Sejarah Panjang Kerokan
Tidak ada literatur yang jelas mengenai asal-usul kerokan, bahkan dalam dunia medis belum ada kajian secara mendalam mengenai definisi dan sejarah kerokan. Akan tetapi, kerokan atau disebut juga kerikan merupakan pengobatan tradisional yang sudah mengakar sejak zaman nenek moyang kita.
Oleh karena itu, kerokan sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Kerokan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia, bahkan mungkin saja di  antara kita pernah mengerok orang atau dikerok. Kerokan bukan hanya dikenal atau dilakukan oleh orang tua atau pekerja saja, tapi pengobatan ini telah dilakukan oleh semua golongan. Bahkan, sejak bayi atau balita, biasannya orang tua pernah mengerok anaknya saat anak tersebut mengalami sakit dengan menggunakan bawang merah.
Kerokan atau kerikan juga ada di Vietnam, Thailand dan Indonesia ada kemiripan, yang berbeda adalah pola-pola kerokannya. Pengobatan berupa kerokan di beberapa negara tersebut termasuk di Indonesia, berbeda dengan pengobatan tradisional ala Tiongkok yang disebut "Gua Sha". Pada "Ghua Sha" alat yang digunakan sebagai media pengobatan adalah tanduk kerbau atau dengan batu giok, anggota tubuh yang dikerok juga tidak sembarang. Bagian yang tubuh yang dilakukan "Ghua Sha" bukanlah seluruh tubuh, tapi hanya pada bagian dari titik-titik saraf tertentu sesuai dengan jenis penyakit yang sedang dirasakan. Pengobatan tersebut tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang dan di sembarang tempat. Berbeda dengan kerokan yang bisa dilakukan oleh siapa pun dan di manapun.
Sejak kecil saya sudah terbiasa dikerok menggunakan bawang merah saat perut terasa sakit atau meriang oleh orang tua. Ketika beranjak dewasa pun, saat kondisi tubuh kurang mengenakan apalagi saat masuk angin dan sakit kepala, kerokan menjadi resep jitu yang mampu menyegarkan kembali.
Meski tidak asing lagi dengan kerokan, kadang kita masih dihantui rasa ragu dan waswas saat akan melakukan kerokan. Ada paradigma dalam pikiran kita bahwa kerokan tidak menyehatkan secara medis dan dapat menyebabkan pori-pori kulit menjadi pecah. Bahkan, di masyarakat banyak mitos-mitos yang dikaitkan dengan kerokan seperti ibu hamil tidak boleh dikeroki, nanti anaknya terlahir belang-belang dan angin duduk tidak boleh dikerok nanti menyebabkan seseorang meninggal dunia.
Kerokan memang masih pro kontra dalam dunia medis. Tidak sedikit tenaga medis yang secara terang-terangan tidak menganjurkan untuk melakukan kerokan. Terlepas dari ketidaksetujuan tersebut, di sisi lain ternyata ada penelitian yang dilakukan oleh Prof Dr. Didik Gunawan Tamtomo, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Solo (UNS) telah memberikan jawaban secara ilmiah terhadap berbagai kekhawatiran yang menghantui masyarakat saat akan melakukan kerokan.
Kerokan merupakan pengobatan yang mudah dan murah, dapat dilakukan di manapun, kapan pun, oleh siapa pun dan menggunakan alat-alat yang mudah diperoleh dan murah seperti benggol, uang koin, kayu, sendok dan bawang merah. Berdasarkan tahapan-tahapan penelitian Prof. Dr. Didik Gunawan Tamtomo di Solo, 90% orang mengenal kerokan dan 85 % merasakan manfaatnya. Ia juga membuktikan bahwa kulit yang telah dikerok tidak berlubang atau mengalami kerusakan sebagaimana yang dikhawatirkan banyak orang selama ini.
Balsem Lang Teman Setia Kerokan