Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Duh, Terlanjur Pencet Setuju Berbagi Data WhatsApp ke Facebook, What Should I Do?

14 Januari 2021   02:57 Diperbarui: 14 Januari 2021   06:05 7909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
WhatsApp. (Foto: Anton/Pexels) 

KETIKA pertama kali membuka aplikasi WhatsApp setelah bangun dari tempat tidur beberapa waktu lalu, saya melihat sebuah pemberitahuan yang secara sekilas menyinggung soal kebijakan privasi.

Dengan kondisi setengah sadar dari tidur malam, saya spontan menekan tombol setuju agar pemberitahuan tersebut lekas hilang supaya saya dapat mengecek pesan masuk di WhatsApp.

Saya saat itu berpikir, pemberitahuan tersebut hanya pengumuman kebijakan privasi pada umumnya.

Beberapa menit kemudian, ketika saya membuka Twitter, lini masa terlihat dibanjiri pembicaraan WhatsApp dan Facebook yang hilir-mudik dikomentari warganet.

Usut punya usut, keramaian tersebut disebabkan karena persoalan kebijakan privasi WhatsApp yang akan menyerahkan data pribadi penggunanya ke Facebook.

Bah! Saya awalnya merasa heran.

Bukankah selama ini data pribadi pengguna bukan sesuatu yang istimewa dalam era digital? Khususnya WhatsApp yang telah diakuisisi Facebook pada 2014 silam.

Saya dari dahulu berpikir soal keamanan data ini, ya sudahlah, ini konsekuensi dari era digital, semua data pribadi akan terlihat dan tersebar.

Pun jauh sebelum era media sosial, saya dan Anda mungkin pernah mengalami peristiwa perihal penggunaan data pribadi di luar persetujuan. 

Saya pernah menerima SMS dan panggilan telepon dari seseorang asing yang memperoleh nomor ponsel saya di toko isi ulang pulsa.

Jadi, orang asing ini sempat melihat kedatangan saya saat membeli pulsa. 

Dan karena ingin berkenalan dengan saya, ditengoknyalah nomor ponsel yang saya catatkan di pembukuan penjual pulsa tersebut.

Pasrah bukan berarti nyaman dan setuju. Masalah keamanan data pribadi sudah dalam tahap mencemaskan.

Masalah keamanan data pun menjadi pertimbangan saya untuk membeli iPhone sebagai gawai.

Ini bermula ketika kasus serangan di San Bernardino, California, AS pada 2015 silam, Apple menolak permintaan FBI untuk mengakses data dari iPhone tersangka yang terkunci.

Dengan keyakinan dasar itu, saya akhirnya memutuskan menggunakan iPhone, walaupun sekarang sudah berganti ke Android karena pertimbangan lainnya.

Tetapi bagaimapun, data tetap saja akan tersebar entah dari mana dan bagaimana caranya, selalu ada jalan.

Kita pasti sering mendapat permintaan akses nomor telepon dan album foto dari bermacam aplikasi terutama edit foto. Apalagi kita sering menyetor data pribadi di ranah offline untuk kepentingan tertentu, misalnya untuk pengajuan kredit kendaraan.

Di lain pihak, kita memang sudah terhubung luas dengan pengguna lainnya.

Katakanlah sebagai contoh, saya adalah pengguna iPhone yang telah menerapkan sederet teknologi canggih untuk melindungi keamanan data pribadi.

Namun ketika Ibu dan teman-teman yang menyimpan kontak telepon dan foto-foto saya tidak melakukan demikian, bobol juga.

Data-data itu diperuntukan demi periklanan. Akan tetapi berapa banyak perusahaan periklanan yang ingin mencoba memasuki layar gawai kita?

Ini pula yang terjadi ketika pelbagai pesan penawaran pinjaman online dari nomor tidak dikenal silih berganti masuk ke pesan WhatsApp dan SMS. Beberapa telepon asing sering terdengar masuk ke layar gawai.

Facebook juga mengklaim bahwa data pengguna diperuntukan untuk kepentingan periklanan. Tidak untuk hal lain.

Begitu juga saat WhatsApp melakukan layanan baru dan kebijakan privasi berbagi data pengguna dengan Facebook.

WhatsApp mengatakan update awal 2021 tersebut menekankan pada perpesanan WhatsApp Business, yang kini dapat menggunakan infrastruktur hosting Facebook untuk percakapan WhatsApp-nya, laporan Kompas.com, 9 Januari 2021.

Sistem enkripsi end-to-end tetap dipertahankan sehingga WhatsApp ataupun Facebook tidak dapat mengakses percakapan pribadi pengguna.

Keramaian yang terjadi belakangan ini disebut karena buruknya komunikasi Facebook, dikutip dari The New York Times, 13 Januari 2021.

Alasan lainnya, faktor ketidakpercayaan pengguna terhadap perusahaan berlogo F berlatar biru tersebut.

Memang demikianlah hakikatnya kegunaan teknologi laksana roda kehidupan sejak zaman dahulu bala. Selain isu keamanan, kepercayaan menjadi koentji.

Pada akhirnya, masalah keamanan, kenyamanan pengguna dan payung hukum adalah beberapa isu penting untuk dipikirkan.

Mengingat kasus terdahulu, pendiri WhatsApp Brian Acton sempat menaikkan tagar #DeleteFacebook menanggapi skandal Cambridge Analytica.

Sesama petinggi big tech yang sudah satu perusahaan ternyata bisa berselisih paham tentang penggunaan data pengguna di hadapan warganet.

Apalah nasib pengguna awam yang tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan dalam mengontrol data pribadinya di ruang digital yang mahacanggih ini.

Tentu penantian sekarang adalah menunggu kedatangan sang Fajar yang bijaksana untuk membantu manusia keluar dari kemelut ini sambil menata pengetahuan digital masing-masing dan menanti terbitnya payung hukum.

Dan tiba-tiba di tengah keramaian ini, CEO SpaceX Elon Musk secara tidak langsung mempromosikan aplikasi percakapan Signal melalui cuitannya di Twitter. Pantauan terakhir di Play Store, Signal sudah menempati urutan tiga aplikasi paling populer.

Dilanjutkan Telegram yang kemarin muncul dengan ucapan terima kasih yang hangat kepada penggunanya atas masuknya 25 juta pengguna baru aplikasinya dalam tiga hari saja. 

Ini ibarat kata, orang lain yang lelah menggoreng, dia tinggal menikmati makanannya. Gratis pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun