Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Reshuffle dan 'Jejak Merah' Sri Mulyani

2 Juli 2017   09:05 Diperbarui: 2 Juli 2017   14:41 1997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi, atas permintaan Sri Mulyani, Jaksa Agung mementahkan kembali kasus ini. Padahal

dalam kasus pidana pajak Paulus Tumewu sempat ditahan di Bareskrim selama 90 hari. Namun dengan dalih telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), Paulus hanya dikenai kewajiban membayar Rp7,99 miliar. Anehnya, hingga artikel ini ditulis, Ani tidak pernah bisa menunjukan SKP yang diterbitkannya itu.

Jejak suram lainnya adalah ketika selaku Menkeu dia melakukan reformasi perpajakan di era Presiden SBY. Tidak tanggung-tanggung, dana yang digelontorkan mencapai US$500 juta. Sayangnya, duit itu bersumber dari pinjaman Bank Dunia. Ini jelas pemborosan yang keterlaluan. Reformasi perpajakan yang dijanjikannya ternyata majal alias tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Bahkan, pada era itu juga mencuat skandal Gayus Tambunan, pegawai Pajak golongan III yang punya simpanan ratusan miliar rupiah.

Sepanjang periode 2006-2010, sebagai Menkeu Ani juga sukses mengembungkan utang negara sebesar Rp473,3 triliun dalam bentuk surat berharga negara (SBN). Jumlah ini tidak termasuk utang yang dibuatnya saat menjadi Menkeu babak kedua, yaitu sejak Juli 2016 hingga hari ini sebagai buah reshuffle kabinet Jokowi.

Dan,_last but not least, publik juga belum lupa skandal Bank Century yang merugikan negara Rp6,7 triliun. Sebagai Menkeu, saat itu dia juga menjadi Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Nah posisinya inilah yang punya peran penting dalam skandal Bank Century. Di pengadilan, namanya jelas-jelas disebut turut terlibat. Namun hingga kini, skandal dengan kerugian tiga kali lipat dari korupsi E-KTP itu cuma berhasil menjebloskan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya 15 tahun ke penjara. Sedangkan Sri dan Boediono (saat itu Gubernur BI) yang berperan sentral, bisa melenggang lolos dari jerat hukum.

Sekadar membuka file lama saja, saat skandal Bank Century merebak DPR, khususnya PDI-P, termasuk yang galak menyalak. Pada 2010, Ketua DPR Fraksi PDI Tjahjo Kumolo sempat menyatakan pihaknya secara resmi menolak kehadiran Menteri Keuangan Sri Mulyani mewakili pemerintah dalam setiap sidang, baik di Komisi XI maupun Badan Anggaran. Namun dalam reshuffle tahun lalu yang membawa Ani kembali ke lingkaran kabinet, PDIP ternyata memilih bungkam, sampai hari ini.

Jadi, berbincang soal Sri Mulyani, kita tidak saja bicara soal pejabat yang tanpa prestasi selain mengobral utang dengan bunga supertinggi. Kita juga bukan sekadar berbicara Menkeu yang rajin memangkas anggaran yang berakibat kontraksi. Tapi kita juga tengah bicara seorang pejuang neolib yang dalam banyak kebijakannya banyak merugikan kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia. Lebih dari itu, kita juga bicara tentang pejabat publik yang belum tuntas dari belitan skandal korupsi Bank Century dengan kerugian negara Rp6,7 triliun.

Semua kisah tadi sudah menjadi informasi publik yang mudah diakses. Tidak sulit bagi Presiden untuk menelusurinya. Akan jadi pertanyaan besar, jika Jokowi kelak, akan mempertahankan bahkan menjadikan Sri Mulyani sebagai Menko Perekonomian.

Semestinya kali ini Presiden tidak lagi berjudi dengan nasib perekonomian nasional. Jangan pernah memasang kembali figur-figur neolib yang sama sekali tidak layak, apalagi penuh catatan merah, di jajaran tim ekonomi. Jokowi hendaknya ingat kembali Nawacita dan Trisakti yang jadi andalannya saat kampanye Capres 2014. Jangan biarkan rakyat kecewa dan menuduh Nawacita dan Trisakti hanyalah dagangan untuk merebut simpati dan suara pemilih, untuk kemudian dicampakkan ke comberan. (*)

Jakarta, 2 Juli 2017

Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun