Menurunnya kualitas air Danau Toba seakan-akan beriringan dengan menyurutnya permukaan air Danau Toba. Bukan karena aktivitas gempa Gunung Toba yang mengakibatkan surutnya air Danau Toba melainkan lebih karena air yang keluar lebih banyak daripada air yang masuk.Â
Eksploitasi air danau akibat industri pengelolahan bubur kertas dan pembangkitan listrik disamping penggundulan hutan daerah tangkapan air diklaim menjadi biang keladinya meski hingga kini belum ada dan terlaksana penelitian intensif untuk menegaskan hal tersebut.Â
Bila mencari penyebabnya belum mendapat perhatian serius seperti monitoring dan evaluasi terkait kepentingan konservasi dan peningkatan mutu perairan Danau Toba nyaris tak terdengar, konon lagi mau mengeksekusi solusinya.
Bila tidak maka hanya akan sekedar menjadi slogan belaka, dan akhirnya Pesona Surutnya Danau Toba semakin menjadi-jadi. Sangat disayangkan bilamana itu terjadi dalam hitungan mungkin dua tiga tahun mendatang. Geopark Kelas Dunia menjadi kemustahilan pada akhirnya.
Kami pun akhirnya berhasil merapat ke Pelabuhan Tomok dan antri masuk kapal Ferry KMP Tao Toba II. Ini mengakhiri perjalanan kami di Pulau Samosir. Semoga ada perubahan berarti untuk Danau Toba tercinta, menjadi danau yang tetap hidup dan berkualitas.Â
Kita tidak menghendaki Danau Toba menjadi danau mati  yang dikenang dengan kemewahan layaknya monumen atau tambak orang Batak.Â
Kita sebagai bangsa Batak ingin Danau Toba tetap menghidupi orang Batak, tidak hanya keluarga ataupun penduduk di Pulau Samosir dan 5 Kabupaten di Sumatera Utara namun juga negara Indonesia dengan predikat kelas dunia. Â
Pematang Siantar, 28 Desember 2017