Sebuah kejadian yang sangat miris terjadi minggu lalu, tepatnya 15 Mei 2020, di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan dimana sebanyak 109 tenaga medis yang bekerja di RSUD Ogan Ilir menyatakan mogok kerja terkait ketidakjelasan informasi mengenai kesejahteraan mereka dalam penanganan Covid-19.
Hal ini sangat disayangkan mengingat seluruh masyarakat Indonesia sedang berjuang bersama dalam pencegahan penyebaran virus ini dan Dokter serta tenaga medis-lah yang menjadi garda terakhir dan yang paling utama dalam memberantas wabah pandemik ini.
Kejadian ini bermula pada hari jumat tanggal 15 Mei lalu dimana ada kurang lebih 109 tenaga medis yang menyatakan mogok kerja dan menuntut haknya terkait masalah penanganan Covid-19 ini. Mereka protes karena hak dan tuntutan mereka selama ini tidak didengar baik dari pihak manajemen rumah sakit maupun dari pemerintah daerah.
Mereka menuntut adanya insentif bagi mereka di masa wabah ini karena menurut mereka risiko yang diterima petugas medis tersebut tidak sebanding dengan kesejahteraan yang diterima. Mereka yang sebagian besar bukan ASN(Aparatur Sipil Negara) ini mengaku hanya menerima honor bulanan sebesar Rp 750.000, sementara mereka diminta juga menangani warga yang positif Covid-19.
Mereka juga menuntut kebutuhan alat pelindung diri(APD) standar dan rumah singgah agar keselamatan mereka tetap terjaga selama menangani pasien Covid-19 serta mudah membatasi pergerakan mereka, karena selama ini mereka harus bolak-balik dari rumah ke RSUD dan menciptakan stigma negatif dari masyarakat terhadap mereka.
Tuntutan ini juga mereka sampaikan kepada DPRD setempat pada hari senin, 18 Mei 2020 dengan 10 perwakilan tenaga medis melakukan pertemuan tertutup dengan anggota Komisi IV DPRD Ogan Ilir. Para anggota dewan kemudian mengeluarkan rekomendasi pada Bupati Ogan Ilir agar direktur dan manajemen RSUD dievaluasi terkait protes tenaga medis tersebut.
Pihak manajemen RSUD membantah hal tersebut dengan mengatakan bahwa sebenarnya tuntutan para tenaga medis sudah ada dan dipersiapkan, tetapi mereka mogok kerja karena takut menangani pasien Covid-19. Puncaknya, pada hari rabu, 20 Mei 2020, tepat 4 hari sebelum lebaran, beredar kabar jika para tenaga medis yang menggelar aksi mogok kerja tersebut dipecat oleh Bupati Ogan Ilir sendiri.
Bupati Ogan Ilir sendiri membenarkan kabar itu bahwa dia sendiri yang menandatangani surat pemberhentian para tenaga medis tersebut dan mengatakan bahwa 109 tenaga medis yang dipecat itu diberhentikan secara tidak terhormat. Bupati menjelaskan bahwa aksi mogok kerja tenaga medis itu mengada-ada.
Bupati dan pihak manajemen RSUD OGAN Ilir menjelaskan bahwa tuntutan mereka terhadap RSUD sebenarnya sudah dipenuhi, seperti rumah singgah yang terdiri dari 34 kamar ada kasur dan menggunakan AC serta ribuan APD dan insentif yang siap diberikan.
Bupati juga memastikan bahwa pemecatan 109 tenaga medis itu tidak mengganggu pelayanan karena jumlah pasien Covid-19 di RSUD Ogan Ilir baru 3 orang. Ia juga mengatakan bahwa Pemkab Ogan Ilir juga akan mencari tenaga medis baru untuk menggantikan para tenaga medis yang dipecat. Sehingga saat ini di RSUD tersebut ada 14 dokter spesialis, 8 dokter umum, 33 perawat berstatus ASN, dan 11 tenaga honorer.
Sebenarnya kejadian ini seharusnya bisa diredam jika ada komunikasi yang baik antara para tenaga medis dan manajemen RSUD. Apalagi di masa wabah sekarang dimana kita sangat membutuhkan bantuan tenaga medis sekecil apapun bentuknya.