Mohon tunggu...
Edy Suhardono
Edy Suhardono Mohon Tunggu... Social Psychologist, Assessor, Researcher

Direktur IISA Assessment Consultancy and Research Centre, Surabaya. Tiga buku terakhir nya: (1) 'Membaca Identitas, Multirealitas dan Reinterpretasi Identitas: Suatu Tinjauan Filsafat dan Psikologi' (Gramedia Pustaka Utama, 2023); (2) 'Teori Peran, Konsep, Derivasi dan Implikasi di Era Transformasi Sosio-Digital' (Zifatama Jawara, 2025), dan (3) 'Kecerdasan Jamak, Keberagaman dan Inklusivitasnya' (Zifatama Jawara: 2025).

Selanjutnya

Tutup

Cryptocurrency Artikel Utama

Membongkar Ilusi Kemakmuran di Dunia Cryptocurrency

7 Desember 2024   08:10 Diperbarui: 7 Desember 2024   13:59 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kaya vs. Kerja Keras (Sumber: Freepik/Koleksi Edy Suhardono)

Ketidakadilan ini akibat penyalahgunaan kekuasaan dan ketidaktransparanan dalam pengaturan pajak menambah kompleksitas ketimpangan yang ada. Untuk menghadapi tantangan ini, penting untuk meningkatkan kesadaran tentang hak-hak warga. Kita perlu menuntut akuntabilitas dari para pengatur kebijakan untuk membangun fondasi yang lebih adil dan berkelanjutan.

Risiko bagi Kelas Bawah

Joseph Stiglitz, pemenang Nobel Ekonomi, menekankan urgensi keadilan dalam ekonomi digital, memperhatikan dampak ketidaksetaraan yang semakin mencolok. Menurut penelitian OECD, 10% populasi terkaya menguasai lebih dari 50% kekayaan global. Sementara itu, kelompok terendah hanya menerima kurang dari 8% dari total pendapatan.

Tanpa langkah-langkah untuk memastikan distribusi yang lebih adil, inovasi teknologi dapat memperburuk ketidakadilan sosial. Stiglitz berpendapat bahwa teknologi seharusnya menjadi jembatan keadilan sosial, bukan alat untuk memperdalam jurang ketidakadilan. Psikologi kritis memberikan wawasan penting tentang dampak ketidakadilan digital terhadap kesejahteraan mental individu.

Sebuah studi oleh American Psychological Association menunjukkan bahwa lebih dari 60% individu yang mengalami ketidakadilan sosial melaporkan tingkat kecemasan lebih tinggi. Kalangan bawah, terutama mereka yang bergantung pada pekerjaan di sektor riil, semakin terancam oleh ketidakpastian ekonomi. 

Lebih dari 40% pekerja di sektor riil merasa terasing dari peluang yang ditawarkan transformasi digital, memicu krisis identitas dan ketidakpuasan sosial.

Judith Butler dalam The Force of Nonviolence (2020) menjelaskan bahwa ketidakadilan struktural menciptakan rasa kehilangan dan ketidakstabilan. Ketidakmampuan kalangan bawah beradaptasi dengan dunia digital memperdalam luka ketidakadilan yang mereka alami.

Solusi Menuju Keadilan Digital

Diperlukan upaya kolektif untuk memperbaiki situasi ini. Pendidikan literasi digital harus menjadi prioritas, menyediakan akses pelatihan agar individu memahami cara berinvestasi dan mengelola risiko. Regulasi yang adil dan transparan juga sangat penting; regulator harus berfungsi sebagai pelindung untuk memastikan pajak digunakan untuk kesejahteraan kolektif.

Diperlukan mekanisme yang menjamin manfaat digitalisasi bagi mereka yang tidak memiliki akses langsung ke teknologi. Program inklusif yang membantu usaha mikro dan kecil berintegrasi dalam ekonomi digital menjadi solusi yang diharapkan.

Peran pemerintah dan regulator sangat penting dalam menciptakan kebijakan yang mendukung keadilan sosial di era digital. Dengan regulasi yang adil, penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Masyarakat perlu mengkritisi dampak teknologi terhadap ketidakadilan sosial, mendukung inisiatif yang mendorong kesetaraan, serta mewujudkan digitalisasi yang adil bagi seluruh lapisan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cryptocurrency Selengkapnya
Lihat Cryptocurrency Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun