Mohon tunggu...
Eka Maulida Cahyaningsih
Eka Maulida Cahyaningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Biologi UNS

Mahasiswa yang tertarik dalam bidang sains dan politik

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Gangguan Mental yang Tak Banyak Orang Paham

30 Oktober 2023   00:45 Diperbarui: 30 Oktober 2023   19:43 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kondisi mental yang sehat merupakan keadaan ketika emosi seseorang sedang stabil dan dirinya menyadari potensi yang dimilikinya dengan mampu menanggulangi tekanan hidup, serta memiliki suasana hati dan mental yang prima sehingga ia tidak merasa terbebani untuk beraktivitas. Kesehatan mental harus dirawat dan dijaga baik lahir maupun batin. Namun, masalah kesehatan mental terus mengalami kenaikan yang cukup signifikan baru-baru ini. Sebagian besar penderitanya merupakan remaja yang tengah menempuh bangku perkuliahan. 

Gangguan mental memang dapat menyerang usia berapapun, tetapi usia transisi dari remaja menuju dewasa memiliki resiko yang cukup tinggi. Ketika gangguan mental ini tidak teratasi dengan baik, maka timbul efek dan permasalahan lain, contohnya yaitu kasus bunuh diri. Mereka yang mungkin tidak menemukan solusi untuk permasalahan yang dimiliki kemudian kondisi mentalnya terganggu, tidak sedikit yang lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya daripada berusaha lagi untuk menemukan solusi dari permasalahannya tersebut. Satu kasus bunuh diri mampu memunculkan kasus bunuh diri yang lain sehingga kasus bunuh diri di Indonesia pun semakin meningkat.

Kasus yang semakin banyak menjadikan bunuh diri sudah seperti 'tren' di kalangan mahasiswa. Mental yang terganggu biasanya membuat otak berpikir secara tidak rasional atau tidak sehat. Kemudian ketika orang dengan gangguan mental mendengar aksi bunuh diri dilakukan oleh orang lain yang mengalami gangguan mental pula, ia cenderung akan mengikuti karena menganggap bunuh diri menjadi hal yang wajar dan hanya itu solusi yang ia temukan pada orang lain. Apalagi masyarakat Indonesia yang terkenal dengan kebiasaan untuk 'ikut-ikutan' sesuatu yang sedang ramai dibicarakan. Kebiasaan ini menjadikan hal semacam itu rawan menjalar atau meluas sehingga semakin banyak pula orang yang seakan memandang wajar aksi tidak pantas tersebut. Hal seperti ini tentu perlu diwaspadai dan tidak boleh dianggap remeh.

Tidak heran jika sebagian besar pelaku bunuh diri merupakan seorang mahasiswa. Usia mahasiswa memang usia transisi dari remaja menuju dewasa. Pada usia ini seseorang mulai dikenalkan dengan kehidupan orang dewasa yang sebenarnya namun biasanya juga masih gencar-gencarnya untuk bersenang-senang. 

Masalah yang datang akan lebih kompleks, contohnya dari tugas kuliah, keluarga, teman, organisasi, pekerjaan, atau dari kekasih. Tidak jarang masalah-masalah tersebut datang silih berganti atau bahkan muncul secara bersamaan. Hal inilah cikal bakal stres dan gangguan kesehatan mental. Seseorang yang sudah terbiasa mandiri untuk mengatasi persoalan yang ada di hidupnya mungkin tidak akan kesulitan untuk keluar dari suasana ini. Namun, beberapa orang mungkin akan kesulitan dan memiliki kekhawatiran yang berlebih untuk menghadapinya.

Peran keluarga dan teman sangat berarti untuk membantu mengurangi beban mental yang berlebih. Sayangnya, banyak yang tak paham persoalan seperti ini. Misalnya keluarga, padahal sekedar menanyakan kabar dan mengajak anak untuk bercerita tentang apa yang sedang dihadapi itu sangat penting. Tetapi terkadang orang tua atau keluarga tidak dapat membaca situasi sang anak. 


Ketika mahasiswa dalam perantauan misalnya, kemudian ia tiba-tiba sangat ingin pulang ke rumah, keluarga hendaknya mengizinkan dan menyambutnya dengan baik, bukan malah melarangnya dengan alasan menghabiskan uang atau sebaiknya di kos saja untuk menyelesaikan tugas, ataupun alasan lainnya. 

Ketika sampai rumah, alangkah lebih baik membiarkannya beristirahat terlebih dahulu dan menanyakan alasan ia pulang setelah dia terlihat rileks. Pertanyaan seperti itu memang terlihat biasa dan sederhana, namun akan sangat membebani seseorang jika ditanyakan ketika ia sedang lelah sehingga terkadang ia menjawab bukan dengan alasan dan kondisi yang sebenarnya. Hal ini dapat membuatnya merasa lebih terbebani karena perasaannya tertahan dan batinnya bertambah lelah. Setelah ia tenang, orang tua atau keluarga hendaknya mendengarkan ceritanya dengan seksama kemudian memberikan saran jika diperlukan. Ada kalanya seorang anak hanya membutuhkan tempat untuk meluapkan keluh kesah dan cerita namun ia tidak memerlukan saran dari sang pendengar.

Apapun cara keluarga merespon, yang paling penting yaitu keluarga mampu memberikan kekuatan sehingga anak mampu membentengi diri agar tidak terjerumus ke dalam tindakan yang lebih fatal, bunuh diri misalnya. Tidak sedikit orang tua yang acuh terhadap keadaan anaknya dan membiarkannya menyelesaikan masalahnya sendiri. Hal semacam itu memang perlu dilakukan untuk melatih kemandirian anak, tetapi ada kalanya orang tua juga membantu meringankan beban anak dengan membantu menyelesaikan masalahnya dengan cara yang bijak dan benar. Sesederhana mengajak sang anak untuk beribadah bersama dan mengingatkan kepadanya bahwa ada Tuhan yang selalu membersamainya, itu akan membuatnya sedikit lebih baik. Walaupun sudah hampir memasuki usia dewasa, anak yang masih berstatus sebagai mahasiswa juga masih perlu dukungan penuh dari orang tua.

Selain itu, peran teman atau sahabat juga tidak kalah penting. Teman menjadi sosok yang paling dekat ketika seseorang sedang jauh dari orang tua. Teman juga harus peka terhadap kondisi hati temannya yang lain. Apabila seseorang terlihat berbeda dari biasanya, contohnya terlihat lebih murung, pendiam, sulit mengontrol emosi, dan sebagainya,  sesama teman hendaknya selalu memperhatikan dan berinisiatif menanyakan keadaannya karena ada kalanya seseorang yang sedang memiliki masalah enggan bercerita lebih dulu dengan rekannya. Dalam suatu lingkup pertemanan kuliah, tentu tidak hanya satu anak yang memiliki masalah. Semua anak tentu memiliki problematika masing-masing. Apalagi jika stres bersumber dari kepenatan dalam menjalani kuliah, bisa saja sesama teman memiliki alasan gangguan kesehatan mental yang sama.

Banyak kasus beredar bahwa mahasiswa beramai-ramai melakukan bunuh diri karena lelah menghadapi kerasnya kehidupan perkuliahan. Inilah yang perlu diwaspadai. Masih banyak anak muda yang tidak paham terhadap bahayanya kesehatan mental. Jika memang sama-sama lelah, seharusnya sesama teman saling menguatkan bukan malah bersama-sama merencanakan cara menghilang dari masalah yang ada dengan mengakhiri hidup sendiri. Begitu pentingnya memiliki lingkaran pertemanan yang sehat. Sesama teman hendaknya saling mengingatkan, menasihati, mendengarkan, mengerti, menguatkan, dan mengajak untuk selalu dalam kebaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun