Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Dalam Republik, Kita Memilih untuk Menampakan Kehormatan Warga Negara

16 April 2019   20:12 Diperbarui: 16 April 2019   20:34 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemilihan umum (Pemilu) 2019 tinggal dalam hitungan jam. Semua pandangan dan tujuan sudah dimantapkan untuk menyongsong hari esok, 17 April 2019. Kita memilih senator, calon legislatif serta Presiden dan Wakil Presiden secara serentak.

Tengoklah debaran jantung para calon yang bertarung. Begitu juga kita sekalian yang akan memberikan hak suara di balik bilik TPS merasakan degap degup. Atau mungkin hari esok adalah hari yang amat biasa.

Bagaimanapun, Pemilu 2019 adalah sebuah momentum terhormat bagi warga negara. Kita akan memilih orang-orang yang akan menjadi representatif masyarakat. 

Orang-orang ini yang kemudian menjadi anggota dewan akan dimintai pertanggungjawaban, bekerja, bersuara, dan berpikir maksimal demi menyuarakan kepentingan masyarakat. Mereka tidak akan bernilai tanpa suara masyarakat.

Meski agak utopis, kita perlu memulai segala sesuatu tentang Pemilu 2019 sebagai momen warga negara menyertakan wakil untuk mendesain kekuasaan agar seturut dengan kehendak masyarakat (rakyat).

Kita adalah warga negara Republik, dimana melekat term 'publik' untuk menjelaskan arah dan tujuan negara yaitu masyarakat. Kekuasaan dalam sistem presidensial disematkan kepada seorang Presiden. Dia adalah simbol kekuasaan tertinggi yang pada akhirnya dia adalah orang yang dapat memutuskan arah gerak negara secara semena-mena (baik melalui pertimbangan ataupun tidak sejauh dia menyadari kehendak bebasnya sebagai manusia).

Jadi, Pemilu 2019 adalah momentum dan titik balik bagi demokrasi Indonesia. Suara publik yang dahulu terakomodir melalui para elit politik, sekarang dapat meletup dan menjadi sebuah penggerak opini publik melalui media sosial. 

Di tengah ramainya suara netizen, tinggalah bagaimana moral para pejabat negara dan politikus untuk memakai akal. Kita harus memastikan bahwa mereka tidak dapat semaunya meminta publik memahami bahwa pemerintah sedang bekerja keras.

Pemilu 2019 adalah momen terhormat bagi masyarakat. Kita berada dalam sebuah Republik dan demokrasi menjamin kekuasaan ada pada rakyat, bukan seorang Presiden. Kita memilih orang-orang yang sedianya mempunyai ide-ide besar, memilih seorang negarawan, dan kemampuan berpikir yang siap menjadi penyambung suara publik dengan segala kebisingan yang bertubi-tubi. Inilah momen kemenangan masyarakat karena telah mengambil bagian dalam mengatur arah dan tujuan negara. Jangan-jangan kita yang memilih besok akan menjadi penguasa lima tahun mendatang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun