Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ilustrasi Sederhana, Mengapa Maklum Itu Juga Penting

25 Maret 2018   01:08 Diperbarui: 25 Maret 2018   20:46 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: nhpr.org)

Apa itu maklum?

Seorang pengajar mata kuliah Filsafat Dasar menemukan masalah dalam menjelaskan apa itu filsafat.

Kepada para mahasiswanya, dia sudah membeberkan pendapat para filsuf terdahulu, dari Plato hingga Hegel. Sang dosen merasa bersalah telah mendikte mahasiswanya. Jika ia menjelaskan terlalu banyak, mahasiswa justru akan terjebak dan menganggap mata kuliah ini sangat membosankan.

Akhirnya ia memutuskan, pertemuan pertama ini akan menjadi terakhir kalinya ia berbicara banyak dalam perkuliahan. Selanjutnya, ia meminta mereka untuk membaca buku sebanyak mungkin sesuai selera masing-masing. Perkuliahan pun dilewati dengan banyak diskusi dan perdebatan dari isu-isu berbeda. Kelas itu seperti mendapatkan nyawa akademisnya.

Tibalah waktunya untuk mahasiswa mengerjakan ujian. Salah satu pertanyaan yang diajukan, apa itu filsafat. Seorang mahasiswa menjawab, "pencerahan", yang lain menulis, "penyesatan." Ada yang mengisinya dengan kekosongan alias tak dijawab.

Ketiganya memperoleh nilai 100 dan tak seorang pun mengeluh telah diperlakukan tak adil. Setelah menempuh perkuliahan yang panjang, baru kali inilah kelas begitu hening dari perdebatan, baik dosen maupun mahasiswa hanya tertawa. Mereka sebenarnya mengerti apa itu filsafat, namun untuk beberapa kelucuan hidup, mereka tak tahu menjelaskannya.

Dalam catatannya, Setyo Wibowo mengutip pendapat Jacques Ranciere, seorang pemerhati pendidikan, menyebut, logika penjelasan membawa kita ke regressio ad infinitum (mundur ke belakang tanpa batas).

Lebih lanjut, Setyo Wibowo mengatakan, saat kita menjelaskan sesuatu kepada orang lain, kita menganggap orang lain tak memiliki kemampuan akan dirinya sendiri. Dari sini, akan ada mitos yang dibangun di mana manusia hanya ada dua: pintar-bodoh, tahu-tak tahu, dewasa-tak dewasa, mampu-tak mampu secara intelektual. Orang pintar mengajar orang bodoh, semakin banyak ia menjelaskan, semakin banyak yang tak dipahami orang lain.

Dengan kata lain, bagaimana mungkin guru sang pencerah justru membuat muridnya bodoh. Ia hanya mempertahankan kekuasaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun