Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Tanpa Sponsor, Prestasi Atlet Masuk Kubur

11 September 2019   07:42 Diperbarui: 11 September 2019   11:48 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dengan menggunakan logika antirokok, Djarum juga berpotensi kena larangan mendanai penerbitan pers. Foto | Dokpri

 

Degradasi prestasi. Itulah yang sering kita dengar kala olahraga - dari seluruh cabang - pembinaanya tersendat lantaran kekurangan dana. 

Ketiadaan dana mengurus olahraga sama saja dengan omong doang. Bual-bual. Tong kosong bunyi nyaring.

Kita sering mendengar petinggi negeri berceloteh bahwa pembinaan atlet harus dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan. Artinya, pembinaan dilakukan sejak usia dini hingga dewasa. Tanpa itu, mustahil bin mustahal perstasi dapat digapai.

Namun pernyataan petinggi itu tak disertai realias bahwa di negeri ini mengurusi cabang olahraga adalah lahan memetik keuntungan. Pasalnya, di situ para sponsor mau mengucurkan dana kala atlet berlaga di pentas arena.

Artinya, jadi pengurus di salah satu cabang olahraga kini dimaknai sebagai "lahan" tambahan penghasilan. Sebab, di situ ada duit yang membuat mata jadi hijau. Terlebih apabila cabang olahraga bersangkutan jadi kegemaran orang banyak di Tanah Air.  

Setiap kali pemilihan pengurus olahraga, terjadi pertarungan sengit. Paling tidak, kalau tak dapat jadi ketua umum, diupayakan bisa menduduki barisan struktur organisasi olahraga bersangkutan.

Realitas, menjadi pengurus olahraga telah dijadikan ajang pencitraan diri, utamanya ketika mendekati pemilihan kepala daerah. Maka, jadilah pertarungan pemilihan cabang olahraga tambah sengit. Padahal, ketika sudah terpilih, orang bersangkutan "kikir" mengucurkan dana dan malah berharap biaya cabang olahraga dari kalangan donatur atau pihak sponsor.

Sejatinya, untuk memajukan olahraga di negeri ini tidak terlalu sulit. Kata kuncinya adalah komitmen. Mau bekerja keras dan keikhlasan mengurbankan dana, tenaga, pikiran dan waktu. Hindari menjadi pengurus cabang olahraga sebagai ladang penghasilan. 

Lantas, apa sih kriteria pengurus olahraga yang ideal?

Idealnya, menjadi ketua cabang olahraga adalah orang yang memiliki pengaruh (pejabat), dompetnya tebal alias punya dana, gemar olahraga, humanis dan punya jiwa kepemimpinan.

Nah, adakah insan olahraga memenuhi kriteria itu?  Sulitkah untuk mendapatkannya?

Jika kita tengok pengalaman masa lalu, prestasi dari beberapa cabang olahraga mengalami kemajuan pesat. Hal itu tak lepas dari kepemimpinan cabang olahraga yang memenuhi persyaratan atau kriteria tersebut.

Sebut saja sepakbola. Pada era Orde Lama dan Orde Baru, pucuk pimpinan organisasi olahraga ini dipegang orang yang gemar olahraga dan punya minat besar untuk mendulang presasi gemilang meski dirinya bukanlah seorang pengusaha.

Kardono, misalnya. Sosok mantan petinggi di lingkungan Ditjen Perhubungan Udara dan Sekretaris Militer ini berhasil memajukan sepakbola hingga menduduki posisi peringkat empat di Asian Games Seoul.

Bob Hasan, contoh lainnya. Kedudukannya sebagai pengusaha demikian berpengaruh ke lingkungan birokrasi. Ia pun mudah mendapatkan dukungan dari kalangan sponsor sehingga dunia atletik maju pesat baik dari sisi pembinaan maupun prestasi.

Lagi pula, sosok penggila olahraga itu dalam bekerja mendapat dukungan penuh dari orang nomor satu di negeri ini, presiden.

Berkaca pada pembinaan yang dilakukan dari kedua orang tersebut, jelas saja dari sisi dana tak menghadapi masalah. Berbagai hal yang merintangi untuk kegiatan kompetisi dapat diatasi dengan mudah. Misal untuk memperoleh dukungan pihak kepolisian dalam perhelatan kompetisi, didapat dengan mudah.

Mengurusi olahraga di Tanah Air, faktor penghambatnya sejak zaman kuda gigit besi hingga dunia maya dewasa ini tak lepas dari dukungan dana. Selalu saja kurang duit.

Sepakbola, misalnya. Dulu, PSSI punya hutang cukup besar kala dipimpin Sarnubi Said. Ketika Kardono naik, hutang dapat diselesaikan lantaran ia punya pengaruh. 

Bob Hasan bisa memajukan atletik, ya karena orang dari ujung timur hingga barat negeri ini tahu siapa sosok orang ini. Untuk memanggil para menteri untuk menghadiri event akbar atletik, tidak terlalu sulit. 

Dewasa ini, mengurusi cabang olahraga banyak gangguannya. Komitmennya pun setengah hati. Coba saksikan, pembinaan pebulutangkis muda dihambat hanya lantaran sponsornya PT Djarum.

Dulu, penulis pernah mendatangi PT Djarum di Kudus bersama Menteri Olahraga Abdul Gafur. Rombongan dibawa untuk menyaksikan pembinaan olahraga dan pemuda atas dukungan perusahaan itu. Wuih, keren, duit miliaran dikucurkan.

Tak ada protes. Malah diberi apresiasi. Ternyata perusahaan itu juga mendirikan Djarum Foundation, memberikan dukungan dana bagi pendidikan. Termasuk memajukan pers nasional.

Coba saksikan, setiap Hari Pers Nasional (HPN) berbagai buku karya jurnalistik dari berbagai kalangan awak media massa dapat terbit atas dukungan perusahaan rokok itu. 

Lalu, penulis jadi khawatir pembinaan atlet (pebulitangkis) berkelanjutan di Tanah Air tak ada lagi. Ini gara-gara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menyuarakan antirokok, larangan perusahaan rokok mensponsori event olahraga. 

Ke depan, larangan KPAI itu dikhawatirkan juga berimbas kemungkinan adanya larangan petani menanam tembakau. Padahal, dari tembakau itulah negeri ini memperoleh pendapatan (income) cukup besar. 

Jika sudah demikian, bukan hanya Djarum yang memproduksi rokok dimusuhi KPAI, perusahaan lain pun dipandang sama. Djarum Foundation -- yang memiliki moto Bakti Pada Negeri -- terancam dibubarkan.

Bisa jadi potensi itu akan menghambat kemajuan pendidikan dan lembaga pers, termasuk dunia olahraga kita, karena tak ada lagi penerbitan pers didanai Djarum Foundation.

Ujungnya,   Prestasi Olahraga Nasional bisa masuk liang kubur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun