Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Malu Dicomblangkan dengan Yap King Sian

28 Februari 2021   17:51 Diperbarui: 28 Februari 2021   18:10 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cerpen Aku Malu Dicomblangkan dengan Yap King Sian. (Freepik)

Jakarta, 2001

“Namanya panjang banget.”
“Sepanjang apa, Ping?”
“Sepanjang kereta api.”
“Tapi, kayaknya nggak panjang-panjang amat, kok.”
“Maksudmu….”
“Kalau sepanjang The Great Wall, Tembok China, nah itu baru panjang.”
“Nggak bagus punya nama panjang, Mer.”
“Kenapa memangnya?”
“Susah diingat”
“Siapa bilang susah?”
“Tentu aja susah kalau untuk menyebut namanya lidah sampai kelipat-lipat begitu!”
“Hei, memangnya baju apa bisa dilipat?!”
“Hihihi….”
“Eh, nama lengkapnya siapa, sih?”
“Ehem…!”
“Kayaknya….”
“Ehem…!”
“Hei, kamu kenapa sih?! Ehem-ehem melulu! Kalau batuk minum komix sana!”
“Tadinya sih aku nggak batuk. Tapi, sejak kamu mulai menyinggung cowok itu aku kok, tiba-tiba jadi batuk!”
“Terbalik, atuh! Harusnya yang batuk tuh, dia. Bukan kamu!”
“Oh, iya, ya. Hm, so….”
“So apa?”
“Soto Betawi!”
“Kamu…!”
“Sori, Nek. Don’t be angry. Kamu mau tahu nama lengkap cowok bermata sipit itu, kan?”
“Memangnya kamu pikir siapa?”
“Bagus. Terus terang!”
“Siapa?”
“Raymond Sianipar Yapary alias Yap King Sian.”
“Kok Sianipar? Blaster China-Batak kali, ya?”
“Astaga nih, anak! Memangnya kalau ada nama mirip marga berarti dia itu harus berasal dari daerah asal marga itu?!”
“Tapi….”
“Di Bangkok juga banyak yang bernama Sianipar, Non! Ada Kornkanok Sianipar. Ada Tung Namkonchak Sianipar. Ada Lam Nang Sianipar….”
“Eit, hop-hop. Kok kayak sensus penduduk sih, Ping?”
“Habis….”
“Oke, oke. Trus?”
“Sianipar itu merupakan adaptasi dari nama Tionghoanya, Sian. Begitu.”
“Oh, I see. Berarti Yapary-nya juga merupakan adaptasi dari Yap.”
“Betul.”
“Lalu, Raymond-nya apa dong?”
“Astaga nih, anak! Merry Anjani Puspitadewi, kok kamu bego-bego begitu, sih?!”
“Eh, memangnya aku salah? Kan, Sianipar-nya itu dari kata Sian. Lalu, Yapary-nya itu dari kata Yap. Nah, adaptasi untuk Raymond-nya apa?”
“Mer, masa sih aku harus bilang kalau Raymond-nya itu diganti dengan Kingmond sih?!”
“Hah?”
“Kalau The Mongkey King sih, iya!”
“Hihihi.”
“Jangan ketawa. Aku lagi sebal, nih!”
“Duh, lagi marah ya?”
“Iya! Darahku sudah mendidih seratus lima puluh derajat celsius karena kebegoanmu itu!”
“Habis….”
“Merry-Merry. Nama Raymond itu hanya caplokan asal. Nggak ada adaptasiannya. Begitu!”
“Oo.”
“Just a name. Nggak punya pengertian apa-apa!”
“Oo.”
West name. Nama Barat.”
“Oo.”
“Kamu jangan ‘oo-oo-oo’ lagi sebelum aku colok tuh, mulut!”
“Sori. Hihihi….”
“Jadi, mulai sekarang, kamu kudu mengerti. Jangan malu-maluin begitu.”
“Baik, Bos!”

***

“Nah, Si Sian itu….”
“Raymond!”
“Sama aja! Nama panggilannya, A Sian. Lain kali jangan nyalib!”
“Baik, Bos.”
“Orangtuanya pindahan dari Kanada….”
“Katanya, Singapura?”
“Dengar dulu! Aku belum selesai bicara!”
“Baik, Bos.”
“Sebetulnya Papa Si Sian itu original oriental alias China totok!”
“Seperti kamu.”
“You got a right. Tapi, di negerinya sendiri dia nggak mendapat tempat….”
“Tempat apa?”
“Astaga nih, anak! Makanya dengar dulu. Jangan nyalip-nyalip begitu, dong!”
“Sori.”
“Tempat itu, maksudku, just personification. Perlambangan. Hei, kamu belajar bahasa Indonesia nggak, sih?”
“Tentu aja aku belajar!”
“Oh, aku sangka nggak. Soalnya….”
“Hop-hop. Jangan bilangin aku bego lagi! Aku bisa marah lho, Ping!”
“Sori.”
“Nah, trus?”
“Papanya Si Sian itu merupakan pengikut Falun Gong….”
“Apa? Gong Xi Fat Choi…?”
“Astaga nih, anak! Bukan salam tahun baru Imlek itu! Tapi, FA-LUN-GONG!”
“Apa itu?”
“Falun Gong sebetulnya aliran kepercayaan yang tumbuh di China….”
“Apa hubungannya….”
“Hubungannya adalah, Falun Gong lama kelamaan dianggap mengintervensi politik dalam negeri China. Pengikut Falun Gong juga ditengarai mengembuskan perlawanan antipemerintah di sana. Terbukti dengan banyaknya mahasiswa pro demokrasi yang bercokol di dalamnya.”
“Trus?”
“Jadi, karena dianggap sebagai aliran terlarang, maka anggota Falun Gong banyak yang ditangkap. Papanya Si Sian ini melarikan diri. Mulanya ke Kanada. Namun, dua tahun kemudian mereka sekeluarga pindah ke Singapura sampai lima tahun karena punya kepentingan bisnis di sana.”
“Kok nyasar di sekolah kita SMU Regina Pacis ini, alias hijrah ke Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia Bagian Barat ini.”
“Dari Sabang sampai Marauke, berjejer pulau-pulau. Sambung menyambung menjadi satu, itulah Indonesia. Indonesia Tanah Airku, aku berjanji padamu….”
“Eh, hop-hop! Kok jadi paduan suara sih, Ping?!”
“Habis kamunya….”
“Oke. Sori, deh. Nah, trus?”
“Menurut Papaku….”
“Eh, kok nyasar ke Papamu, sih?”
“Memangnya aku yang ke rumahnya, lalu ngomong pakai bahasa naga ‘haiya-ciat-haiya-ciat’ begitu sama bokapnya?!”
“Hihihi. Aku pikir begitu. Kalian kan kebetulan jiranan.”
“Apa itu jiranan?”
“Tetanggaan. Dari bahasa Malaysia, jiran.”
“Oo.”
“Eh, trus kelanjutannya gimana dong, Ping?”
“Hm, karena punya kepentingan bisnis di Indonesia, maka Papanya Si Sian itu memutuskan untuk menetap di sini. So, jadilah Yap King Sian itu menjadi Raymond Sianipar Yapary. Sekolah bersama kita. Begitu.”
“Eh, bisnis apa sih, Ping?”
“Bisnis kodok! Mana aku tahu?! Memangnya aku James Bond si Agen 007 yang memata-matai dia setiap saat?!”

***

“Sian keren. Macho. Seperti Taoming Se.”
“Seperti Hua Ce Lei, Ping!”
“Hus, salah!”
“Kenapa salah? Dia kan sabar kayak Hua Ce Lei.”
“Nah, nah….”
“Ada apa ‘nah-nah’ begitu?”
“Ehem….”
“Kok batuk lagi sih, Ping?!”
“Soalnya….”
“Soalnya apa?!”
“Soalnya kamu….”
“Dih, nih anak gokil kali, ya?”
“Sabar. Pendiam kayak Hua Ce Lei. Ih, aku merinding mendengarnya!”
“Dasar gokil!”
“Mendengar pujianmu tadi tentang Si Sian itu kok, akunya tiba-tiba serasa menjadi Shancai.”
“Ka-kamu…!”
“Kura-kura sembunyi di perahu, pura-pura nggak tahu!”
“Kamu kenapa jadi gokil-gokil begitu sih, Ping?!”
“Ehem….”
“Eh, batuk lagi! Aku cekik kamu baru tahu rasa, ya!”
“Tapi, kalian memang serasi banget.”
“Serasi apaan?!”
“Malu aku!”
“Kamu….”
“Yap King Sian dan Merry Anjani Puspitasari. Cocok dijadikan sampel pembauran untuk anak-anak di sekolah kita!”
“Hei…!”
“Oh, come on! Nggak ada salahnya, kan? Kamu cantik. Dia cute. Jadi, apa lagi?!”
“Kurang kerjaan kamu ya, Ping!”
“Memang aku lagi nganggur, jadi nyari pekerjaan sebagai Mak Comblang buat jodohin kamu dengan Yap King Sian!”
“PIIIINGKAAAAANNN…!”
“Hihihi….”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun