Dunia Suci lantak. Binar di mata elang itu menggambarkan kesungguhan. Memaksa senyum tidak percayanya menguncup. Lantas membuat sebaris kalimat getas dari cowok itu barusan, yang berlalu bagai angin lalu di telinganya tadi, kini berbalik menusuk setajam tombak. Hatinya berdarah!
Seperti mimpi.
Aldo telah berterus terang, mengungkapkan segalanya tanpa ada yang ditutup-tutupinya lagi. Cowok itu tidak mencintainya lagi! Ada gadis lain yang mengakrabi hari-harinya kini.
Ya, Tuhan!
Suci menggeleng-gelengkan kepalanya entah untuk yang keberapa kalinya. Kalau saja, ya kalau saja dia tahu Aldo akan mengkhianati cintanya, tentu dia tidak akan pernah mau menerima lalu menyusun rapi-rapi sederet janji yang diucapkannya setahun lalu, lantas membangunnya menjadi sebuah menara cinta setinggi langit. Betapa bodohnya aku! batinnya berkali-kali.
Namun penyesalan yang datangnya belakangan tampaknya tidak akan dapat mengubah keadaan. Suci menyadari itu. Kalaupun dia menangis kali ini, airmata yang dia cucurkan bukan lantaran runtuhnya segebung harapan yang telah menggunung di hatinya. Bukan karena Aldo adalah pembohong paling besar sedunia. Bukan. Bukan itu semua. Tapi... kenapa, kenapa orang ketiga itu harus Ersa?!
Suci menggigil. Dunia rasanya sudah kiamat!
***
11 Februari 1999
Tentang Cinta Putih
Semilir angin laut yang membelai tengkuk dan pipi Ersa tidak mampu meredakan galau hatinya saat ini. Dan sikap apatis Aldo malah semakin menambah keresahannya. Cowok batu, keras kepala! makinya dalam hati.