Â
Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Gitulah kira-kira yang pantas disematkan kepada korban banjir di Jakarta dan beberapa daerah lainnya.
Sudah rumah kebanjiran, harus mengungsi, barang atau perabotan rumah tangga hancur diterjang air ditambah rusaknya beberapa dokumen. Dan, ditambah lagi badan makin terasa lelah kala membersihkan rumah, ditambah mondar-mandir mengurus dokumen rusak.
Fisik makin terasa lelah lagi bukan saja dikarenakan terkuras lantaran bekerja keras mengurus rumah dan kesehatan anggota keluarga, tetapi yang terasa makan "hati" lantaran harus mengurus dokumen basah akibat banjir, seperti paspor, ijazah, kartu keluarga dan sertifikat tanah.
Penulis punya pengalaman "pahit" tentang pengurusan dokumen rusak (basah) akibat banjir awal 2020. Tepatnya 1 Januari 2020 yang secara serentak menggenangi seluruh wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Meski kediaman penulis tak digenangi air seperti para tetangga, ya tetap saja air masuk ke rumah. Air tetap masuk dan tidak dapat dihindari. Bisa jadi hal itu lantaran hujan tak kunjung reda.
Karena air masuk ke rumah, anggota keluarga jadi panik. Dokumen dan surat-surat penting dipindahkan. Termasuk pula pakaian dipindahkan ke tempat lebih tinggi. Nah, kala sibuk seperti itulah beberapa dokumen tercecer. Jatuh. Di antaranya paspor. Tentu saja jadi rusak.
Beruntung beberapa dokumen lain masih dapat terselamatkan meski ke depan ancaman kena banjir pada pekan ini masih berpotensi berdasarkan perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
**
"Bapak harus buat surat keterangan banjir dari kelurahan. Setelah itu, layanan permohonan pergantian buku paspor baru dapat dilakukan," kata seorang petugas imigrasi di kantor Imigrasi Cipinang, Jakarta Timur.
Mendapat penjelasan seperti itu, penulis terasa makin lemas. Awalnya, pengurusan dapat langsung dapat ditangani cepat. Tak tahunya, ya harus memenuhi permintaan sang petugas yang melayani penulis dengan ramah itu.