Mohon tunggu...
Eka PurnamaDewi
Eka PurnamaDewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Mahasiswa UIN KHAS JEMBER Berdomisili di Sekitar Kampus UIN KHAS Semester 3

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Multikulturalisme dalam Membangun Inklusif dan Toleransi di Sekolah

9 Desember 2022   20:48 Diperbarui: 9 Desember 2022   20:56 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Budaya yang ada dalam masyarakat mempunyai peran penting sebagai alat penyatu dalam komunitas. Jadi itu sebabnya mengapa setiap negara harus memiliki politik

kebudayaan. Dalam perkembangan suatu

bangsa, budaya merupakan salah satu kota kunci. Ibu kota suatu negara, terutama di era

globalisasi, untuk terus maju, mengatasi rintangan, dan mengumpulkan kekuatan. Jika semua budaya yang membentuk komunitas plural dapat disatukan dan dimobilisasi, niscaya mereka akan menjadi kekuatan yang kuat melawan efek globalisasi yang dimiliki kecenderungan monokultur ini. Jadi, untuk melawan efek globalisasi yang kuat ini maka diperlukan langkah awal yang pasti, salah satunya adalah dengan adanya pendidikan Multikulturalisme. 

pendidikan multikulturalisme adalah konsep, gerakan pembaharuan pendidikan, dan proses yang tujuan utamanya adalah mengubah desain lembaga pendidikan sehingga siswa dari latar belakang ras, etnis, dan budaya yang berbeda, serta mereka yang berkebutuhan khusus, memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai kesuksesan akademik. Jadi, Pendidikan Multikulturalisme adalah Orang-orang untuk saling menghormati karena mereka melihat semua orang sebagai setara dan mampu bekerja sama untuk saling menghormati meskipun ada perbedaan dalam budaya, ras, etnis, agama, jenis kelamin, dan sudut pandang. 

pendidikan multikulturalisme menumbuhkan rasa hormat dan kesadaran akan budaya lain dengan memberikan kesempatan untuk pertukaran ide, prinsip, dan norma perilaku langsung yang membantu mengurangi prasangka. Perbedaan Siswa yang harus diakui dalam pendidikan multikultural meliputi ras dan etnis minoritas, kelompok agama, perbedaan agama, perbedaan spesifik seksisme, kondisi ekonomi, asal daerah, siswa cacat fisik dan mental, kelompok usia, dan lain-lain. Melalui pendidikan multikultural ini, siswa diberikan pilihan dan kapasitas untuk mendukung satu atau lebih sistem nilai, gaya hidup, atau bahasa, budaya sambil juga didorong untuk melakukannya.

Disini terdapat Tujuan pendidikan
multikultural yakni untuk meningkatkan kinerja pada tingkat selain hanya meningkatkan nilai rata-rata. Kesetaraan, kebebasan, dan keadilan pendidikan adalah cita-cita yang membutuhkan perjuangan berat untuk diwujudkan. Meskipun ada upaya, masih ada perbedaan ras, jenis kelamin, dan Sangat menantang untuk menyelesaikan masalah ini.
Ketika bias dan diskriminasi terhadap satu kelompok berkurang, adalah umum bagi keduanya untuk beralih ke, atau mengambil karakteristik, kelompok lain. Karena itu adalah tujuan pendidikan untuk terus bekerja untuk meningkatkan pemerataan pendidikan bagi semua siswa.

Dalam menerapkan pendidikan multikultural, peran guru dan sekolah sangat penting.
Guru harus secara multikultural mengatur kegiatan, proses, dan situasi sekolah sehingga
setiap siswa dari ras, jenis kelamin, dan etnis yang berbeda memiliki kesempatan untuk
tumbuh sebagai individu dan menghormati perbedaan orang lain. Guru membantu siswa mengembangkan pemahaman bahwa
setiap orang memiliki kemampuan, kelebihan, dan kekurangan yang berbeda dan bahwa
setiap orang berkewajiban untuk saling menghormati, memahami, dan menghargai satu sama lain sebagai karunia dari Allah. Dijelaskan dalam penjelasannya bahwa sekolah dan guru berperan dalam memberikan layanan pendidikan kepada seluruh siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan berbeda-beda. Sekolah dan guru memiliki peran dalam
menumbuhkan kesadaran, rasa hormat, dan toleransi siswa terhadap semua jenis perbedaan.

Selain pendidikan multikultural, sekolah dapat mengajarkan siswa tentang nilai
inklusivitas dan toleransi. Toleransi adalah kualitas yang dapat membantu dalam penciptaan harmoni. Contoh toleransi adalah perilaku yang menghormati perbedaan gender, etnis, agama, ras, bahasa, antara kelompok agama yang berbeda, dan bahkan pendapat politik yang berbeda. Guru kadang-kadang disebut sebagai "katastrologer," yang mengacu pada orang-orang yang diejek dan ditiru oleh siswa mereka.
Hal ini menandakan bahwa guru akan berfungsi sebagai ilustrasi atau model bagi siswa dalam hal sikap atau perilaku. Tidaklah cukup hanya dengan memberikan contoh bagi para siswa, Mereka harus terbiasa bertindak dan berperilaku dengan cara yang akan membuat mereka merasa nyaman dengan diri mereka sendiri. Agar siswa memiliki kepribadian yang baik, guru dibandingkan menjadi Karya yang sangat baik dalam mengembangkan kepribadian bangsa. Maka dapat dikatakan bahwa guru bertugas menghasilkan penerus bangsa yang digerakkan oleh karakter. Guru juga memiliki tugas dan tanggung jawab untuk membentuk sikap mereka sehingga mereka menjadi individu dengan keterampilan sosial yang kuat yang memahami bagaimana menghadapi dan menafsirkan kehidupan dan menjadi orang yang lebih baik.

Terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh pendidik untuk menanamkan sikap toleransi peserta didik: 1). Penataan tempat duduk peserta didik, Pengaturan duduk memfasilitasi komunikasi siswa dan memungkinkan siswa untuk bekerja secara individu, berpasangan, atau dalam kelompok.
2). Metode diskusi kelompok, Dalam situasi ini, guru memperlakukan semua siswa secara setara, misalnya, dengan mengadakan diskusi kelompok dan mempresentasikan temuan kelompok kepada kelas. Semua anak diberi kesempatan yang sama tanpa diskriminasi. Selain itu, kegiatan ini memberikan siswa kesempatan untuk berkolaborasi, berinteraksi, dan saling mendukung, terutama dengan bantuan tutor sebaya.
3). Pemberian Nasihat: Guru tidak hanya memberikan pengetahuan tetapi juga
memberikan nasihat tentang apa yang benar dan salah. Tugas dan tanggung jawab guru terdiri dari memberikan nasihat kepada siswa di setiap kesempatan, bahkan memanfaatkan setiap kesempatan untuk melakukannya.
4). Memberikan contoh atau teladan dalam berperilaku: Guru adalah orang yang gugu
dan diikuti. Digugu berarti bahwa orang selalu percaya dan menerima sebagai benar apa pun
yang dikomunikasikan. Guru harus berbentuk sang  Tuladha, yang mengharuskan mereka menjadi teladan atau panutan yang baik. Karena meskipun seorang guru membuat siswa lebih ramah, dia tetap bukan orang yang baik, jadi tidak ada gunanya. Siswa terus-menerus belajar dari angka-angka yang diberikan oleh guru dan orang lain yang mereka hormati. Anak-anak membutuhkan panutan nyata untuk perilaku yang baik dalam bentuk sikap dan perilaku orang dewasa.
5). Melalui Pembiasan: para guru membiasakan diri dengan semua siswa reguler dan mampir dengan membiasakan diri mengikuti kegiatan sekolah umum seperti zeremonies, senam komunitas, menyanyikan lagu-lagu nasional wajib, kegiatan alfabetisasi, Yasinan, dan gotong royong. Ini berarti bahwa mereka tidak membedakan diri dari teman-teman berkebutuhan khusus dengan berpartisipasi dalam kegiatan sekolah adat, memungkinkan siswa reguler untuk memahami bahwa teman-teman ini memiliki hak dan kesempatan yang sama seperti yang mereka lakukan untuk mengejar pendidikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun