Mohon tunggu...
eka maharatih gandhi.w
eka maharatih gandhi.w Mohon Tunggu... mahasiswa

honi saya menari tradisional, menonton film,mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ritual SEBLANG OLEHSARI Sebagai Tolak Bala Dan Bersih Desa Masyarakat Olehsari

10 Oktober 2025   11:50 Diperbarui: 10 Oktober 2025   10:51 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tari Seblang Olehsari adalah sebuah tarian adat yang berasal dari Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Tarian ini bukan hanya sekadar pertunjukan seni, tetapi juga merupakan bagian dari ritual adat yang sangat penting dalam tradisi adalah adat Osing terutama Masyarakat Desa Adat Olehsari. Fungsi utama dari Tari Seblang Olehsari ini adalah sebagai ritual bersih desa dan tolak bala yang diyakini dapat membersihkan desa dari berbagai marabahaya seperti kesialan, penyakit, bencana alam, hingga gangguan roh-roh jahat yang tidak terlihat oleh mata manusia. Tarian Seblang berasal dari 2 unsur kata Sebele Ilang yang memiliki makna sesuatu yang buruk diharapkan hilang setelah melaksanakan ritual. ini juga merupakan media spiritual untuk menjaga hubungan harmonis antara manusia, alam, dan roh leluhur yang diyakini terus mengawasi kehidupan warga desa.

Foto Ritual Seblang Olehsari 2025 (Sumber: Mars Galih Arleo)
Foto Ritual Seblang Olehsari 2025 (Sumber: Mars Galih Arleo)

Tari Seblang Olehsari ditarikan oleh penari perempuan yang secara khusus dipilih berdasarkan garis keturunan penari Seblang Olehsari sebelumnya dan penarinya masih perawan atau belum menikah. Pemilihan ini dilakukan secara supranatural oleh seorang tokoh adat, yang dipercaya memiliki kemampuan spiritual dan pengetahuan mendalam tentang ilmu supranatural. Gambuh bertugas memimpin seluruh proses ritual, mulai dari pembukaan, memanggil roh leluhur, hingga memastikan keadaan sang penari dalam kondisi kesurupan atau kejiman, sehingga tarian dapat berlangsung sesuai adat dan tujuannya. Selain penari dan Gambuh, masyarakat desa juga terlibat aktif, terutama pada prosesi Tundik dan Ider Bumi yang melibatkan seluruh warga desa.
Tari Seblang biasanya dilaksanakan secara rutin setiap tahun selama tujuh hari berturut-turut setelah Hari Raya Idul Fitri. Waktu ini dipilih secara khusus dan memiliki makna spiritual yang mendalam, karena setelah Hari Raya Idul Fitri, masyarakat diyakini harus membersihkan diri dan lingkungannya dari segala pengaruh buruk agar kehidupan desa tetap harmonis dan sejahtera. Pelaksanaan selama tujuh hari ini menunjukkan betapa sakral dan seriusnya ritual ini dalam konteks budaya dan kepercayaan masyarakat.
Ritual Tari Seblang secara tradisional dilakukan di Desa Olehsari, sebuah desa yang terletak di Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Desa ini dikenal sebagai pusat pelestarian budaya Osing dan merupakan tempat utama di mana tradisi Tari Seblang Olehsari dijaga dan dipertahankan secara turun-temurun. Lokasi pelaksanaan biasanya di ruang terbuka seperti balai desa atau halaman rumah adat, tempat yang dianggap suci dan mampu menampung energi spiritual selama ritual berlangsung.

Tari Seblang Olehsari memiliki tujuan utama sebagai upaya untuk membersihkan desa dari bala, bencana, dan segala bentuk kesialan yang dapat mengganggu kehidupan masyarakat. Masyarakat Osing meyakini bahwa banyak gangguan yang datang dari alam gaib dan roh-roh jahat yang bisa menimbulkan malapetaka jika tidak diusir. Oleh karena itu, Tari Seblang bukan hanya ritual adat, tetapi juga bentuk perlindungan spiritual yang menjaga keberlangsungan hidup warga desa agar tetap aman, tenteram, dan sejahtera. Selain itu, ritual ini juga memperkuat rasa kebersamaan dan gotong royong antar warga, serta menjaga hubungan yang harmonis antara manusia, alam, dan roh leluhur.

Ritual Tari Seblang dimulai dengan prosesi pembukaan yang dipimpin oleh Gambuh. Pada awal ritual, penari duduk di atas tampah atau nampan bambu dengan mata tertutup, sementara para ibu-ibu warga desa mendampingi dari belakang. Gambuh membacakan melantunkan kidung-kidung sakral sambil mengasapi penari dengan menyan untuk memanggil roh leluhur agar merasuki tubuh penari. Ketika penari mengalami kondisi kejiman atau kesurupan, yang ditandai dengan jatuhnya tampah dari bawah tubuh penari, maka pertunjukan tari dimulai.
Dalam keadaan tersebut, penari menari secara otomatis dengan mata tetap terpejam dan mengikuti irama musik tradisional yang disebut gendhing, serta arahan dari sang pawang. Penari mengenakan busana adat khas, terutama mahkota yang disebut omprok, yang terbuat dari anyaman daun pisang dan bunga-bunga segar, melambangkan kesucian dan hubungan spiritual dengan alam. Selama pertunjukan, penari juga menggunakan berbagai properti sesuai dengan gending yang dimainkan, seperti boneka bayi saat gending Ugo-Ugo, bunga dirma saat gending Kembang Gadung, singkal saat gending Ratu Sabrang, pancingan saat gending Jala Sutra, dan keris saat gending Erang-Erang. Masing-masing properti ini memiliki makna simbolik yang mendalam, seperti kelahiran, kesuburan, hasil panen, harapan, dan perlindungan spiritual.
Pada bagian tertentu dari pertunjukan, penari melakukan prosesi Tundik dengan melemparkan selendang ke arah penonton. Penonton yang terkena selendang tersebut dianggap “dipanggil” dan harus ikut menari bersama penari Seblang, sebagai wujud partisipasi dalam ritual pembersihan dan penyeimbangan desa. Pada hari ketujuh, prosesi Ider Bumi dilakukan, di mana penari bersama warga berkeliling desa sambil menari untuk menyebarkan energi positif dan secara simbolis membersihkan setiap sudut desa dari pengaruh buruk.
Menurut Tatang salah satu narasuber dan merupakan pelaku seni diwilayah tersebut “Tari Seblang bukan hanya hiburan, tapi juga warisan budaya penting yang menjaga keseimbangan sosial, spiritual, dan lingkungan masyarakat Osing di Banyuwangi. Ritual ini mencerminkan kekayaan tradisi dan kepercayaan yang kuat dalam menjaga keharmonisan desa”.  Dan menurut Avrilla selaku salah satu narasumber “Di tengah modernisasi, pelestarian Tari Seblang perlu dilakukan dengan seimbang agar nilai sakralnya tetap terjaga sekaligus budaya ini bisa dikenal lebih luas sebagai kebanggaan lokal dan kekayaan budaya Indonesia”.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun