Mohon tunggu...
Efron Dwi Poyo
Efron Dwi Poyo Mohon Tunggu... -

Fanatik FC Bayern München. Mia San Mia

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Mencari Pemimpin PSSI

13 Januari 2015   23:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:13 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Dalam setiap diskusi mengenai sepakbola dengan teman-teman atau kolega, baik sekadar obrolan di warung kopi maupun di media sosial, saya selalu yang berada pada posisi antagonis dengan mengatakan bahwa PSSI tidak akan pernah juara Asia dan masuk putaran final piala dunia. Alasan saya selalu konsisten: selama saya tidak menjadi ketua umum PSSI, selama itu pula PSSI tidak pernah menjadi juara Asia dan masuk putaran final piala dunia.

Alasan saya di atas adalah ekspresi betapa suram dan pecundangnya PSSI. Amat sangat sulit dari mana mengawali mengurai benang kusut kepengurusan PSSI. Di sini saya tidak menyebut benang kusut di kepengurusan PSSI, melainkan benang kusut kepengurusan PSSI. Benang kusut itu bernama Pengurus PSSI. Dari sekian banyak pilihan saya memilih pilihan membekukan PSSI. Pemerintah yang mengemban kedaulatan rakyat berwenang membekukan PSSI, karena PSSI berada di dalam wilayah Negara Indonesia. Lho, bukankah FIFA akan menghukum PSSI dengan pelarangan ikut aktif dalam kompetisi internasional, jika pemerintah turut campur? Biarkan saja! Mengapa? Pertama, tidak ada pelarangan pun prestasi PSSI selalu memalukan di kompetisi regional sekalipun! Lebih baik tidak perlu ikut berkompetisi untuk beberapa tahun. Kedua, FIFA juga mendua. Mereka melarang pemerintah turut campur, namun mensyaratkan dukungan atau jaminan pemerintah untuk sebuah negara yang mengajukan menjadi tuan rumah suatu turnamen. Jadi, saya memilih membekukan PSSI. Dengan demikian benang kusut itu dibuang, diganti dengan benang yang baru, sehingga memampukan pelaku organisasi menjahit landasan filsafat sepakbola Indonesia. Toh FIFA tidak akan selamanya menangkal partisipasi PSSI.

Syarat pemimpin PSSI

Syarat menjadi pemimpin PSSI yang pertama dan utama adalah mempunyai filsafat sepakbola dan mampu melandaskannya sehingga benar-benar menjadi sepakbola Indonesia. Apakah itu berarti PSSI tidak boleh mencontek negara maju dalam sepakbola sebagai acuan (role model)? O bukan itu maksud saya! Filsafat sepakbola yang benar-benar Indonesia adalah membangun sepakbola Indonesia bukan dengan langkah kejap atau instan. Pepatah Jawa mengatakan jer besuki mawa bea. Terjemahan bebasnya ialah untuk menggapai cita-cita diperlukan pengorbanan. Menanti dengan sabar bertahun-tahun merupakan salah satu wujud pengorbanan.

Memilih pemimpin PSSI jangan lagi mentang-mentang ia seorang akademikus (apalagi politikus!), maka ia akan memimpin organisasi dengan nilai-nilai yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Ketua Umum PSSI, Djohar Arifin, pada 3 Desember 2013 di Malang mengatakan bahwa ia berharap setiap provinsi memiliki SSB (sekolah sepakbola) yang dikelola secara profesional sehingga pada gilirannya menghasilkan pemain profesional. Ia memberikan contoh Aji Santoso International Football Academy (ASIFA) sebagai SSB yang dikelola secara profesional.

Sungguh elok pemikiran Djohar Arifin. Demikianlah kira-kira pendapat pengurus PSSI dan sebagian masyarakat sepakbola yang merasa amat tahu sepakbola. Menurut saya tidak! Pernyataan atau pemikiran Djohar adalah menyesatkan. Tidak ada di negara hebat sepakbola, sebut saja Jerman, yang Asosiasi Sepakbolanya membuat SSB di setiap provinsi atau negara bagian yang kemudian dikelola secara profesional. Yang terjadi adalah DFB (Asosiasi Sepakbola Jerman) membuat liga profesional (Bundesliga) yang diikuti oleh klub-klub profesional. Klub-klub profesional ini dibebani kewajiban membina para pemain anak-anak, remaja, dan muda atau dengan kata lain pemain belia yang merupakan satu kesatuan di dalam klub-klub profesional tersebut. Klub profesional yang melalaikan kewajiban ini langsung digugurkan keanggotaannya dari Bundesliga.

Seorang pemimpin PSSI haruslah yang mempunyai prinsip kuat yang tidak mau berselingkuh dengan kepentingan kejap dan kegenitankaum berduit yang memanfaatkan popularitas sepakbola untuk pemasaran politik. Ia harus sangat paham bahwa sepakbola bukan melulu urusan sepak-menyepak bola, namun menyangkut segala aspek kehidupan yang menjunjung martabat sepakbola.

Ciri sepakbola kuat

Negara-negara yang mempunyai sejarah kuat sepakbola, kita bisa mencirikannya dengan melihat jumlah tanda bintang di dada pada kostum nasionalnya, memiliki kemiripan meletakkan landasan sepakbola di masyarakatnya. Kemiripannya ialah pembinaan pemain belia dibebankan pada klub profesional. Para pemain belia ini mempunyai jenjang yang jelas. Sejak usia belia mereka dibina dalam suasana kompetisi dengan satu tujuan menjadi pemain profesional. Pemain belia ini tidak dibebani untuk menjuarai suatu turnamen atau kompetisi, melainkan diajar dan dididik untuk menjadi pemain profesional. Untuk itulah kita tidak atau jarang menemukan pemberitaan mengenai liga remaja di Eropa. Asosisiasi Sepakbola memang melarang pemberitaan di media. Beberapa tahun yang lalu di Inggris pernah terjadi sebuah koran secara tidak sengaja menampilkan hasil liga remaja lokal. Akibatnya koran tersebut didenda dan wajib meminta maaf.

Pemain belia sangat dilindungi dari eksploitasi. Mereka belum menjadi pribadi dewasa mandiri. Aspek pendidikan anak-anak sangat melekat di sini. Eksploitasi berlebihan mengakibatkan pemain belia akan layu sebelum berkembang. Dapat Anda bayangkan jika anak remaja Anda menjadi seorang kiper, kemudian diberitakan bahwa timnya kalah 10-0. Apa dampak psikologisnya? Anak Anda akan mengalami depresi menanggung malu, karena ia merasa manusia di seluruh dunia mengolok-oloknya. Akibat selanjutnya ia berhenti berlatih dan bermain sepakbola. Demikian juga sebaliknya jika anak remaja Anda memenangi pertandingan atau turnamen yang diberitakan besar-besaran. Anak Anda akan besar kepala, yang akibat selanjutnya ia meremehkan kewajiban seorang calon pemain profesional yaitu menghormati sepakbola itu sendiri. Tidaklah mengherankan banyak pemain Indonesia yang kala remaja sangat berprestasi, hancur lebur pada jenjang senior. Mereka sudah menjelma menjadi hedonis.

Liga profesional

Dalam melandaskan filsafat sepakbola pertama-tama yang dilakukan oleh PSSI ialah membentuk liga profesional yang diikuti oleh paling banyak 18 klub profesional dalam satu divisi yang mencakup seluruh wilayah Indonesia. Untuk pertama kali liga profesional hanya satu divisi. Jumlah maksimum 18 klub ditetapkan dengan pertimbangan ada sedikitnya enam pekan tidak efektif dalam rangka bulan puasa dan libur Idul Fitri. Kepesertaan klub liga profesional berasal dari klub liga jenjang tertinggi pada kepengurusan sebelumnya yang dinyatakan memenuhi kriteria liga profesional. Setelah kompetisi rutin berjalan setidaknya tiga musim dan setelah mendapat hasil evaluasi yang baik, dapat dipertimbangkan untuk penambahan satu divisi lagi yang juga berjumlah paling banyak 18 klub.

Calon klub profesional, selain wajib memiliki program dan wadah pembinaan dan pendidikan pemain belia seperti sudah ditulis di atas, harus bisa membuktikan kemandirian keuangan dalam menjalankan kehidupan organisasi dengan berstatus badan hukum. Penamaan klub Persija, PSMS, Persipura, Persib, dan sejenisnya harus dilarang. Mengapa? Penamaan tersebut berkonotasi perserikatan yang berimplikasi kontra-produktif seperti misalnya dijadikan kendaraan politik bagi penguasa daerah. Klub harus mengikuti standar akutansi yang akuntabel. Financial Fair Play (FFP) pada Kesatuan Asosiasi Sepakbola Eropa (UEFA) dan sistem pengelolaan keuangan Bundesliga dapat dijadikan acuan. Bundesliga pantas dijadikan acuan utama (role model), karena merupakan liga yang paling sehat keuangannya di Eropa berdasarkan FFP.

Klub anggota liga profesional mendaftarkan pemain profesional selama satu musim paling banyak 25 pemain yang disebut dengan Daftar A. Daftar A ini dapat berubah komposisinya pada jendela transfer yang ditetapkan oleh FIFA. Oleh karena klub profesional diwajibkan membina pemain belia, maka klub diberi keistimewaan mendaftarkan semua pemain binaanya tanpa batas jumlahnya (di bawah usia 18 dan belum diizinkan mendapatkan kontrak pemain profesional) untuk dimasukkan ke dalam Daftar B.

Pemain asing yang diizinkan untuk tahun-tahun awal paling banyak dua pemain dan harus dari negara anggota Konfederasi Sepakbola Asia (AFC). Mengapa demikian? Pemain Indonesia harus mengenal kultur pesepakbola AFC, karena bagaimanapun juga negara pesaing Indonesia adalah negara anggota AFC. Hanya dengan menguasai AFC Indonesia bisa melangkah ke jenjang lebih tinggi.

Pewilayahan

Bagaimana dengan aturan promosi dan relegasi? Sebelum berbicara mengenai hal itu kita harus menyadari dan menerima realitas bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan. Biaya transportasi tidak sedikit dan bukan tidak mungkin bakal menggerogoti keuangan klub. Untuk itulah peserta liga profesional haruslah dibatasi maksimum 18 klub yang sudah mandiri keuangannya sehingga biaya transportasi bukan menjadi potensi penyakit.

Liga profesional ini (apa pun kelak akan dinamai) adalah kasta tertinggi kompetisi sepakbola di Indonesia. Wadah ini diciptakan agar dapat dijadikan dambaan setiap klub yang hidup di Indonesia untuk bermain di kompetisi ini. Setiap klub yang mendambakan bermain di liga profesional harus mengikuti jejak klub-klub profesional yang sudah bergabung di liga ini dengan mengikuti seleksi berjenjang. Klub yang bukan atau belum menjadi peserta liga profesional dikelompokkan ke dalam enam wilayah: Wilayah 1 Sumatera, Wilayah 2 Jawa, Wilayah 3 Bali dan Nusa Tenggara, Wilayah 4 Kalimantan, Wilayah 5 Sulawesi, dan Wilayah 6 Maluku dan Papua. Pembentukan wilayah ini tentulah lentur berdasarkan atas efesiensi transportasi. Namun demikian setidaknya menurut saya pewilayahan dapat dibuat menjadi enam seperti itu. Peringkat atas di setiap wilayah diberikan kesempatan merebut dua atau tiga slot di liga profesional yang ditinggalkan oleh klub anggotanya yang terkena aturan relegasi.

Kepesertaan liga wilayah berasal dari klub-klub peringkat atas di kepengurusan daerah kota/kabupaten yang terwakili secara proporsional. Tentu saja ini mengandaikan di setiap kepengurusan daerah kota/kabupaten ada kompetisi klub.

Seleksi pemain tim nasional

Dengan bergulirnya liga profesional akan ada sedikitnya 360 pemain profesional Indonesia yang berkompetisi ketat dengan menjunjung martabat sepakbola. Pelatih tim nasional senior akan dimanjakan dengan banyaknya opsi pemain. Kemewahan ini tentunya sangat didambakan oleh semua pelatih timnas. Profesionalitas klub dalam membina pemain membuat pemain dipertahankan dalam kondisi puncak kebugaran. Pelatih timnas sudah tidak perlu pusing lagi dalam memersiapkan fisik pemain, karena pemain sudah siap pakai, khususnya penggunaan pemain dalam rangka kualifikasi turnamen major yang biasanya di tengah jadual kompetisi atau yang kita kenalnya dengan international break.

Kemewahan ini juga dirasakan oleh pelatih tim nasional kategori usia. Para pelatih tim nasional kategori usia memanfaatkan kompetisi liga profesional dalam memilih pemain, karena sudah dipastikan mendapat pemain dari Daftar B dan juga ditambah pemain profesional reguler Daftar A yang masih masuk kategori usia. Dengan demikian tidak akan ada pelatnas jangka panjang untuk pemain kategori usia. Pelatnas jangka panjang yang pernah dilakukan oleh Indra Sjafri adalah menyesatkan!

Mengapa menyesatkan? Pertama, pemain kategori usia pada dasarnya hanya ikut satu kali dalam turnamen kategori usia. Kedua, pelatih timnas akan mematikan hasrat berkompetisi pemain, karena pemain dalam jangka lama tidak berlaga pada partai kompetitif, sementara turnamen hanya berlangsung singkat. Bukan saja singkat, dalam turnamen tidak boleh tim melakukan kesalahan. Gagal pada pertandingan pertama, akan sangat sulit memerbaiki peluang selanjutnya. Berbeda dengan liga yang berkompetisi selama setahun. Ketiga, Indra Sjafri kelihatan sekali memerlakukan timnas seperti klub dengan memasang target menjuarai turnamen dan lolos ke piala dunia U-20, sehingga target yang meleset dianggap sebuah kegagalan oleh pengurus PSSI yang memang sudah sesat-pikir. Harusnya Indra Sjafri mendidik pemain bahwa menjadi pemain timnas kategori usia dan menjuarai turnamen bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk menjadi pemain profesional dan timnas senior. Bagaimana pun juga FIFA hanya menghitung poin timnas senior. Keempat, Indra Sjafri tidak melindungi pemainnya sebagai anak-didiknya, namun justru membuat para pemainnya menjadi selebritis hedonis.

Tentu saja itu semua bukan kelalaian Indra Sjafri semata. PSSI lah yang menciptakan pemain-pemain menjadi hedonis. Saya mengambil contoh Indra Sjafri karena PSSI dan media lah yang menciptakannya menjadi selebritis. Sah-sah saja saya membahas selebritis yang sudah dikenal oleh masyarakat. Saya berani bertaruh tidak banyak orang yang tahu bahwa seorang Toni Kroos pernah menjadi pemain terbaik piala dunia U-17 pada 2007! Ya, memang DFB dan klubnya kala itu, Bayern München, melindungi pemain belianya dari godaan hedonisme. Pada rentang 2007-2010 nyaris nama Kroos masih di bawah air.

Berbicara mengenai sepakbola Jerman memang tidak habis-habisnya menjadi sumber inspirasi. Setelah mereka berhasil dalam projek pembinaan pemain belia, DFB sudah menyiapkan dana sebesar 89 juta euro untuk membangun akademi sepakbola di Frankfurt setelah pemenang sayembara desain konstruksinya diumumkan pada Mei 2015. Akademi ini bukanlah akademi sepakbola yang kita kenal sebagai tempat berlatih sepakbola. Ini adalah akademi tempat ilmu sepakbola bekerja. Laboratorium ilmu sepakbola! Luarbiasa! Sepakbola secara nyata dijadikan sains.

Seorang teman berlanjut bertanya jika saya menjadi ketua umum PSSI siapakah yang akan saya tunjuk menjadi sekretaris umum. Dengan mantap saya menjawab: Romo Sindhunata.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun