Mohon tunggu...
W. Efect
W. Efect Mohon Tunggu... Penulis - Berusaha untuk menjadi penulis profesional

if you want to know what you want, you have to know what you think

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengubah Mindset, Membangun Budaya Kerja Baru

4 Mei 2017   07:54 Diperbarui: 4 Mei 2017   08:34 4380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu teman saya menceritakan pengalamannya sewaktu melegalisasi surat-surat penting disuatu instansi pemerintah sekitar tahun 1986, copy surat yang hendak dilegalisir tersebut ditumpuk terlebih dahulu, dua hari kemudian disuruh datang kembali mengambil legalisasi surat-surat penting tersebut. Teman saya yang lain, sekitar dua tahun yang lalu juga hendak melegalisasi surat-surat penting juga bernasib sama harus ditumpuk terlebih dahulu sehari kemudian baru bias diambil.

Pengalaman dua teman saya tersebut menunjukkan bahwa, untuk keperluan pelayan terhadap masyarakat memerlukan waktu penyelesaian yang lama (terkesan lambat), antara tahun 1986 sampai tahun 2014, dengan jelang waktu 27 tahun saja, ada perubahan dari dua hari menjadi satu hari (bukan ukuran baku)

Sementara Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) telah memberikan sinyal untuk selalu meningkatkan pelayanan public, harus ada perubahan dalam birokrasi, bahkan Presiden RI sendiri memberikan arahan tentang revolusi mental,Sekretaris Kementerian PANRB Dwi Wahyu Atmaji (2015) mengatakan Revolusi mental birokrasi merupakan terobosan untuk memberantas setuntas –tuntasnya segala praktek buruk dalam birokrasi. Karena itu revolusi mental harus diartikan sebagai perubahan mindset aparatur secara radikal. Hal itu dilakukan dengan membangun budaya kerja yang kondusif, pemangkasan birokrasi, penataan SDM aparatur, dan pengawasan yang ketat, dan berjenjang.

Mindset sendiri dapat diartikan sebagai pola pikir, bagaimana menanggapi cara-cara yang dikerjakan, kebiasaan-kebiasaan yang dilaksanakan sepanjang hari, bagaimana berperilaku. Sebuah mindset dapat melahirkan budaya kerja secara personal. Mindset bisa mengarah kepada cara berpikir buruk (negative thinking)  dan cara berpikir positip (positive thinking)

Bisa perhatikan bagaimana melakukan sesuatu pekerjaan sehari-hari dikantor, bagaimana mindset telah terbangun begitu lama, sifat-sifat seperti Iri hati, dengki, tidak suka melihat keberhasilan orang lain, bahkan ingin menjatuhkan orang lain yang berhasil, Menonjolkan diri untuk kepentingan pribadi (egois), Kurang peduli terhadap orang lain, Membangun opini agar orang tidak suka pada yang berhasil.

Sifat-sifat semacam itu ternyata dapat menghambat keberhasilan baik secara individu maupun organisasi, bagaimanapun juga kita bisamembangun mindset yang baru, atau dapat kita katakan sebagai cara berpikir positif (Positive thinking)  yang patut kita perhatikan seperti halnya : Tidak perlu berkompetisi dengan orang lain, artinya bahwa kalau melihat keberhasilan orang lain tidak harus iri dan dengki, melihat keberhadilan orang lain justru ingin berbagi kepada orang lain agar orang lain juga merasakan keberhasilan tersebut. Agar orang lain juga boleh menikmati hasil kerjanya.

Membagikan apa yang disebut sebagai keahlian memanglah tidak begitu mudah bagi seseorang, akan tetapi dalam sebuah pekerjaan di kantor itu sangat perlu disharingkan kepada teman-teman di kantornya, dengan membagi apa yang ia bisa justru dapat membangun kerjasama diantara pekerja yang lain, sehingga pekerjaan yang dilaksanakan akan dapat cepat diselesaikan tingkat efisiensi pekerjaan juga dapat dimaksimalkan.

Kesuksesan tentu akan dapat lebih menyapa, karena sukses juga berarti berbagi dengan dunia, kita memiliki lingkungan kerja, kerjasama dengan lingkungan kerja dapat menciptakan bangun yang lebih kokoh, saling memberi, saling membagi. Kita dapat berpikir bahwa keberhasilan itu dituntut adanya kerjasama diantara kita semua.

        Lingkungan kerja dalam suatu organisasi akan dapat memberikan dampak pada pelayanan public, namun juga perlu dipahami bahwa budaya kerja baru belum dapat terbangun sepenuhnya. Kehidupan sehari-hari dikantor, bagaimana kita menyelesaikan pekerjaan kita, apakah kita masih bertahan pada pelayanan public yang lambat dalam menyelesaikan pekerjaan (kurang disiplin). Berbelit-belit mengurus surat-surat, Tak memiliki rencana kerja, Waktu banyak dihabiskan untuk bercakap-cakap dengan teman kerja, Banyak waktu terbuang untuk membaca Koran, Kerja berdasarkan perintah, Kerja dengan prinsip ABG (Asal Bapak Senang).

Membangun suatu budaya kerja baru merupakan salah satu sasaran yang hendak dicapai oleh Kabinet Kerja kita, cara-cara kerja dengan pola lama seperti diatas sudah tidak pantas kita tonjolkan dalam pekerjaan di kantor, Kabinet  Jokowi hendak membangun Revolusi Mental, yang pada salah satu implikasinya berkaitan dengan pelayanan public.

Membangun budaya kerja baru diantaranya terkait dengan kegiatan-kegiatan seperti meningkatkan  disiplin kerja, dalam arti tidak sekedar secara fisik datang tepat waktu, pulang sesuai jam pulang, akan tetapi disiplin juga berkaitan dengan masalah pekerjaan, tepat dalam membuat laporan, Cepat menyelesaikan pekerjaan, Punya konsep perencanaan yang jelas sesuai job description-nya, Mengevaluasi pekerjaan sesering mungkin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun