Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Jangan Pongah Hadapi Megawati

3 Oktober 2019   22:45 Diperbarui: 3 Oktober 2019   23:01 2843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum Partai PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri memasuki ruang pelantikan anggota DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selasa (1/10/2019). Foto - AJENG DINAR ULFIANA | KATADATA

Itulah Ibu Megawati Soekarno Puteri kala menunjukan sikap tidak suka kepada siapa pun yang menjadi lawan politiknya.

Presiden ke-5 RI itu memalingkan mukanya ketika giliran bersalaman dengan Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh yang kemudian ramai diangkat di media massa. 

Ia mengelak untuk bersalaman di area VIP, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (1/10). Sebelumnya para tamu yang hadir berdiri menyambut Ketua Umum PDI Perjuangan itu untuk memberi salam.

Sayang, ia juga tak merespon ketika Komandan Satuan Tugas Bersama Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menjulurkan tangan.

Momen yang terasa "ganjil" itu ditangkap awak media. Lalu, pers pun ramai memberitakannya. Para analis politik mengangkat kembali seputar keretakan Surya Paloh dan Megawati pada Juli silam.

Para analis menyebut bahwa keretakan itu berawal dari pertemuan empat ketua umum Koalisi Indonesia Kerja (KIK) pada 22 Juli 2019. Ketika itu, Surya Paloh menggelar pertemuan dengan Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin), dan Plt Ketum PPP Suharso Monoarfa di kantor DPP NasDem, Gondangdia, Jakpus.

Dalam pertemuan itu, Mega tak hadir. Pertemuan itu sendiri dimaksudkan untuk menguatkan koalisi.

Retaknya hubungan Mega dan Paloh berembus kencang. Lalu, pada 24 Juli 2019, Mega menggelar pertemuan dengan Ketum Gerindra Prabowo Subianto di kediamannya di Jl Teuku Umar, Menteng, Jakpus. Saat bersamaan, Paloh berbicara dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di kantor DPP NasDem, Gondangdia, Menteng, Jakpus.

Makin jelas dua pimpinan partai ini berseberangan. Namun Paloh membantah bahwa pertemuannya dengan Anies tak direncanakan. Di saat itu publik punya kesan bahwa Paloh punya agenda tersendiri karena dalam wawancara diangkan isu soal Pilpres 2024.

**

Surya Paloh melalui pernyataan terakhirnya mengesankan berseberangan dengan pemerintah. Coba kita perhatikan pernyataannya bahwa presiden bisa mengalami pemakzulan atau impeachment bila memaksakan diri menerbitkan Perppu KPK.

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) beserta partai politik (parpol) koalisi pendukung pemerintah, disebut Paloh, bersepakat untuk tidak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terhadap UU KPK dalam waktu dekat ini.

Padahal jauh sebelumnya Jokowi telah memberikan sinyal bahwa dirinya tengah mempertimbangkan menerbitkan Perppu KPK menyusul gelombang demonstrasi besar mahasiswa dan pelajar sepekan terakhir.

Perppu KPK sesungguhnya menjadi harapan terakhir bagi pihak yang menolak perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002.

Benarkah pernyataan Paloh bahwa Jokowi bisa mengalami pemakzulan?

Sulit. Sebab, posisi Jokowi berbeda bila dibandingkan dengan Gus Dur. Abdurrahman Wahid, presiden keempat RI memang mengalami pemakzulan.  Gus Dur dijatuhkan MPR, itu karena sebelum amandemen. Posisi presiden dipilih oleh MPR. Logis, bila presiden kemudian bisa dijatuhkan MPR juga.

Ciri penting sistem presidensial, berdasarkan Pasal 7a UUD 1945 adalah presiden tidak bisa dijatuhkan di tengah masa jabatannya kecuali melakukan pelanggaran hukum seperti korupsi, penyuapan, pengkhianatan terhadap negara.

Jadi, hanya karena menerbitkan Perppu KPK, lalu Jokowi "dijatuhkan".  Darimana aturannya?

**

Jika saja Surya Paloh menunjukan sikap antagonis dan membangun narasi negatif kepada Jokowi, boleh jadi untuk membangun koalisi dengan PDIP ke depan akan menghadapi banyak kendala.

Megawati bukan anak kemarin dalam pentas politik. Jangan ia diajak bicara nasionalisme dan aturan terlalu melangit. Muluk-muluk, melambung seperti balin gas terbang. Gunakanlah terminologi politik dengan bahasa yang sederhana. Mau apa dan berbuat apa.

Juga, hindari politik menggurui. Penulis berharap jangan mentang-mentang kini partai Surya Paloh "berjaya" dengan perolehan suara pada Pileg kemarin, lalu bersikap pongah.

Sikap yang diperlihatkan Megawati di gedung parlemen baru-baru itu sesungguhnya tak saja menimpa pada Paloh. Susilo Bambang Yudhoyono, atau SBY presiden RI ke-6 juga mengalami hal serupa.

Ketika hubungan SBY dan Mega "retak", publik sangat berharap kedua tokoh tersebut bisa bertemu guna memberikan kesejukan pada rakyat. Tapi, pertemuan itu sulit terjadi.

Jika kita tengok ke belakang, pada masa Presiden Abdurrahman Wahid, SBY dua kali diangkat menjadi menteri, yakni menteri pertambangan dan energi, kemudian menteri koordinator politik, sosial dan keamanan. Ketika Megawati Soekarnoputri diangkat jadi presiden, SBY dipilih menjadi menteri koordinator politik dan keamanan (menko polkam).

Keadaan hubungan Mega dan SBY makin buruk setelah SBY mengeluh tidak pernah diajak rapat kabinet. Mendengar pernyataan itu, Politisi kawakan Taufiq Kiemas (TK), saat itu, bersuara lantang. Katanya, mestinya SBY datang ke Ibu Presiden untuk menanyakan duduk persoalannya. Bukan bicara lewat media massa.

Nah, bercermin pada kasus tersebut, Surya Paloh tak perlu "overaktif". Ini semata-mata untuk kepentingan partai NasDem, bahwa gerak dan perjuangan partai tak bisa dilakukan pucuk pimpinan seorang. Perlu koalisi dengan partai lain dengan cara membangun narasi positif.

Hadapi Megawati layaknya seperti seorang ibu.

Hal itu dilakukan Jusuf Kalla (JK) ketika mengalami miskomunikasi dengan Megawati. Tapi, semua itu bisa diselesaikan dengan baik. Caranya, JK mendatangi ke kediaman Megawati. Menguatkan silaturahim.

Di kediaman itu tidak perlu dilakukan dengan cara formal, tapi cukup dengan pendekatan kekeluargaan. Bicara nasi goreng pun boleh.

Ingat, kelembutan hati seorang ibu ada pada Megawati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun