Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) beserta partai politik (parpol) koalisi pendukung pemerintah, disebut Paloh, bersepakat untuk tidak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terhadap UU KPK dalam waktu dekat ini.
Padahal jauh sebelumnya Jokowi telah memberikan sinyal bahwa dirinya tengah mempertimbangkan menerbitkan Perppu KPK menyusul gelombang demonstrasi besar mahasiswa dan pelajar sepekan terakhir.
Perppu KPK sesungguhnya menjadi harapan terakhir bagi pihak yang menolak perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002.
Benarkah pernyataan Paloh bahwa Jokowi bisa mengalami pemakzulan?
Sulit. Sebab, posisi Jokowi berbeda bila dibandingkan dengan Gus Dur. Abdurrahman Wahid, presiden keempat RI memang mengalami pemakzulan. Â Gus Dur dijatuhkan MPR, itu karena sebelum amandemen. Posisi presiden dipilih oleh MPR. Logis, bila presiden kemudian bisa dijatuhkan MPR juga.
Ciri penting sistem presidensial, berdasarkan Pasal 7a UUD 1945 adalah presiden tidak bisa dijatuhkan di tengah masa jabatannya kecuali melakukan pelanggaran hukum seperti korupsi, penyuapan, pengkhianatan terhadap negara.
Jadi, hanya karena menerbitkan Perppu KPK, lalu Jokowi "dijatuhkan". Â Darimana aturannya?
**
Jika saja Surya Paloh menunjukan sikap antagonis dan membangun narasi negatif kepada Jokowi, boleh jadi untuk membangun koalisi dengan PDIP ke depan akan menghadapi banyak kendala.
Megawati bukan anak kemarin dalam pentas politik. Jangan ia diajak bicara nasionalisme dan aturan terlalu melangit. Muluk-muluk, melambung seperti balin gas terbang. Gunakanlah terminologi politik dengan bahasa yang sederhana. Mau apa dan berbuat apa.
Juga, hindari politik menggurui. Penulis berharap jangan mentang-mentang kini partai Surya Paloh "berjaya" dengan perolehan suara pada Pileg kemarin, lalu bersikap pongah.