Mohon tunggu...
editan to
editan to Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mengelola Usaha Percetakan

memperluas cakrawala

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PDIP Tolak Pilkada 2022, Aniesfobia?

28 Januari 2021   15:58 Diperbarui: 28 Januari 2021   16:01 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Menteri Sosial Tri Rismaharani (Foto: kompas.com)

PARLEMEN terbelah. Setidaknya dalam menggodok revisi undang-undang pemilu yang terus diubah itu. Draft terbaru yang beredar menyebutkan Pilkada serentak digelar sesuai jadwal yaitu pada tahun 2022 termasuk di DKI Jakarta, kemudian tahun 2023.

Partai yang sependapat mengenai gelaran pilkada normal bukan pada tahun 2024,  yaitu PKS, Demokrat. Ikut mendukung dua partai koalisi pemerintah Golkar dan Nasdem.

Sedangkan PDIP termasuk PPP, PKB, dan PAN condong pada beleid yang sudah ada yaitu digelar bersamaan dengan tahun Pemilu dan Pilpres  pada tahun 2024. Gerindra masih mengambang alias pikir-pikir.

Berbagai argumen dipaparkan tiap partai. Misalnya, terkait anggaran. Kubu Pilkada normal yaitu tahun 2022 untuk 101 daerah dan 2023 untuk 170 daerah menilai jika ditumpuk pada 2024 makan akan menyedot anggaran sangat besar.

Mereka juga menilai efektifitas pemerintah jika tidak ada pemimpin daerah tetapi sekadar pelaksana tugas. Hal tersebut berdampak pada pengambilan keputusan dan kesinambungan pembangunan di tengah upaya pemulihan setelah masa pandemi.

Di sisi lain, kubu yang menghendaki tidak ada perubahan alias sesuai beleid lama yaitu digelar pada 2024 menilai 2022 dan 2023 lebih dioptimalkan untuk pemulihan ekonomi pasca pandemi ketimbang dihamburkan untuk pilkada.

Kelompok partai pemerintah yang dimotor PDIP ini menilai pilkada berdampak pada dinamika sosial politik yang negatif bahkan hingga terjadi pembelahan di masyarakat sehingga lebih baik difokuskan pada 2024.

Adu argumen bisa banyak dipaparkan oleh dua kubu yang saling memiliki kepentingan. Namun, memang menarik jika dikaitkan dengan pemerintahan di DKI Jakarta di mana Anies Baswedan akan berakhir dinas pada 2022, tahun depan.

Pilkada digelar pada 2022 tentu sangat menguntungkan bagi pengusung petahana. Satu setengah tahun ke depan adalah waktu yang maha penting bagi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mengkapitalisasi dukungan apalagi Anies belum berinduk pada parpol mana pun.

Dalam jangka waktu itu, petahana bisa menjejak kaki lebih kokoh baik secara struktural atau pun non kelembagaan. Jejaring bisa disusun lebih efektif karena masih memiliki kekuasaan baik secara politik ataupun anggaran.

Di pihak lain kubu yang menghendaki digelar pada 2024 di luar alasan formal juga berkaitan dengan peta politik. Bagaimanapun popularitas petahana masih tertinggi. Jika perhitungan tidak matang maka akan berbuntut pada Pilpres 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun