Suci shock. Kenyataan itu begitu menyakitkan. Air matanya serasa kering. Sudah terkuras sejak mula mendengar keterusterangan Aldo bahwa, di antara mereka tidak ada hubungan apa-apa lagi. Ada nama lain yang mengisi hartinya. Dan, gadis itu adalah Ersa. Adik kandungnya sendiri!
"Ka-kamu kejaaaam!" Suci kembali berteriak setelah dia bertahan dalam diam sebulan belakangan ini.
Ersa terisak. Dibenamkannya wajahnya ke bantal. Memang, dia merasa telah merusak hubungan Suci bersama Aldo. Dia jahat menghancurkan hati kakaknya.
Tapi, itu bukan kesalahannya semata. Aldo toh mencintainya. Lagi pula Aldo telah berterus terang mengungkapkan bahwa dari sekian banyak waktu bersama Suci, yang mewarnai kebersamaan mereka hanyalah pertengkaran dan pertengkaran. Antara Aldo dan Suci memang tidak ada kecocokan lagi!
Dan, rasa-rasanya tidak mungkin lagi dia dapat menebas perasaan cintanya terhadap Aldo. Sekeras dan seberusaha bagaimana pun dia. Sebab, setiap dia ingin memupus bayang Aldo dari benaknya, saat itu pula sosok Aldo semakin kukuh bercokol di hatinya, dan mendatangkan kerinduan yang amat sangat.
Hari-harinya jadi tersiksa. Dia seperti dihadapkan pada sebuah dilema yang rumit.
"Ma-maafkan Ersa, Mbak." Ersa membuang bantal yang dipeluknya ke sisi kiri atas tempat tidur. Berusaha menjangkau pundak Suci yang bermaksud memeluknya. Rambutnya yang sepundak dibiarkan masai menutup sebelah matanya.
"Mbak...."
"Cukup Ersa! Cukup kamu hancurkan Mbak," bentak Suci ketus dengan sinar kebencian penuh.
"Tapi...," Ersa masih berusaha memeluk tubuhnya. Bergegas kemudian dia berdiri dari duduknya di sudut tempat tidur. Dibalikkannya badan, menatap tajam mata Ersa yang mulai berkaca.
"Apa kesalahan Mbak hingga kamu...."