Mohon tunggu...
Mr Irfandi
Mr Irfandi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pedagang

Selanjutnya

Tutup

Money

Kelas Menengah dan Perekonomian

8 April 2012   13:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:52 2051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menunjukkan perkembangan ekonomi nya yang melebihi ekspektasi para pengamat, terutama pengamat asing. Keberhasilan mengimbangi dua gejolak besar ekonomi dunia, memberikan banyak apresiasi dari berbagai kalangan internasional. Pertumbuhan ekonomi yang terjaga dengan rerata 6%  dalam 5 tahun belakangan, inflasi yang terkontrol, bahkan tahun 2011 merupakan sejarah terendah inflasi Indonesia, hingga berlombanya lembaga pemeringkat internasional untuk memberikan level investasi kepada Indonesia. Bisa dikatakan bahwa, saat ini Indonesia memiliki ekonomi yang tangguh dan kuat.

Dilihat dari sisi perkembangan kenaikan pendapatan masyarakat, Indonesia sedang menikmati kenaikan kelas menengah nya. Laporan ADB menyebutkan bahwa, pertumbuhan yang cepat pada kelas menengah Indonesia  mencapai 7 juta jiwa per tahun. Dari total penduduk, kelas menengah tersebut meningkat besar sejak tahun 2003 yaitu 37,7% menjadi 56,5% penduduk di tahun 2012. Beberapa analis mengatakan bahwa kelas menengah lah yang menolong Indonesia dalam mengatasi dua Economic Shock yang terjadi. Mengapa demikian?

Sebelum menginjak analisis yang lebih jauh, kita perlu mengetahui siapa saja yang berhak menyandang sebutan kelas menengah. Bank Dunia mendefinisikan kelas menegah sebagai masyarakat yang memiliki pengeluaran sebesar US$ 2 –US$ 20 per hari. Kelas menengah banyak terdapat diperkotaan, yaitu dua pertiga penduduk perkotaan merupakan kela menegah. Sebagian besar bekerja sebagai  profesional di sektor jasa dan industri. Kebanyakan dari mereka tidak ingin masuk dalam kepemilikan lahan serta entrepreneur di luar pertanian. Kalangan menengah lain nya merupakan pengusaha di sektor informal dan jumlahnya kecil.

Ini merupakan kecendrungan umum yang terjadi di negara berkembang. Pertumbuhan kelas menengah akan melonjakkan konsumsi suatu negara. Perubahan pola konsumsi di kelas menengah ini bergeser dari konsumsi makanan menjadi konsumsi barang tahan lama dan jasa, seperti barang elektronik dan kendaraan bermotor yang mengalami permintaan yang tajam. Peningkatan konsumsi tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Middle Income Trap”

Baru-baru ini, ADB mengeluarkan laporan terbaru yang berjudul ‘Asia 2050, Realizing the Asian Century’. Pada laporan tersebut, ADB memberikan lampu kuning pada negara-negara berkembang yang memiliki pertumbuhan tinggi seperti China, India, Vietnam dan Indonesia. Negara-negara tersebut memiliki resiko terjerat jebakan kelas menegah atau lebih familiar dengan sebutan middle income trap. Kecendrungan yang akan mengakibatkan pertumbuhan yang stagnan di masa yang akan datang.

Jika suatu negara masuk dalam jebakan ini, potensi besar penurunan kelas dari masyarakat kelas menengah menuju kelas bawah apabila terjadi krisis. Pertanda lain adalah ketika di satu sisi suatu negara tidak bisa lagi bersaing dalam berproduksi dengan upah rendah, yang semula merupakan keunggulan kompetitif nya, di sisi lain negara tersebut tidak juga mampu menembus persaingan dengan negara-negara yang memiliki teknologi tinggi dalam berproduksi, karena kurang nya infrastuktur dan inovasi.

Fenomena ini sudah lebih dahulu terjadi di Amerika Latin. Saat ini, banyak negara di kawasan itu yang telah terjebak ke dalam perangkap tersebut. Barang produksi lokal mereka tidak mampu lagi berkompetisi dengan barang-barang murah dari china. Selain itu, pemerintah gagal dalam mengembangkan infrastruktur dan teknologi, sehingga tidak pula mampu berbuat banyak dalam bersaing dengan produk padat teknologi dari Jepang dan Amerika Utara. Pemerintah negara-negara tersebut telah cukup terlena dengan pertumbuhan ekonomi yang menjanjikan sehingga lalai dengan pembangunan untuk mengarah ke industri berbasis teknologi.

Biasanya, negara-negara yang terjebak memiliki rasio investasi yang rendah, Pertumbuhan infrastruktur yang lamban, diversifikasi industri terbatas dan labour market yang kondisi nya buruk.

Fakta yang terjadi pada Indonesia adalah semenjak krisis Asia rasio investasi indonesia cenderung mengalami penurunan. Dari 30% terhaddap GDP di tahun 1997, rasio investasi terus mengalami penurunan dan berputar pada rasio belasan persen dari GDP hingga saat ini. Pertumbuhan ekspor manufaktur pun turun pada level rata-rata 11 persen pada 1996-2000 dan jatuh sebesar 2 % dalam periode 2001-2005. Diversifikasi industri juga masih terbatas. Isu ketenagaa kerjaan juga masih merupakan isu yang harus di benahi oleh pemeritah, mengingat demonstrasi besar-besaran oleh buruh belakangan. Bisa dikatakan Indonesia menuju kearah jebakan kelas menengah tersebut.

Namun, berbeda dengan Amerika Latin, terdapat negara yang bisa kita jadikan contoh baik yang mampu lepas dari jebakan kelas menegah. Seperti terlihat di tabel :

Sumber gambar

Di tahun 1970 hingga 1980, Korea Selatan memiliki kecendrungan yang sama dengan Brazil dan Afrika Selatan dalam pendapatan perkapita. Namun kebijakan industri yang diterapkan yaitu perubahan dari labour intensive dan capital intensive menuju produksi yang berbasis teknologi (Technology Intesive) di tambah penmbangunan infrastruktur besar-besaran membuat perbedaan yang jauh antara dua negara tersebut dengan Korea Selatan. Korea Selatan terlepas dari jebakan kelas menegah dengan kebijakan tersebut.  Bahkan krisis 1997 yang sangat dalam menerpa, bisa menyelamatkan negara tersebut. Perkembangan teknologi yang pesat telah membuat Korea Selatan mampu kembali dari krisis dengan cepat (V Recovery).  Sedangkan jika dibandingkan kedua negara lain, kenaikan pendapatan yang lambat dikarenakan kebijakan industri negara tersebut. Kekayaan yang melimpah mampu membuat para pengambil kebijakan terlena dengan pencapaian saat itu, sehingga miskin ide untuk mengembangkan teknologi dan infrastruktur.

Apa yang harus dilakukan?

Pengurangan subsidi untuk masyarakat kelas menengah ini perlu dilakukan. Subsidi harus dikembalikan ke kelas bawah yang memang sangat memerlukan. Juga diperlukan untuk membuat masyarakat kelas bawah semakin bertumbuh. Namun pemerintah pun harus memperbaiki infrastruktur dan fasilitas publik. Sehingga masyarakat kelas menengah yang sebelumnya di subsidi, dapat menikmati fasilitas tersebut.

Langkah radikal perlu dilakukan dalam investasi untuk inovasi dan teknologi. Kelangkaan sumberdaya alam yang semakin mendekat akibat eksplorasi yang berlebihan, merupakan isu utama perlunya pengembangan inovasi dan teknologi ini. Tentu saja, kebijakan tersebut harus didahului dengan investasi pada pendidikan. Kebijakan sekolah gratis 12 tahun harus mulai “dinasionalkan”. Pemberian dana bantuan pendidikan sangat diperlukan untuk membantu memperoleh pendidikan tinggi sehingga mampu mengembangkan sumberdaya manusia.

Kemudahan investasi untuk Foreign Direct Investment (FDA) juga wajib menjadi prioritas pemerintah. Saat ini, birokrasi yang berbelit membuat para investor malas dan berfikir ulang untuk berinvestasi di Indoonesia. Padahal, kehadiran mereka bisa menjadi transfer teknoloogi dalam berbagai hal. Tentunya penguatan regulasi harus dibarengi dengan kebijakan ini.  Investment grade harus dimanfaatkan dengan baik. Jangan terlalu puas dengan modal masuk ke pasar finansial, karena sewaktu-waktu dapat berpindah cepat. Penggiringan investasi menuju sektor rill wajib dilakukan.

Pemerintah juga dituntut untuk mengembangkan riset besar-besaran. Tentu akan sulit jika tidak bekerja sama dengan swasta untuk melakukannya. Selama ini, swasta seperti ogah melakukan berbagai riset karena tidak ada insentif bagi mereka. Jelas insentif merupakan hal yang penting bagi mereka. Pengurangan pajak atau kemudahan birokrasi harus nya bisa diberikan pemerintah untuk mendorong kebijakan riset besar-besaran. Kerjasama yang saling menguntukngkan pemerintah ddan swasta harus mulai diterapkan untuk pengembangan teknologi dan inovasi.

Kesimpulan

Peningkatan kelas menengah yang saat ini dinikmati Indonesia bukan lah dosa. Bukan pula berkah yang terus menerus bisa kita banggakan karena menopang perekonomian. Pengelolaan kelas menengah bukan lagi perlu, namun harus diprioritaskan.

Kelas menengah merupakan aset berharga. Di masa depan, kelas ini akan menjadi sumber pembiayaan pembangunan melalui pasar keuangan seiring kenaikan pendapatan. Keperluan asuransi pun menjadi hal penting bagi kelas ini,  yang mana merupakan basis jangka panjag investor untuk pasar keuangan yang sangat berguna untuk membiayai pembangunan.

Di sisi lain, selain ekonomi, kelas menengah mampu meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia. Pasti nya, mereka lebih ‘melek’ politik dan kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Hal tersebut bisa membuat demokrasi di Indonesia semakin berkembang.

Infrastruktur dan peningkatan teknologi adalah poin penting dari tulisan ini, pengembangan keduahal tersebutlah yang bisa menghindarkan Indonesia ke jurang jebakan. Peningkatan anggaran infrastruktur memang masih kalah meriah dibandingkan pemberian subsidi. Prioritas tinggi memang harus diupayaakan pemerintah.

Perdebatan politik memang merupakan titik lemah negara ini, trasnformaasi akan sulit dilakukan karena akan selalu ada kepentingan yang dirugikan akibat berubahnya kebijakan. Ini lah yang mungkin bisa menjelaskan bahwa lambatnya Indonesia lepas landas. Keprimitifan politik kepentingan membuat banyak pengorbanan yang tak berguna. Sudah saatnya kita merenungi kembali dan mengamalkan pelajaran PPKN di Sekolah Dasar dulu, yaitu mendahulukan kepentingan umum dibanding kepentingan golongan/pribadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun