Mohon tunggu...
effendi siradjuddin
effendi siradjuddin Mohon Tunggu... -

co-founder forum komunikasi perusahaan migas TAC (Technical Assistant Contract) dan 2006 co-founder dan chairman Aspermigas (Asosiasi Perusahaan Migas Nasional) serta Kaukus Migas Nasional (Federasi Asosiasi-asosiasi Perusahan Jasa dan Barang Nasional serta Asosiasi Profesi). Terakhir tahun 2008 co-founder Lembaga Pengkajian Pembangunan Nasional yaitu Entrepreneurial State 2020 Institute of Research.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sumbangan Pikiran: Kebijakan Subsidi BBM yang Tuntas & Tidak Memberatkan Rakyat (Nol Impor BBM & Nol Konsumsi Bbm)

13 Agustus 2014   22:14 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:38 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SURAT TERBUKA KEPADA PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TERPILIH

Kepada Yth.
Presiden & Wakil Presiden Terpilih Republik Indonesia
di Jakarta

Dengan hormat,

Pertama-tama izinkan kami menyampaikan ucapan selamat atas terpilihnya Bapak sebagai  Presiden Republik Indonesia bersama wakilnya untuk periode 2014- 2019.

Kami percaya Bapak-Bapak Insya Allah sanggup mengambil langkah-langkah besar & berani, untuk melindungi dan mengantarkan bangsa Indonesia pada tingkat kemajuan yang lebih baik.

Sebagai pengantar kami kutipkan tulisan yang mungkin relevan dengan situasi bangsa Indonesia saat ini sebagai berikut: "Dependence on imports would mean that a country would never be independent", (1908, Johan Rudolf Kjellen). Suatu negara yang mengandalkan kebutuhan primernya dari impor, tidak dapat dikatakan lagi sebagai negara yang telah  merdeka. Demikian juga pendapat Warren Christopher mantan wakil menlu AS: "It may be too strong to say that our desperate dependence on foreign oil reduces our soverignity as a nation (1981), ketergantungan suatu bangsa pada impor minyak akan membuat bangsa kehilangan kedaulatannya.

Faktor energi dapat merubah kebijakan politik luar negeri dan keamanan nasional suatu negara. Bukti bagaimana kepentingan nasional negara maju menguasai sumber minyak dunia menghasilkan ketegangan tanpa akhir di Timur Tengah, Amerika Latin dan Afrika serta Asia. Indonesia menjadi ajang perebutan sejak 1890 antara Belanda dengan perusahaan minyak Amerika Serikat dan Inggris sampai dengan saat sekarang. Strategi besar negara pengimpor terbesar dunia (AS dan China) menempatkan kekuatan militer penuh untuk mengamankan sumber minyak dan jalur minyak dengan armada perang kapal induk. Demikian juga aktifitas latihan perang 2013-2014 di sekitar Selat Hormuz Iran (minyak 20 juta barel/perhari melewati selat itu) oleh AS dan Saudi Arabia dkk, di Selat Malaka (minyak 15 barel/juta perhari) oleh AS bersama Pakta ANZUS (Australia, New Zealand, Singapura dan Malaysia) dan latihan perang di Laut Cina Selatan oleh negara Cina serta sekutunya Rusia.

Menghindari ancaman impor minyak diblokir melalui jalur laut, Cina membangun pipa gas dari Kazakhstan ke Cina, membangun alternatif energi sebesar 600 miliar dolar termasuk tiga pembangkit energi nuklir (ada 441 reaktor nuklir dunia yang beroperasi, rencana 2020 tambah 126 diantaranya 40 reaktor nuklir di Cina, Perancis 78% kebutuhan listrik dan Jepang 40% berasal PLTN, Indonesia tidak satupun dibangun?). Cina menambah fasilitas penampungan cadangan minyak jadi (strategic petroleum product reserve) agar mampu bertahan tanpa impor 3-4 bulan, mencegah ekonomi stagnan bila minyak impor tidak tersedia (Cina mengimpor 70% minyak). Perang Timur Tengah “setiap saat” berpotensi minyak impor tidak tersedia bagi Indonesia, tanpa perang pundalam lima tahun minyak impor berpotensi tidak tersedia bagi Indonesia. BAGAIMANA INDONESIA MENGANTISIPASINYA?

Fakta dari produksi puncak dunia (peak oil) sekitar 90 juta barel perhari (bph), 45 juta barel dipergunakan sendiri dan hanya sekitar 45 juta bph sisanya yang tersedia untuk diimpor oleh berbagai negara. Dengan perkiraan impor tahun 2015 sekitar 1,4 juta bph (senilai 620 triliun rupiah belum termasuk biaya pengolahan, distribusi, bunga bank) dari konsumsi sekitar 1,7-1,8 juta bph Indonesia diurutan ke 14 dunia, lima negara pengimpor terbesar saja (AS, China, Jepang, India, Korea) menyedot setengah dari minyak yang diperdagangkan. Untuk menjamin keberlangsungan ekonominya (security of supply), Indonesia harus berkompetisi dengan sekitar 200 negara pengimpor minyak untuk mendapatkan minyak mentah dan BBM. Juga beban subsidi BBM tahun 2015 diperkirakan membengkak dari 340 triliun menjadi 500 triliun rupiah.

Dalam menyikapi kondisi kritis seperti ini pemerintahan SBY dan pemerintahan baru bersama-sama sebaiknya duduk bersama dan bersepakat terlebih dahulu apakah ulasan-ulasan diatas sudah cukup untuk mengkualifikasikan Indonesia dalam DARURAT ENERGI. Status yang sudah membahayakan keamanan dan kesatuan nasional (national security & unity) karena tanpa minyak impor Indonesia hanya mampu bertahan 2-3 minggu saja. Bilamana disepakati Negara, barulah langkah-langkah penanganannya tidak lagi didasarkan kepada pertimbangan ekonomi semata tapi alasan keamanan nasional yang mendesak yang berdampak luas kepada masyarakat.

Sebaiknya langkah menaikkan harga BBM hanya dilakukan setelah pemerintah melakukan langkah-langkah kongkrit untuk mengatasi beratnya beban subsidi BBM dengan cara lain terlebih dahulu karena kenaikan harga BBM akan berdampak sangat memberatkan mayoritas publik karena kenaikan harga kebutuhan masyarakat luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun