Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal Ijab Kabul dalam Balutan Adat Sunda Islami

10 Mei 2017   13:07 Diperbarui: 10 Mei 2017   13:26 6805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengenal Ijab Kabul Dalam Balutan Adat Sunda Islami

Artikel ini merupakan hasil liputan penulis pernikahan Irfan Farabi Hayat S.Si, putera Bahrul Hayat, PhD dengan Lulu Ruhulkamil S.Si, puteri Upri Suprianto yang dikemas dalam balutan Adat Sunda dengan corak Islami. Karena keterbatasan waktu, tentu paparannya tak lengkap. Namun penulis berharap para orang tua yang hendak menikahkan anaknya dapat memperoleh pemahaman sekelumit proses ijab kabul pernikahan adat Sunda yang Islami.

Bapak Upri Suprianto melangkah gagah ke arah kursi pernikahan dengan didahului membungkuk hormat ke arah KH Didin Hafiduddin, KH Muzamil Basyuni dan calon besan Bahrul Hayat. Ia tampil lebih tampan mengenakan jas kerah sanghai berwarna coklat, ikat kepala batik dihiasi pernik khas Sunda.

Jenis pakaian khas Sunda yang dikenakan Pak Upri ini juga dikenakan calon besan, diikuti dan disesuaikan dengan pakaian para isteri mereka hingga nampak serasi dan harmoni.

Ibu Estrelitta Soelaiman Hayat dan Iis Aisyah Hayati mengenakan pakaian kebaya khas Sunda dengan warga yang sama. Sementara kedua calon pengantin Irfan Frabi Hayat dan Lulu Ruhbulkamil mengenakan pakaian khas Sunda berwarna putih.

Lantas petugas protokol dari Wedding Organizer mengatur posisi calon pengantin pria dan penghulu di meja pernikahan.

Sedangkan saksi pernikahan KH Muzamil Basyuni diatur posisinya sedemikian rupa sehingga suasana pernikahan antara Lulu Ruhulkamil dengan Irfan Farabi Hayat itu berlangsung dalam suasana sakral dengan balutan adat Sunda Islami.

Qori Ustadz HM Bukhari Muslim dan pembaca sari tilawah ditempatkan tak jauh dari kedua mempelai. Para hadirin tamu undangan tenang sambil menikmati pemandangan tempat sang raja sehari duduk yang ditata apik dan menarik.

Sepasang replika senjata pusaka khas Sunda, Kujang dalam ukuran besar terbuat dari kayu ditempatkan di kiri dan kanan tempat dua keluarga duduk bersama pasangan pengantin. Di tempat ini, kedua keluarga: Bapak Bahrul Hayat dan Upri Suprianto menyatu menjadi keluarga besar yang diikat melalui pernikahan anak mereka.

Tepat Pukul 09.00 WIB, Sabtu (6/5/2017), Bapak Upri bersiap memimpin pembacaan ijab kabul dibawah bimbingan penghulu Eman Sulaiman dari KUA Ciomas, Bogor. Lantas MC Akad Nikah Tati Purusatama memberi isyarat kepada Bapak Upri agar menjumpai puterinya, Lulu Ruhulkamil terlebih dahulu.

Ia pun beranjak, berdiri dan melangkah keluar. Dan tak jauh dari pintu masuk ruang pernikahan, di situ sang ayah menanyakan tentang kesediaan dan keikhlasan untuk menikah dengan calon pasangan hidup yang menjadi pilihannya. Pernyataan Lulu ini didengarkan oleh para tamu undangan. Termasuk calon besan Bahrul Hayat dan calon pengantin pria Irfan Farabi Hayat.

Sekitar lima menit kemudian, Bapak Upri kembali ke tempat semula. Duduk di depan meja pernikahan menghadap calon menantu, Irfan. Ruang meja pernikahan ini diatur apik, berkas yang sudah diperiksa penghulu diletakan di meja. Termasuk berkas pernikahan selain dua buku nikah (suami dan isteri) yang akan ditandatangani saksi nikah.

Dalam suasana hening, tiba-tiba MC mempersilahkan qori Bukhari Muslim melantunkan ayat suci Alquran disusul pembacaan sari tilawah oleh isterinya, Ny. Buhkari Muslim yang duduk berdampingan.

Usai pembacaan ayat suci Alquran, barulah acara puncak pernikahan dimulai. Bapak Upri dan Irfan pun bersalaman, setelah keduanya memaca kalimat syahadat dan istiqfar. Disusul kalimat nikah.

Begini kalimatnya: Saudara/Ananda Irfan Farabi Hayat S,S.Si bin Bahrul Hayat, PhD. Saya nikahkan dan saya kawinkan Engkau dengan Lulu Ruhulkamil S. Si binti Upri Suprianto dengan maskawinnya berupa 33 gram emas dan seperangkat shalat dibayar tunai.

Kemudian disambut kalimat qobul sang pengantin pria, Irfan Farabi Hayat dengan kalimat, Saya terima nikahnya dan kawinnya Lulu Ruhulhayat S.Si binti Upri Suprianto dengan maskawinnya yang tersebut tunai.

Beruntung pengantin pria tidak grogi atau gegap memaca ijab qobul tersebut. Teks kalimat kabul ada di lembaran ukuran kecil, sudah tersedia di atas meja. Tapi jika grogi, walau kalimatnya pendek, bisa saja penghulu minta diulang.

Setelah itu, Pak Upri menoleh ke arah penghulu dan disambut dengan kata syah. Para hadirin lalu menyambutnya dengan ucapan selamat: Barakallahu lakum wa baraka alaikum’ (mudah-mudahan Allah memberi kalian keberkahan dan melimpahkan atas kalian keberkahan).

Ucapan seperti itu penting ketika seseorang menghadiri pernikahan; sanak saudara, rekan atau pun sahabat. Sebab, doa tersebut sangat dianjurkan dibaca. Hal ini sejalan dengan perintah Rasulullah SAW (Hadis sahih riwayat Ibnu Abi Syaibah, Darimi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad).

Usai ijab kabul, dengan dipandu MC setempat, Pak Upri kembali berdiri dan melangkah keluar. Ia menjemput puterinya. Kermudian bapak dan puterinya itu berjalan beriringan bersama anggota keluarga menuju meja pernikahan, menjumpai pasangan hidupnya yang sah sebagai suami Irfan Farabi Hayat.

Tatkala rombongan pengantin wanita ini melangkah, qori Bukhari Muslim mengiringinya dengan shalawat Nabi Muhammad SAW. Suasana terlihat haru, gembira dengan sesekali terdengar doa agar mereka itu menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.

Ijab kabul dalam Islam menduduki posisi penting lantaran menyangkut masa depan sepasang insan manusia dalam mengarungi rumah tangga. Karena itu, pada zaman dahulu dan bahkan hingga kini, para orang tua sangat hati-hati memilih hari pernikahan.

Boleh jadi ada orang menyebut dan menganggap semua hari sama kedudukannya dengan hari-hari sebelumnya. Demikian juga bulan dan tahun. Tetapi ada para orang tua dahulu, bahkan mungkin saja di beberapa daerah, masih berpegang erat tentang pentingnya menetapkan hari pernikahan.

Dalam Islam dikenal penghulu bulan, yaitu Ramadhan. Dalam sepekan ada penghulu hari, yaitu Jumat. Sepintas, hari atau bulan itu sama saja. Tak ada istimewanya. Tetapi jika ada orang tua mengabaikan tentang kedudukan hari itu, tatkala ia akan menikahkan anaknya tanpa memperhatikan pemilihan hari, mustahil dapat terlaksana. Penetapan hari nikah sudah lazim berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, yaitu keluarga calon pengantin pria dan wanita.

Dengan memahami pemilihan hari yang baik untuk pernikahan itu, bisa dilihat, mana ada orang tua menikahkan anaknya saat Ramadhan. Peristiwa menikah (dalam Islam) saat Ramadhan tergolong langka, mungkin satu berbanding seribu.

Dalam pernikahan dikenal ijab kabul, yaitu ucapan seperti yang disampaikan Bapak Upri tadi selaku orang tua atau wali mempelai wanita untuk menikahkan putrinya kepada sang calon mempelai pria. Pak Upri lalu melepaskan putrinya untuk dinikahi oleh seorang pria, Irfan Farabi Hayat menerimanya untuk dinikahi. Ijab kabul merupakan ungkapan sepakat antara kedua belah pihak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun