Mohon tunggu...
Efi Riyana
Efi Riyana Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa

RiyanaIslam12

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebijakan Presiden Soeharto Dalam Memperbaiki Hubungan Politik Luar Negeri pada Era Orde Baru Guna Kesenjangan Ekonomi Internasional

30 April 2024   10:09 Diperbarui: 30 April 2024   10:25 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kebijakan Ekonomi Internasional adalah tindakan atau kebijakan ekonomi pemerinta, secara langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk perdagangan dan pembayaran internasional. Tujuan dari kebijakan ekonomi pemerintah adalah untuk mencapai berbagai sasaran ekonomi yang diinginkan, seperti pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, stabilitas harga, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat pada suatu negara. Analisis kebijakan pada dasarnya adalah proses untuk menghasilkan rekomendasi bagi pemecah masalah yang dihadapi masyarakat.

Sejak kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia telah berhasil menjalankan kebijakan luar negerinya berdasarkan doktrin unik yang digambarkan sebagai "bebas dan aktif". Independen berarti Indonesia tidak memihak kekuatan dunia, sedangkan aktif berarti penuh semangat menjalankan kebijakan damai dan berpartisipasi aktif dalam penyelesaian masalah internasional secara damai. Dengan kekuasaan yang besar dalam pengambilan keputusan, para pemimpin Indonesia secara dinamis menerapkan kebijakan luar negeri sesuai dengan preferensi mereka. Doktrin bebas dan aktif memberikan fleksibilitas kepada presiden dalam kebijakan luar negerinya selama tidak melanggar kepentingan nasional berdasarkan konstitusi dan ideologi negara.

Presiden Soeharto memimpin Indonesia pada era Orde Baru selama 32 tahun, terhitung sejak 1966 hingga 1998. Sewaktu menjabat sebagai presiden, Soeharto telah mengubah beberapa kebijakan, salah satunya adalah politik luar negeri. Pada masa Orde Baru, Soeharto mengubah politik luar negeri dari penuh konflik menjadi kompromi. Salah satu langkahnya adalah memperbaiki hubungan bilateral dan kawasan.  Pemerintah Orde Baru menetapkan kebijakan politik luar negeri pada 1966 dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966. Penetapan kebijakan politik luar negeri Orde Baru ini dimaksudkan untuk memperbaiki pelaksanaan politik luar negeri pada era Orde Lama yang bisa dikatakan cukup dipenuhi dengan konflik, seperti keluarnya Indonesia dari PBB pada 31 Desember 1964. Hal ini juga sesuai dengan pidato Presiden Soeharto dalam Sidang DPR-GR pada 16 Agustus 1967.
Di dalam sidang itu Presiden Soeharto mengatakan bahwa politik luar negeri harus bebas-aktif. Artinya, bebas menetapkan pandangan dan sikap terhadap masalah-masalah internasional, dan aktif dalam memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan, memperjuangkan ketertiban dunia, dan aktif ikut serta menciptakan keadilan sosial. 

Adapun kebijakan politik luar negeri pada era Orde Baru adalah:

Memperbaiki hubungan bilateral dan kawasan 

Pada era Orde Lama, terjadi masalah-masalah yang dihadapi negara-negara bekas koloni Barat yang baru saja berkembang, seperti Indonesia dan India. Untuk mengatasi masalah tersebut, Indonesia pun ikut terlibat dalam Konferensi Tingkat Tinggi Non-Blok (KTT Non-Blok). KTT Non-Blok adalah konferensi tingkat tinggi yang dilakukan oleh negara-negara yang menganut prinsip politik tidak terikat oleh salah satu blok atau yang bersikap netral. Sebab, pada tahun 1950-an, Perang Dingin sedang berlangsung, sehingga negara-negara yang tidak berpihak pada blok tertentu  dan mendeklarasikan keinginan mereka untuk menentukan nasib sendiri, kemerdekaan nasional, kedaulatan, dan integritas negara anggota lewat KTT Non-Blok.
Selain itu, upaya Indonesia dalam memperbaiki hubungan bilateral dan kawasan adalah dengan mengirimkan Kontingen Garuda. Kontingen Garuda adalah pasukan TNI yang ditugaskan sebagai pasukan perdamaian di negara lain. Indonesia mulai mengirimkan pasukannya sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian PBB sejak 1957 sampai saat ini. Tujuan utama pengiriman Kontingen Garuda adalah Indonesia ikut serta dalam menjaga perdamaian dunia.

Indonesia kembali bergabung sebagai anggota PBB

Pada 31 Desember 1964, Indonesia memutuskan keluar sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal yang melatar belakangi keluarnya Indonesia dari PBB adalah pertentangan Soekarno terhadap rencana dibentuknya Negara Federasi Malaysia. Soekarno menganggap pembentukan Negara Federasi Malaysia adalah proyek neokolonialisme Inggris. Berbekal dari kekecewaan tersebut, Soekarno secara resmi mengumumkan Indonesia keluar dari PBB sejak 1 Januari 1965. Setelah memutuskan keluar dari keanggotaan PBB, Indonesia terasingkan dari hubungan bersama dengan negara-negara lain. Akibatnya, ruang gerak Indonesia pun menjadi lebih sempit. Oleh sebab itu, setelah Soeharto naik tahta sebagai presiden, Indonesia menyatakan keinginannya untuk kembali bergabung ke dalam keanggotaan PBB. Pada akhirnya, Indonesia kembali bergabung dalam PBB pada 28 September 1966.

Memperbaiki hubungan diplomatik 

Pada 1965, terjadi konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia mengenai persengketaan wilayah dan penolakan penggabungan wilayah Sabah, Brunei, dan Sarawak. Buntut dari konflik ini adalah keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB. Namun, setelah kembali bergabung dalam PBB, hubungan Indonesia dengan Malaysia juga perlahan-lahan mulai pulih. Kedua negara itu menandatangani Persetujuan Bangkok. Lewat persetujuan ini, baik Indonesia maupun Malaysia, sepakat untuk memulihkan hubungan diplomatik mereka dan menghentikan konflik. Tidak hanya itu, Indonesia juga memperbaiki hubungan diplomatiknya dengan Singapura dengan cara menyampaikan nota pengakuan atas berdirinya Republik Singapura kepada Perdana Mentri Lee Kuan Yew. 

DAMPAK DARI KEBIJAKAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun