Kita patut bersyukur bahwa atas ridha Allah puasa selama Ramadan dapat diselesaikan dengan baik. Hanya dengan kekuatan lahir batin yang diberikanNya, maka puasa yang dijalani dengan berat sebulan itu dapat diselesaikan.Â
Penderitaan lahir dan batin berupa lapar dan haus merupakan ujian kecil. Tapi ujian terberat dalam puasa itu adalah mengendalikan hawa nafsu.
Ujian berat tersebut masih harus disempurnakan lagi berupa kewajiban membayar zakat fitra. Kita pun tahu bahwa zakat ini berupa makanan pokok penduduk (beras di Indonesia) yang telah ditentukan banyaknya dalam Islam.Â
Zakat fitra dapat dimaknai sebagai penyempurna dari puasa Ramadan. Zakat ini merupakan pembersih bagi orang yang berpuasa dari perilaku yang sia-sia, perbuatan tidak baik, sebagai hidangan bagi orang-orang miskin.Â
Maka, bagi yang menunaikannya sebelum shalat Ied, itulah zakat yang diterima (zakat fitra) dan bila ditunaikan setelah shalat Ied, maka itu merupakan sedekah biasa sebagaimana sedekah lainnya.Â
Selama ritual Ramadan itu dilaksanakan, termasuk di dalamnya menjalani ibadah shalat tarawih, memperbanyak bacaan Alquran dan berzikir, semua itu dapat dilaksanakan karena adanya kekuatan yang diberikan Allah semata.Â
Mengapa?Â
Semua yang dapat dijalani dengan mulus itu sejatinya adalah sebuah kemenangan seperti halnya seorang prajurit yang baru pulang dari medan pertempuran. Namun dibalik itu ada sebuah kekuatan yang hanya dirasakan oleh orang-orang beriman. Kekuatan itu berasal dari Allah.
Bagaimana mungkin melapar haus dan lapar, termasuk mengendalikan hawa nafsu - termasuk untuk kebutuhan biologis saja - harus dapat diredam saat menjalani puasa. Â Sungguh ibadah berat!Â
Karena itu, tidak berlebihan jika ada yang menyebut bahwa memerangi hawa nafsu itu adalah jihad. Orang yang meninggalkan kejahatan sesungguhnya dia telah berjihat.Â
Terkait dengan kemenangan umat Muslim dalam menjalani ibadah puasa ini, Nabi Muhammad SAW pada 14 abad silam pernah menyebut bahwa Allah membanggakan hal itu kepada para malaikatNya.Â