Mohon tunggu...
Curly
Curly Mohon Tunggu... Post Graduate Student After Thirty

tertarik pada pendidikan dan kesehatan anak di pelosok Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pambalut Dalam TJ

2 Oktober 2025   21:33 Diperbarui: 2 Oktober 2025   21:33 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

" Di Indonesia, sampah pembalut ternyata dapat mencapai 26 ton setiap hari." -- Sustaination, 2018


Aku membayangkan angka itu dalam bentuk sebuah benda dan terlintas dalam pikiranku Bus TransJakarta sebanyak 2 armada tapi semuanya tersusun dari tumpukan sampah pembalut (asumsinya 1 Bus TJ kosongan beratnya sekitar 15 ton).

"Itu baru 1 hari, bagaimana jika seminggu, sebulan, bahkan setahun? Angka itu baru tahun 2018, bagaimana dengan tahun ini?" pikirku.

Faktanya, berdasarkan data BPS, pada tahun 2018 ada sekitar 82 juta jiwa perempuan usia subur (10-50 tahun) dan meningkat sebanyak 3% di tahun 2024 menjadi sekitar 84 juta jiwa. Tren ini juga sejalan dengan peningkatan sampah plastik di Indonesia pada tahun 2018-2024 sebanyak 3% (SIPSN, 2018,2024). Sehingga ada kemungkinan sampah pembalut juga ikut meningkat menjadi kurang lebih 27 ton/hari. Dalam setahun, Indonesia menghasilkan sampah pembalut sebanyak 9,8 juta ton atau hampir 1 milyar pembalut sekali pakai.

Pikiran liarku kembali membayangkan, dengan angka itu, aku bisa menyaksikan bus TJ sebanyak 657 armada, yang jika konvoi akan membentang sepanjang 12 km dan itu semua adalah sampah pembalut. Menyeramkan yah.

Memang kenapa jika sebanyak itu?
Mari kita pikirkan bersama-sama. Dengan banyaknya penggunaan pembalut sekali pakai dan manajemen pengelolaan sampah yang belum optimal, mungkinkah akan berimbas dalam aspek kehidupan kita? Benar saja. Aspek Kesehatan, lingkungan, dan ekonomi menjadi yang terkena dampak buruknya.

Kesehatan
Pada beberapa kasus, penggunaan pembalut sekali pakai dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti gatal pada gangguan genitalia. Sebuah studi literatur yang mengumpulkan hasil penelitian terkait pembalut dan Kesehatan Wanita  menemukan bahwa penggunaan pembalut sekali pakai di beberapa negara terkadang menimbulkan gangguan pada efek kulit, mikrobiota vagina, endometriosis, kehamilan dan penyakit non-gestasional, untungnya semuanya jarang terjadi. Pembalut sekali pakai juga mengandung bahan kimia berbahaya namun masih berada pada batas aman. Secara umum, belum ada penelitian yang menunjukkan gangguan Kesehatan berat pada pengguna pembalut sekali pakai, selama penggunanya rajin mengganti pembalut dan menjaga kebersihan genitalia selama menstruasi.

Lingkungan
Pembalut sekali pakai yang kita gunakan terbuat dari 90% plastik (polyethylene, polypropylene, polyester) sehingga akan sangat sulit terurai. Diperkirakan baru akan terurai setelah 500-800 tahun. Waktu yang sangat lama untuk menghabiskan sebuah pembalut. Dengan durasi terurai yang sangat lama itu, maka tumpukan sampah plastik akibat pembalut sekali pakai akan sangat banyak, seperti analogi 'Bus TJ' sebelumnya. Dalam jangka waktu setahun, belum ada sampah pembalut yang berhasil terurai namun muncul lagi 657 'armada TJ' yang baru. Jika tidak dikendalikan, maka Indonesia akan menyumbang ratusan 'armada TJ' setiap tahunnya yang pada akhirnya hanya akan memberikan kerugian besar. Salah satunya adalah mikroplastik dan pencemaran air. Serat sintetis dari sampah pembalut yang tidak ditangani dengan benar akan menjadi mikroplastik yang akan mencemari tanah, sungai, hingga laut sebagai salah satu sumber kehidupan manusia. Mikroplastik akan masuk ke rantai makanan (ikan) yang selanjutnya menjadi makanan manusia.  

Selain itu, di negara berkembang, sampah pembalut banyak yang dibuang ke TPA atau dibakar terbuka di rumah/sekolah sehingga menghasilkan emisi karbon signifikan (CO2, CO, CH4) yang berdampak pada besarnya jejak karbon (efek gas rumah kaca). Pembakaran juga menghasilkan polutan berbahaya (dioksin, furan, partikel halus) yang berdampak pada kesehatan manusia & lingkungan. Ujung-ujungnya kita lagi yang menjadi korban.

Mari kembali membayangkan jika 1 'Bus TJ' dibakar sehingga menghasilkan polutan, dan imajinasikan jika 657 'Bus TJ' dibakar setiap tahun. Pembakaran dalam jumlah sebesar itu setara dengan jejak karbon yang dilepaskan oleh energi industri, 'hanya' karena pembalut.

Ekonomi
Menstruasi adalah masa yang pasti akan dialami oleh setiap wanita usia subur (tanpa gangguan hormon), sehingga pembalut sudah menjadi kebutuhan primer bagi wanita yang rutin digunakan setiap bulan. Wanita usia subur di Indonesia memakai 20 - 30 pembalut sekali pakai per siklus dengan harga per pcs sekitar Rp 500 - Rp 3.000. Jika dihitung seumur hidup (40 tahun menstruasi) total bisa mencapai Rp 7-40 juta untuk pembalut. Bagi keluarga berpendapatan rendah, biaya rutin ini bisa menjadi pengeluaran yang signifikan.
Di beberapa daerah dengan susahnya akses mendapatkan pembalut, remaja putri lebih memilih bolos sekolah saat menstruasi. Hal ini mengorbankan waktu belajar dan menurunkan produktivitas. Di dunia kerja, perempuan yang kesulitan mengelola menstruasi karena keterbatasan akses produk harus kehilangan jam kerja dan produktivitas. Pada akhirnya akan berpengaruh terhadap ekonomi dalam jangka Panjang.  

Okay. Lalu?
Ternyata penggunaan pembalut sekali pakai menyumbang permasalahan yang begitu kompleks utamanya dari aspek lingkungan dan ekonomi. Permasalahan ini akan berdampak terhadap keberlanjutan hidup kita sebagai umat manusia di bumi. Oleh karna itu penggunaan pembalut sekali pakai perlu diganti dengan alternatif pembalut yang lebih ramah lingkungan salah satunya PEMBALUT KAIN.

So, tell me about this!
Pembalut kain adalah produk menstruasi terbuat dari kain (biasanya katun, flannel, atau serat bambu) yang dapat dicuci dan digunakan kembali. Waktu penggunaan sekitar 5-10 tahun untuk bisa diganti lagi, tergantung cara perawatan dan saat pemakaian.
Pembalut kain terdiri atas Lapisan atas (kontak kulit) menggunakan kain lembut (katun, flannel, bambu), lapisan penyerap menggunakan kain berlapis atau microfiber untuk menahan darah, lapisan bawah menggunakan kain anti air agar tidak tembus, serta pengikat yang biasanya berbentuk sayap dengan kancing/snaps untuk mengunci celana dalam. Dengan lapisan seperti ini penggunaan pembalut kain tetap terasa nyaman dan aman.

Pembalut kain dipasang seperti pembalut biasa pada celana dalam dengan durasi penggunaan 4-6 jam (atau lebih cepat jika aliran deras). Bedanya, pembalut sekali pakai harus langsung dibuang setelah digunakan tetapi pembalut kain dapat dicuci untuk digunakan kembali. Pastikan mencuci dengan sabun menggunakan air mengalir dan dijemur dibawah sinar matahari. Penggunaan yang berulang ini membuat pembalut kain lebih ramah lingkungan.

Saat ini di Indonesia, produk ini mudah didapatkan di toko online. Pegiat lingkungan juga sudah menggaungkan penggunaan pembalut kain. Harga yang ditawarkan sangat variatif dan lebih murah jika dibandingkan dengan pembalut sekali pakai. Cukup mengeluarkan uang sekitar Rp 2--6 juta untuk selama masa subur.

Namun, produk ini memiliki kekurangan seperti butuh air bersih dalam jumlah yang tidak sedikit karena harus dicuci setelah dipakai sehingga masih sulit untuk diaplikasikan di daerah dengan keterbatasan air. Kurang praktis juga saat bepergian karena harus membawa kantong khusus untuk pembalut kotor. Selain itu, Ketika musim hujan bisa sulit mengeringkan dengan sempurna. Tapi kekurangan ini bisa disubstitusi ke produk ramah lingkungan lainnya. Pembalut kain menjadi salah satu solusi untuk menjaga bumi kita dari pencemaran lingkungan.

Hanya dibutuhkan kerinduan setiap kita untuk menjaga bumi yang menjadi rumah kita. Salah satunya beranjak dari pembalut sekali pakai menjadi pembalut kain.
Mari Jaga bumi!

Referensi:
Badan Pusat Statistik Indonesia. (2024). Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2024 - Tabel Statistik. Bps.go.id; Badan Pusat Statistik Indonesia. https://www.bps.go.id/id/statistics-table/3/WVc0MGEyMXBkVFUxY25KeE9HdDZkbTQzWkVkb1p6MDkjMw==/jumlah-penduduk-menurut-kelompok-umur-dan-jenis-kelamin--2023.html?year=2024
Kaur, R., Kaur, K., & Kaur, R. (2018). Menstrual Hygiene, Management, and Waste Disposal: Practices and Challenges Faced by Girls/Women of Developing Countries. Journal of Environmental and Public Health, 2018(1730964), 1--9. https://doi.org/10.1155/2018/1730964
Kementerian Lingkungan Hidup. (2025). SIPSN - Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional. Kemenlh.go.id. https://sipsn.kemenlh.go.id/sipsn/public/data/komposisi
Woo, J., Kim, S., Kim, H., Jeong, K. S., Kim, E., & Ha, E. (2019). Systematic Review on Sanitary Pads and Female Health. The Ewha Medical Journal, 42(3), 25. https://doi.org/10.12771/emj.2019.42.3.25

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun