Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menteri Kabinet Kerja Jokowi Harus Steril dari Seserahan

12 Juli 2019   06:02 Diperbarui: 12 Juli 2019   06:14 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo. Foto | PintarPolitik

Di tengah ramainya partai politik menyodorkan kader terbaiknya kepada presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi), kini publik menanti ketegasan dari para pengusungnya bahwa kader bersangkutan bebas dari perbuatan tercela.

Jika dalam suatu proses lamaran pernikahan calon pengantin wanita menanti barang seserahan dari calon suaminya, maka sepatutnya untuk lamaran menjadi menteri harus steril dari seserahan.

Dalam prosesi pernikahan seserahan merupakan ungkapan cinta bagi seorang calon suami dengan ditandai berupa beragam barang bawaan. Semua itu mengandung makna sebagai tanggung jawab seorang laki-laki untuk memenuhi kebutuhan hidup isteri tercinta.

Seserahan adalah simbolisasi dalam proses pernikahan yang hingga kini demikian kuat melekat dalam budaya kita. Dalam perjalanan waktu, seserahan ini ikut masuk dalam pergaulan dalam keseharian.

Dalam pergaulan di kantor, misalnya, masih ada atasan atau pimpinan berharap adanya seserahan dari bawahannya. Ketika melakukan kunjungan kerja, masih berharap pulannya dibekali buah tangan.

Seserahan dari bawahan ke sang atasan itu dijadikan tolok ukur sejauhmana bawahan punya loyalitas, kesetiaan dan kerja samanya dalam melaksanakan organisasi.  Dengan cara itu, sang atasan bisa melihat anak buah yang paling mendukung program kerjanya.

Para pengamat politik, dari sejumlah tayangan telivisi, kini makin serius mencermati calon-calon menteri yang disodorkan partai politik. Ketua partai politik pun sibuk melakukan lobi, bahkan kubu lawan yang pada kampanye Pilpres 2019 lalu sibuk menyerang Jokowi, kini "balik badan" mencari simpati agar calo menteri yang ditawarinya dapat diterima Jokowi.

Presiden dalam konstitusi kita punya hak prerogatif, khususnya mengangkat dan memberhentikan menteri. Hak istimewa atau hak khusus yang melekat pada presiden itu, secara sadar atau tidak, kini tengah menghadapi tantangan.

Pemberitaan yang mengemuka tentang pencalonan menteri-meteri dari partai politik kini ikut merasuk ke dalam pemikiran publik. Selanjutnya dalam bentuk kekuatan opini publik sangat berpotensi menggoyahkan pemilik hak istimewa.

Jika saja Jokowi labil dalam menentukan sikap, tak mustahil kubu sebelah yang sudah dinyatakan bubar oleh Prabowo Subianto,  yang kini masih merasa belum ikhlas menerima kekalahan,  akan melancarkan kritik.

Sudah sering terdengar dalam bahasa yang sederhana, sudah benar saja masih disalahkan, apa lagi jika melangkah dalam posisi tidak tepat, sangat mungkin jadi sasaran empuk umpatan dan caci maki.

Hadirnya kabinet banyangan dengan sejumlah menteri lama dan menteri muka baru -- seperti ditayangkan di layar kaca - dalam kabinet kerja jilid dua nanti, boleh jadi dapat memuaskan publik untuk sementara. Namjun, penting diperhatikan dari pengalaman sebelumnya, publik akan marah kalau saja kemudian hari para menteri itu tak punya integritas.

Apa lagi menjadikan insitusi kementeriannya sebagai "ladang" untuk mengisi  pundi-pundi pribadi dan kelompok. Tentu saja itu tak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi. Karenanya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jauh hari selalu mengingatkan, jangan bermain api jika tak ingin nanti kebakaran jenggot.

KPK memang sudah menyadari hal itu. Lembaga antirasuah itu harus tampil ke permukaan. Sebab, praktik korupsi kini makin canggih. Terminologinya pun demikian. Sebutan meminta dolar diubah dengan apel. Demikian juga untuk gratifikasi, jual beli jabatan diubah dengan sebutan uang seserahan.

Pengalaman seorang menteri masuk hotel prodeo sayogianya dapat dijadikan pengingat bahwa koruptor tak ada tempat lagi di negeri ini. Kendati demikian kita masih khawatir bahwa ke depan, bisa juga seserahan dimaknai sebagai uang sesembahan.

Dalam terminologi agama sesembahan dimaknai sebagai Allah yang patut disembah dan diibadahi. Sayang, tidak pada sang koruptor, uang sesembahan menjadi demikian penting.

Nauzubillah min zalik. Ya Allah, lindungi kami daripada perkara buruk itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun