Rasa kesal atau rasa mendidih dan ingin marah ternyata menurut saya adalah penghalang terbesar untuk menulis.Tidak ada satu idepun bisa bercokol di pikiran untuk dituangkan dalam tulisan,seandainya bisa,itupun nanti terlihat letupan-letupan dalam kalimat yang jika orang  bisa memaknainya,ada kemarahan terpendam dan terkesan kasar.
Dalam situasi yang lain seperti kecewa,seorang penulis puisi biasanya bisa mengungkapkan dalam larik kata-kata yang dalam tentang kekecewaan,atau dibuat cerita yang di dalamnya mengandung unsur kekecewaan.
Begitu juga dengan kesedihan,bisa mengekspresikan semuanya baik dalam puisi maupun cerpen.
Tetapi jika marah atau kesal karena sesuatu,sesuatu yang mungkin sepele.Pas di luar kota naik taksi ,begitu masuk mobil ada pasir-pasir di tempat duduk tengah dan tidak dibersihkan.Pengemudinya tidak membersihkan pasir-pasir itu dari kursi penumpang.Baru pertama kali  memiliki pengalaman begini,padahal mau jagong manten dan cukup tergesa-gesa.Sudah kesal pokoknya dengan adanya pasir.
Lalu sesudah itu biasanya waktu-waktu luang bisa digunakan untuk menulis di notes.Sama sekali tidak ada ide untuk menulis apapun,karena masih kesal dengan taksi yang kursinya penuh banyak pasirnya,mungkin habis dari pantai atau apa,malah mirip pick up yang sudah selesai mengangkut pasir.Terpaksa memakai tisu untuk membersihkan kursi,daripada gaun krem saya penuh pasir meski bisa dikibaskan.
Memang benar menulis seharusnya dalam suasana yang jernih.Meski terburu-buru tetapi pikiran tenang dan tidak meledak,bisa ide muncul.Kesedihan dan kekecewaan termasuk gelombang yang kalau menurut  dasar adalah tenang atau menurun.Tetapi kesal,marah cenderung emosi meninggi,jika menulis juga akan menghasilkan ledakan-ledakan yang jika dibaca ulang,seperti ada duri-duri di dalamnya.
Ada nasehat yang bilang kalau marah,jengkel atau kesal,jangan membuka media sosial atau menulis di publik.
Barangkali komentar-komentar yang sangat kasar di medsos adalah efek dari kemarahan-kemarahan terpendam yang lalu dilampiaskan pada kata-kata yang kelak disesalinya saat menyadari 'ketrucut' atau 'terlanjur'mengatakan sesuatu,yang tak bisa ditarik kembali.
Barangkali hanya saya yang saat marah tidak bisa memilki ide satupun di kepala untuk saya tuliskan,saya tidak tahu,meski rasa marah itu sudah hilang,namun berjam-jam kemudian, ide juga tidak muncul sama sekali.
Sekian