Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Reshuffle Kabinet, Selagi Semar Masih Tertawa Mengapa Tidak?

2 Juli 2017   21:03 Diperbarui: 2 Juli 2017   21:28 3060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tokoh Semar Tertawa. Foto diambil di Museum Pewayangan Kota Tua Jakarta (Dokumen Pribadi)

Dalang selalu memerankan Semar dan anggota punakawan untuk menarik penonton tetap fokus pada alur cerita dengan humor dan nasihatnya. Mengapa tidak menggunakan Bima, Gatot Kaca atau Arjuna yang ganteng untuk mengocak perut penonton? Entah lah.

Realitas ini berlaku pada dalang yang membawakan dengan Bahasa Sunda, Jawa dan bahkan Betawi sekalipun.

Tetapi yang jelas sang dalang - dalam suatu pementasan - selalu memerankan Semar sebagai penyampai nasihat untuk para petinggi pada zaman di negeri entah berantah yang disebut dalang dalam ceritanya.

Saya tak paham tentang pewayangan. Namun, sangat tertarik dengan ketokohan peran Semar. Tokoh ini sering terlibat dan dilibatkan dengan alasan yang masih perlu pendalam lebih lanjut. Tetapi realitasnya, dalam zaman modern ini, sosok Semar dipersepsikan yang memiliki "kelebihan" meski itu sebatas gambar atau dalam bentuk koin. Bahkan, bentuknya dikemas dalam sebuah kaligrafi dan dijadikan hiasan dinding rumah.

Di sebagian kalangan masyarakat awam ada yang menjadikan koin Semar sebagai “jimat” dengan alasan memiliki kekuatan magis. Mitos atau sungguhankah?

Saya bersyukur dapat penjelasan tentang sosok Semar ini. Dari sebuah laman Wong Jowo, dijelaskan bahwa di kalangan masyarakat Jawa tokoh wayang Semar dipandang bukan sebagai fakta historis, tetapi juga bersifat mitologi dan simbolis tentang KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual.

Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah relegius dan ber keTuhan-an yang Maha Esa. Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut Badranaya. Bebadra sama dengan membangun sarana dari dasar. Naya sama dengan Nayaka yang berarti pula sama dengan Utusan mangrasul. Artinya : Mengemban sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia

Dari penjelasan singkat itu, maka dianalogikan bahwa presiden kita, Presiden Joko Widodo, sadar atau pun tidak kini tengah memperhitungkan posisi-posisi mana saja dari setiap kementerian yang perlu dilakukan perombakan. Evaluasi, seperti dikemukakan Jokowi sendiri, dilakukan setiap saat. Tetapi sejatinya lebih dari itu, kini ia tengah mendengarkan masukan dari para pembantunya. Bukan seperti pembantu biasa, tetapi ia adalah tokoh yang dipandang memiliki karomah.

Foto, kaligrafihurufarab.wordpress.com
Foto, kaligrafihurufarab.wordpress.com
Menghadapi reshuffle, di beberapa kementerian kini sudah berhembus isu, si A diunggulkan menjabat menteri Anu.

Sikap kehati-hatian Jokowi dalam merombak kabinet memang perlu dikedepankan. Jelas, itu dilakukan bukan semata untuk membagi kue kekuasaan. Tetapi demi kemajuan bangsa. Siapa pun yang akan duduk di Kabinet Kerja bukan bikin gaduh negeri, tetapi menjadi solusi dari persoalan bangsa dan memacu pembangunan guna mensejahterakan rakyat negeri.

Ki Semar dalam sebuah lamannya mengutip kata-kata mutiara dari Bapak Proklamator, Bung Karno, sebagai pengingat dan penyemangat anak bangsa, yaitu:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun