Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Baik dan Buruknya Hujan, Dia Tetap Pembawa Kedamaian yang Romantis

5 Januari 2021   23:50 Diperbarui: 5 Januari 2021   23:57 1405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hujan. (Foto: Dang Thanh Tu/Pexels)

Hujan mengantar orang-orang masuk ke dalam kedamaian. Jika saja di sebelah ada kekasih, inilah waktunya merekatkan diri dalam pelukan romantis.

Hujan adalah berkah. Ia membantu pertumbuhan tanaman untuk disantap sebagai hidangan manusia di atas meja makan. 

Tanpa air, gersanglah akar-akar itu. Seperti itu juga manusia, kita membutuhkan air demi keberlangsungan hidup.

Mungkin, beberapa orang merasa jenuh dan bosan karena hujan. Bagi orang yang terbirit-birit dikejar janji di tempat jauh, hujan dianggap penghambat masuknya kantong rezeki.

Namun, tidak usah risau. Ada kegiatan produktif yang bisa dilakukan di rumah untuk mengusir rasa suntuk dan kekesalan itu. Misalnya saja, mencoba memasak menu baru yang mungkin berguna sebagai menu baru ketika ingin membuka usaha kuliner.

Atau manfaatkan waktu senggang yang panjang dengan melakukan aktivitas yang bertujuan untuk menajamkan bakat masing-masing, seperti bernyanyi dan menari.

Apa lagi yang dapat dimanfaatkan dari hujan selain ketenangan itu? 

Ubahlah air hujan menjadi air minum. Air hujan itu dipanen untuk ditampung ke dalam sumur. BPPT telah merancang Sistem Pemanfaatan Air Hujan (SPAH) dan Pengolahan Air Siap Minum (ARSINUM).

Tetapi, kita telah sering mendengar berita tentang banjir dan longsor sebagai akibat dari penebangan pohon. Hujan yang turun ke bumi kekurangan daerah resapan. Itu perkataan Guru yang memberikan materi pelajaran kepada siswa-siswa di masa lalu.

Sekarang, kita memiliki bab baru, yaitu perubahan iklim. Pembahasannya lebih ilmiah dan teknis dengan satu keyakinan bahwa perubahan iklim itu terjadi akibat kelakuan manusia.

Manusia, katanya, menjadi penyebab pemanasan global. Sebab dalam beberapa dekade terakhir, kita mengonsumsi banyak energi-energi fosil seperti minyak, gas dan batu bara yang melepaskan banyak karbon.

Jika iklim terganggu, nasib petani pun berubah. Produksi padi menjadi tidak terprediksi. Jika gagal panen, Indonesia harus impor beras.

Begitu juga kepada petambak garam. Sebagai negara kelautan, kita seharusnya dapat memamerkan diri kepada negara-negara di luar. Akan tetapi, jika saja hujan terus turun sepanjang tahun, maka terancamlah produksi garam.

Sebagian di antara kita mungkin dapat tidur nyenyak. Akan tetapi, petambak garam mesti menggigil untuk mencukupi kebutuhannya setelah tidak berproduksi.

Efeknya, merembet kemana-mana karena kebutuhan garam tidak tercukupi. Karena itu, kita harus mengimpor garam. 

Nah, kebanyakan di antara kita merasa geram Indonesia menjadi negara impor. Akan tetapi, bagaimana melawan alam jika ternyata kita adalah penyebab masalah itu (perubahan iklim)?

Astaga-naga, tidak baik memang mengeluh. Darah tinggi bisa kumat yang untuk menurunkannya bukan perkara mudah dan murah.

Syukurlah deras hujan mengantarkan udara dingin dan gemercik yang syahdu. Pikiran tenang. Hujan turun pelan-pelan di bawah gelap malam. Sudah tengah malam untuk insan yang membutuhkan pelukan kasih sayang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun