahwa banyak pencapaian yang mereka banggakan hari ini dibangun di atas keringat dan pengorbanan bersama.
Tindakan seperti ini ibarat memotong dahan dari pohon yang masih kokoh, lalu mencoba menanamnya kembali di tanah asing. Mungkin terlihat gagah di awal, tetapi tanpa akar yang sehat, ia akan layu. Sebab kekuatan sebuah organisasi bukan hanya pada namanya, melainkan pada kepercayaan, solidaritas, dan nilai yang dijaga bersama.
Sejarah organisasi mencatat banyak contoh di mana makar seperti ini meninggalkan luka panjang. Tidak hanya memecah kekuatan, tetapi juga membuat masyarakat luar kehilangan rasa hormat. Sebab, siapa yang berani menusuk dari belakang, suatu saat bisa mengulanginya lagi---di tempat dan waktu yang berbeda.
Di akhir perjalanan, yang tersisa hanyalah pertanyaan sederhana: saat tangan kita dulu pernah bergandengan untuk membangun, mengapa kita memilih menggunakannya untuk menghancurkan? Dan jika kemenangan yang kita raih datang dari menjatuhkan kawan sendiri, apakah itu benar-benar kemenangan?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI