Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Belajar dari Baim Wong: Kita Bukan Malaikat Penolong

14 Oktober 2021   08:33 Diperbarui: 17 Oktober 2021   01:00 1861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebaik-baik nya manusia tidak akan terus-menerus menolong sesama dan seburuk-buruk nya manusia pasti pernah menolong sesama. 

Naluri menolong sesama adalah kodrat alamiah yang secara sadar terbentuk dari hasil refleksi pengalaman hidup masing-masing. Rasa belas kasihan dalam diri seseorang seiring tumbuh bersama pengalaman hidup bersama orang lain.

Tolong menolong dalam kehidupan manusia merupakan hal yang biasa dan hampir semua orang melakukannya. Yang luar biasa adalah keseringan menolong sehingga mendapatkan julukan "sang penolong". Jika sudah demikian, maka hari-hari akan melakoni hidup sebagai penolong orang lemah (susah).

Apakah manusia bertahan dalam melakoni hidup sebagai penolong sejati? Pertanyaan macam apa ini? Pertanyaan yang menginginkan jawaban atas "kemampuan" dan "daya tahan" manusia sebagai penolong bagi sesama. 

Jawaban kapan seseorang harus menolong, kepada siapa harus menolong, untuk apa menolong adalah hal yang penting. Walau pun terkesan sedang mempertentangkan esensi dasar dari tolong menolong.

Semua agama mengajarkan kepada umatnya untuk saling menolong. Tentu menolong dengan keikhlasan hati. Menolong tanpa mengharapkan imbalan, menolong dengan segenap hati dan pikiran. Singkatnya, manusia diajarkan untuk menolong tanpa pamrih. Mampukah?

Agama boleh saja mengajarkan hal-hal baik termasuk dalam hal menolong. Akan tetapi apalah dayanya, manusia adalah makhluk yang tidak luput dari kekhilafan. 

Seiring dengan ego yang menempatkan manusia pada ketidakpuasan terhadap apa yang diberikan kepada orang lain. Tuntutan timbal balik atas apa yang diberikan menjadi titik awal ketimpangan cara pandang mengenai pertolongan.

Manusia bukan Malaikat Penolong

Sebagai manusia biasa kita tentu tidak bisa samakan dengan malaikat penolong. Kita memberi dari apa yang kita punya dan kita tidak akan memberikan dari "ketidakpunyaan". Pemaknaan jelas bahwa dalam hal memberi manusia tunduk pada  kemampuan yang dimilikinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun