Mohon tunggu...
Feizal Karim
Feizal Karim Mohon Tunggu... wiraswasta -

Think revolutionary, Talk politely, Act progressively

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Sumpah Pemuda atau Disumpahi Pemuda?

27 Oktober 2013   20:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:58 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13828778961441433793

[caption id="attachment_288073" align="aligncenter" width="300" caption="(pic:kabarinews.com)"][/caption]

Tentang Sumpah Pemuda yang kita peringati tiap tanggal 28 Oktober, rasanya tiap orang sudah tahu.  Apa yang terkandung dalam ikrar 85 tahun lalu itupun sudah kita rasakan: sama tanah air kita, sama bangsa kita, dan kita menggunakan bahasa yang sama pula.

Akan tetapi kesamaan-kesamaan itu mulai terganggu di sana sini melalui semangat separatisme dan melemahnya pemakaian Bahasa Indonesia akibat dominasi bahasa tertentu.  Di Sumatera sebuah provinsi telah berubah namanya menjadi Nangroe Aceh Darussalam yang diakui atau tidak memendam bibit separatis.

Pemakaian kata nagroe yang berarti negara menunjukkan bahwa masih ada keinginan khusus yang terasa keluar dari kekhususan yang dulu.  Sementara penerapan kanun yang mengadopsi syari’at Islam dinilai sangat positif bagi penduduknya, keinginan punya bendera sendiri juga tidak pas.  Di sana juga kita jumpai partai tersendiri yang tidak ada di provinsi lain.

Masalah separatisme juga sedikit mencuat di Papua sebagai akibat dari diabaikannya pembangunan di sana dalam waktu yang cukup lama.  Di lain pihak penduduknya yang masih tertinggal mengetahui bahwa negeri mereka potensial dan kaya.  Mereka juga melihat bagaimana kekayaan itu lebih banyak bermanfaat bagi pihak lain.  Ditambah lagi dengan adanya “bensin” yang dituangkan gerombolan pemberontak yang telah terlebih dahulu terhasut pengaruh lain, penduduk di Papua dalam keadaan mudah tersulut.

Dari segi bahasa pula, sejauh ini tidak terasa upaya memelihara dan mengembangkan Bahasa Indonesia.  Penggunaan bahasa nasional ini tertimpa oleh pengaruh bahasa yang penduduknya dominan seperti Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda atau bahasa yang lebih popular seperti Bahasa Jakarta.  Yang terakhir ini bukan pula Bahasa Betawi yang murni tapi telah bercampur aduk dengan Bahasa Indonesia dan berbagai bahasa dominan lainnya.  Bahasa Jakarta malah menjadi bahasa kebanggan yang dipakai di panggung-panggung, film, forum-forum informal, dan percakapan sehari-hari.

Terkait dengan melemahnya penggunaan Bahasa Indonesia ini dan juga eksploitasi sumberdaya alam yang kurang berkeadilan yang ditambah pula dengan pembangunan daerah yang kurang merata maka sentimen kedaerahan yang bisa mengarah ke anarkisme, sewaktu-waktu bisa muncul di Riau.  Dalam bentuk sedikit berbeda, perasaan yang mirip juga potensial muncul di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan.

Dearah-daerah ini dan juga banyak daerah di Indonesia Bagian Timur merasa tidak mendapat perhatian yang cukup dalam pembangunan daerah mereka.  Banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali, infrastruktur dan pengembangan ekonomi daerah di luar Jawa terasa lambat, tidak proporsional, dan tidak menyentuh titik-titik yang dapat menjadi pengungkit (leverage) kemajuan.

Pengabaian terhadap kepentingan daerah penghasil devisa negara bisa memunculkan perasaan tak sejalan dengan kandungan Sumpah Pemuda, khususnya dirasakan oleh generasi muda atau para pemuda yang memang muncul ketika dunia sudah masuk ke dalam abad modern.  Para pemuda dengan mudah akan melihat ketidakadilan, ketidakpedulian, ketidakmampuan, ketidakjujuran, dan ketidakberesan lainnya bila tidak ada upaya memperbaiki keadaan kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang kacau saat ini.  Para pelaku kehidupan bernegara hari ini harus segera menyadari dan memperbaiki apa yang kurang dapat menjamin masa depan yang lebih baik dari para pemuda kita.

Para pemuda sekarang, walaupun belum tentu sesuai harapan semua pihak, tapi dari beberapa segi sudah lebih maju dari para pendahulunya. Derasnya arus informasi dan globalisasi membuat mereka lebih kritis. Ditambah pula dengan lemahnya peran orangtua dalam pendidikan, akan membuat gap yang cukup lebar antara mereka dengan generasi terdahulu dalam cara pandang terhadap banyak hal.  Karena itu jangan heran kalau nilai-nilai Sumpah Pemuda yang makin dangkal tahu-tahu telah berganti dengan sumpah serapah mereka pada segala ketidakbecusan yang terpapar di depan mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun